Lepaskan Unsur Politisasi, Dinilai Jadi Faktor Penting Mengawal BUMN
Jum'at, 17 Juli 2020 - 18:20 WIB
JAKARTA - Pusat Studi BUMN menggelar Diskusi Online dengan Tema 'Arah Transformasi BUMN'. Kegiatan ini bertujuan mengkaji dan memberi catatan atas kondisi terkini dalam reformasi BUMN di Indonesia dengan menghadirkan Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan sebagai Keynote Speaker.
Dahlan Iskan memulai diskusi dengan menyatakan, pada dasarnya beliau sepakat pada pandangan bahwa negara tidak perlu ikut berbisnis. (Baca juga: Mahfud MD Buka-bukaan Soal Isi RUU BPIP)
"Ketika negara berbisnis, maka sebenarnya swasta sedang dihadapkan pada persaingan yang tidak adil melawan BUMN yang disokong oleh negara melalui capital dan peraturan. Menyerahkan bisnis kepada swasta adalah pilihan yang bisa menyelesaikan berbagai masalah yang ada di BUMN," kata Dahlan, Jumat (17/7/2020).
Namun demikian, tak dapat dipungkiri, Dahlan Iskan sangat memahami sejarah dan pertimbangan-pertimbangan strategis yang melatarbelakangi adanya BUMN. Untuk itu, dirinya menyarankan untuk mengklasifikasi BUMN yang ada menjadi dua kategori, yang terkait dengan ketahanan-nasional dan BUMN yang tidak terkait.
"Untuk BUMN yang tidak terkait, secara bertahap harus dilepas ke swasta, sedangkan BUMN non-profit bisa dikelola dengan sistem pengelolaan professional," ujarnya. (Baca juga: Pemerintah Sampaikan Konsep RUU BPIP ke DPR)
Di luar isu tersebut, Dahlan Iskan juga menyoroti masalah de-politisasi. Memberikan otonomi kepada BUMN agar dapat menerapkan profesionalisme secara penuh adalah kunci agar BUMN bisa menaikkan performa bisnis nya. Intervensi politis memang tidak selalu bisa dihindari, disini keberadaan Menteri BUMN sebagai penghubung antara pemerintah dengan BUMN menjadi sangat krusial.
"Menteri yang berlatar belakang professional diharapkan mampu menfilter antara agenda strategis negara dan kepentingan politis sesaat. Keberanian Menteri BUMN melindungi BUMN dari kepentingan-kepentingan politis inilah salah satu faktor penting dalam mengawal transformasi BUMN," paparnya.
(Baca juga: 1.462 Kasus Baru, Total 83.130 Orang Positif Covid-19)
Sedikit berbeda dengan Dahlan Iskan, Akademisi FEB Airlangga, Luthfi Nur Rosyidi menyajikan temuan studi di negara China dan negara-negara Nordic. Berbeda dengan Eropa barat dan Amerika Utara yang menjadikan privatisasi sebagai resep utama transformasi BUMN, China dan Nordic ternyata memilih untuk tetap memiliki BUMN. Bahkan, setelah melalui 40 tahun lebih transformasi, saat ini China masih mempunyai lebih dari 15.000 BUMN.
Dahlan Iskan memulai diskusi dengan menyatakan, pada dasarnya beliau sepakat pada pandangan bahwa negara tidak perlu ikut berbisnis. (Baca juga: Mahfud MD Buka-bukaan Soal Isi RUU BPIP)
"Ketika negara berbisnis, maka sebenarnya swasta sedang dihadapkan pada persaingan yang tidak adil melawan BUMN yang disokong oleh negara melalui capital dan peraturan. Menyerahkan bisnis kepada swasta adalah pilihan yang bisa menyelesaikan berbagai masalah yang ada di BUMN," kata Dahlan, Jumat (17/7/2020).
Namun demikian, tak dapat dipungkiri, Dahlan Iskan sangat memahami sejarah dan pertimbangan-pertimbangan strategis yang melatarbelakangi adanya BUMN. Untuk itu, dirinya menyarankan untuk mengklasifikasi BUMN yang ada menjadi dua kategori, yang terkait dengan ketahanan-nasional dan BUMN yang tidak terkait.
"Untuk BUMN yang tidak terkait, secara bertahap harus dilepas ke swasta, sedangkan BUMN non-profit bisa dikelola dengan sistem pengelolaan professional," ujarnya. (Baca juga: Pemerintah Sampaikan Konsep RUU BPIP ke DPR)
Di luar isu tersebut, Dahlan Iskan juga menyoroti masalah de-politisasi. Memberikan otonomi kepada BUMN agar dapat menerapkan profesionalisme secara penuh adalah kunci agar BUMN bisa menaikkan performa bisnis nya. Intervensi politis memang tidak selalu bisa dihindari, disini keberadaan Menteri BUMN sebagai penghubung antara pemerintah dengan BUMN menjadi sangat krusial.
"Menteri yang berlatar belakang professional diharapkan mampu menfilter antara agenda strategis negara dan kepentingan politis sesaat. Keberanian Menteri BUMN melindungi BUMN dari kepentingan-kepentingan politis inilah salah satu faktor penting dalam mengawal transformasi BUMN," paparnya.
(Baca juga: 1.462 Kasus Baru, Total 83.130 Orang Positif Covid-19)
Sedikit berbeda dengan Dahlan Iskan, Akademisi FEB Airlangga, Luthfi Nur Rosyidi menyajikan temuan studi di negara China dan negara-negara Nordic. Berbeda dengan Eropa barat dan Amerika Utara yang menjadikan privatisasi sebagai resep utama transformasi BUMN, China dan Nordic ternyata memilih untuk tetap memiliki BUMN. Bahkan, setelah melalui 40 tahun lebih transformasi, saat ini China masih mempunyai lebih dari 15.000 BUMN.
Lihat Juga :
tulis komentar anda