Ketua DPD Desak Pimpinan MPR Segera Tindak Lanjuti Penggantian Fadel Muhammad
Selasa, 14 Maret 2023 - 17:01 WIB
JAKARTA - Ketua DPD La Nyalla Matalitti meminta segera digelar rapat gabungan fraksi, kelompok DPD, dan pimpinan MPR untuk menindaklanjuti hasil rapat paripurna DPD. Rapat yang digelar Agustus 2022 lalu memutuskan mencopot Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD dan digantikan Tamsil Linrung.
"Pimpinan MPR untuk menghormati dan menindaklanjuti hasil sidang paripurna DPD tersebut, karena Sidang Paripurna merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan," kata La Nyala dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (14/3/2023).
Menurut La Nyalla, jabatan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD harus segera diisi untuk memastikan kebijakan dan agenda politik DPD dapat diakomodasi di MPR. Karena itu, La Nyalla mengingatkan, penggantian pimpinan MPR merupakan hak prerogatif fraksi-fraksi partai politik di MPR dan Kelompok DPD. Hal ini telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e Tata Tertib MPR.
Baca juga: Pengamat Nilai Pimpinan MPR Tak Punya Alasan Tunda Pelantikan Tamsil Linrung
Berdasar kajian DPD, kata La Nyalla, pada Pasal 67 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara berbunyi "gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat" selaras dengan asas Presumtio iustae Causa yang menyatakan setiap keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara harus dianggap memiliki legalitas dan tetap dilaksanakan sebelum dinyatakan sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Dijelaskan pula, jawaban Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan, keputusan yang dikeluarkan oleh Pimpinan DPD, diterbitkan dalam menjalankan wewenang ketatanegaraan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai Lembaga Tinggi Negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.
Keputusan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan sebagai Objek Sengketa Tata Usaha Negara (TUN). Diperkuat dengan yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan "bahwa keputusan TUN objek sengketa, tidak dapat disebut keputusan TUN yang menjadi wewenang PTUN, karena KTUN tersebut diterbitkan dalam menjalankan wewenang ketatanegaraan yang dimiliki oleh DPD sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai Lembaga Tinggi Negara.
Selain kajian DPD, sejumlah pakar hukum tata negara juga sudah mempertanyakan sikap pimpinan MPR yang tidak segera menjalankan putusan paripurna DPD untuk mengganti Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung.
"Pimpinan MPR untuk menghormati dan menindaklanjuti hasil sidang paripurna DPD tersebut, karena Sidang Paripurna merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan," kata La Nyala dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (14/3/2023).
Menurut La Nyalla, jabatan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD harus segera diisi untuk memastikan kebijakan dan agenda politik DPD dapat diakomodasi di MPR. Karena itu, La Nyalla mengingatkan, penggantian pimpinan MPR merupakan hak prerogatif fraksi-fraksi partai politik di MPR dan Kelompok DPD. Hal ini telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e Tata Tertib MPR.
Baca juga: Pengamat Nilai Pimpinan MPR Tak Punya Alasan Tunda Pelantikan Tamsil Linrung
Berdasar kajian DPD, kata La Nyalla, pada Pasal 67 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara berbunyi "gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat" selaras dengan asas Presumtio iustae Causa yang menyatakan setiap keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara harus dianggap memiliki legalitas dan tetap dilaksanakan sebelum dinyatakan sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Dijelaskan pula, jawaban Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan, keputusan yang dikeluarkan oleh Pimpinan DPD, diterbitkan dalam menjalankan wewenang ketatanegaraan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai Lembaga Tinggi Negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.
Keputusan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan sebagai Objek Sengketa Tata Usaha Negara (TUN). Diperkuat dengan yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan "bahwa keputusan TUN objek sengketa, tidak dapat disebut keputusan TUN yang menjadi wewenang PTUN, karena KTUN tersebut diterbitkan dalam menjalankan wewenang ketatanegaraan yang dimiliki oleh DPD sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai Lembaga Tinggi Negara.
Selain kajian DPD, sejumlah pakar hukum tata negara juga sudah mempertanyakan sikap pimpinan MPR yang tidak segera menjalankan putusan paripurna DPD untuk mengganti Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung.
Lihat Juga :
tulis komentar anda