Tama S Langkun: Putusan Penundaan Pemilu Kompetensinya Berada di PTUN
Senin, 06 Maret 2023 - 07:28 WIB
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menginstruksikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024 . Penundaan tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan KPU sebagai pihak Tergugat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Tama S Langkun mengatakan dari sisi formil objek sengketa dalam perkara ini berupa keputusan KPU yang menyatakan Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai peserta Pemilu 2024. Dalam putusannya, hakim meyakini KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikan Partai Prima.
"Jika kembali pada objek sengketanya, Perbuatan Melawan Hukum yang dimaksud merupakan PMH dalam sengketa proses pemilu. Sehingga secara kompetensi peradilannya seharusnya berada dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan peradilan umum," ujar Tama yang dikutip, Senin (6/3/2023).
Juru Bicara Nasional Partai Perindo ini melanjutkan jika perkara ini dipaksakan akan berpotensi bertentangan dengan azas hukum, yakni azas lex specialis derogat legi generali dimana hukum yang bersifat khusus (lex specialis), mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
"Penting untuk diingat bahwa hukum perdata merupakan hukum yang bersifat umum, sedangkan Undang-Undang Pemilu merupakan hukum yang bersifat khusus," jelasnya.
Dari segi materil, Tama menjelaskan seharusnya putusan fokus dan terbatas pada ganti rugi yang diderita oleh Penggugat. Tidak boleh meluas pada objek lainnya, apalagi melebar sampai dengan pemundaan pemilu.
"Karena pelaksanaan pemilu, diatur dalam UU Pemilu dan bahkan secara spesifik disebut dalam konstitusi UUD 45 Pasal 22E ayat (1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali," paparnya.
Terkait putusan ini, Tama mengimbau KPU untuk melakukan banding. Hal itu bertujuan demi mengembalikan permasalahan hukum ini secara proporsional.
"Tentu saja, dengan tetap memperhatikan keadilan untuk Partai Prima," pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Tama S Langkun mengatakan dari sisi formil objek sengketa dalam perkara ini berupa keputusan KPU yang menyatakan Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai peserta Pemilu 2024. Dalam putusannya, hakim meyakini KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikan Partai Prima.
"Jika kembali pada objek sengketanya, Perbuatan Melawan Hukum yang dimaksud merupakan PMH dalam sengketa proses pemilu. Sehingga secara kompetensi peradilannya seharusnya berada dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan peradilan umum," ujar Tama yang dikutip, Senin (6/3/2023).
Juru Bicara Nasional Partai Perindo ini melanjutkan jika perkara ini dipaksakan akan berpotensi bertentangan dengan azas hukum, yakni azas lex specialis derogat legi generali dimana hukum yang bersifat khusus (lex specialis), mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
"Penting untuk diingat bahwa hukum perdata merupakan hukum yang bersifat umum, sedangkan Undang-Undang Pemilu merupakan hukum yang bersifat khusus," jelasnya.
Dari segi materil, Tama menjelaskan seharusnya putusan fokus dan terbatas pada ganti rugi yang diderita oleh Penggugat. Tidak boleh meluas pada objek lainnya, apalagi melebar sampai dengan pemundaan pemilu.
"Karena pelaksanaan pemilu, diatur dalam UU Pemilu dan bahkan secara spesifik disebut dalam konstitusi UUD 45 Pasal 22E ayat (1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali," paparnya.
Terkait putusan ini, Tama mengimbau KPU untuk melakukan banding. Hal itu bertujuan demi mengembalikan permasalahan hukum ini secara proporsional.
"Tentu saja, dengan tetap memperhatikan keadilan untuk Partai Prima," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda