Ketua MUI Ingatkan Mimbar Agama Bukan untuk Berpolitik
Kamis, 23 Februari 2023 - 17:31 WIB
JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) KH Abdullah Jaidi mengimbau kepada segenap bangsa Indonesia untuk memperkuat kebersamaan, persatuan, dan menghindari ujaan kebencian dan intoleransi. Ia berharap mimbar agama tidak dimanfaatkan untuk politik menjelang Pemilu 2024.
"Politik identitas memang kerap terjadi di setiap perhelatan politik. Untuk itu saya berpesan agar pemilu tahun depan jangan dijadikan ajang perseteruan tapi kita manfaatkan pemilu untuk merajut kebersamaan dan persatuan bangsa," kata KH Abdullah Jaidi di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Kiai Jaidi berharap Pemilu 2024 menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk menunjukkan kesantunan dan saling menghargai dalam menyikapi perbedaan pandangan politik. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak mudah dibenturkan satu dengan lainnya.
Baca juga: Parpol dan Masyarakat Didorong Awasi Coklit Pemilu 2024
Ia berpesan agar masyarakat harus mendukung pemimpin dan perwakilan terpilih, walaupun bukan pilihannya. Hal ini penting karena pemilu hanya proses, sementara nanti siapa pun yang terpilih, tetap akan menjadi pemimpin seluruh bangsa.
"Tidak ideal jika kita saling menghujat dan menjatuhkan. Tetapi kita harus merajut kebersamaan itu sehingga even politik lima tahunan ini tidak menjadi pemicu permusuhan di antara kita. Kita harus sportif dengan cara bersama-sama memberikan dukungan penuh kepada siapa saja yang terpilih nantinya," kata mantan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah ini.
Terlepas apa pun yang dijanjikan, kata Kiai Jaidi, baiknya para pihak yang bersaing memperhatikan adab atau kesantunan dalam bertindak dan bertutur kata terhadap sesama anak bangsa. Ia menjelaskan, peradaban berasal dari kata adab atau kesantunan.
"Maksudnya adalah yang pertama, dalam konteks bernegara dan bermasyarakat, kesantunan itu harus diwujudkan dalam persamaan (hak dan kewajiban). Kedua, saling menghormati dan menghargai. Kita boleh berbeda agama, pandangan, atau kepercayaan, tetapi sebagai warga negara Republik Indonesia ini kita harus mengutamakan kebersamaan dalam menjunjung tinggi dasar negara, yaitu Pancasila," katanya.
Kiai Jaidi mengatakan, dalam sila pertama Pancasila, terdapat nilai ketuhanan atau kepercayaan. Selanjutnya terdapat nilai persatuan Indonesia yang menggambarkan kebersamaan anak bangsa. Peradaban Indonesia akan semakin matang jika bisa menyingkirkan perselisihan dari perbedaan. Ini bisa dicapai jika masing-masing individu memiliki kesantunan dalam bergaul di tengah masyarakat.
"Seharusnya, tujuan kita semua adalah menciptakan suasana yang rukun, damai, saling menghormati, dan menghargai. Peradaban Indonesia ini pada intinya adalah kesantunan yang ditunjukkan oleh umat Islam ataupun umat-umat yang lain dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.
"Politik identitas memang kerap terjadi di setiap perhelatan politik. Untuk itu saya berpesan agar pemilu tahun depan jangan dijadikan ajang perseteruan tapi kita manfaatkan pemilu untuk merajut kebersamaan dan persatuan bangsa," kata KH Abdullah Jaidi di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Kiai Jaidi berharap Pemilu 2024 menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk menunjukkan kesantunan dan saling menghargai dalam menyikapi perbedaan pandangan politik. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak mudah dibenturkan satu dengan lainnya.
Baca juga: Parpol dan Masyarakat Didorong Awasi Coklit Pemilu 2024
Ia berpesan agar masyarakat harus mendukung pemimpin dan perwakilan terpilih, walaupun bukan pilihannya. Hal ini penting karena pemilu hanya proses, sementara nanti siapa pun yang terpilih, tetap akan menjadi pemimpin seluruh bangsa.
"Tidak ideal jika kita saling menghujat dan menjatuhkan. Tetapi kita harus merajut kebersamaan itu sehingga even politik lima tahunan ini tidak menjadi pemicu permusuhan di antara kita. Kita harus sportif dengan cara bersama-sama memberikan dukungan penuh kepada siapa saja yang terpilih nantinya," kata mantan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah ini.
Terlepas apa pun yang dijanjikan, kata Kiai Jaidi, baiknya para pihak yang bersaing memperhatikan adab atau kesantunan dalam bertindak dan bertutur kata terhadap sesama anak bangsa. Ia menjelaskan, peradaban berasal dari kata adab atau kesantunan.
"Maksudnya adalah yang pertama, dalam konteks bernegara dan bermasyarakat, kesantunan itu harus diwujudkan dalam persamaan (hak dan kewajiban). Kedua, saling menghormati dan menghargai. Kita boleh berbeda agama, pandangan, atau kepercayaan, tetapi sebagai warga negara Republik Indonesia ini kita harus mengutamakan kebersamaan dalam menjunjung tinggi dasar negara, yaitu Pancasila," katanya.
Kiai Jaidi mengatakan, dalam sila pertama Pancasila, terdapat nilai ketuhanan atau kepercayaan. Selanjutnya terdapat nilai persatuan Indonesia yang menggambarkan kebersamaan anak bangsa. Peradaban Indonesia akan semakin matang jika bisa menyingkirkan perselisihan dari perbedaan. Ini bisa dicapai jika masing-masing individu memiliki kesantunan dalam bergaul di tengah masyarakat.
"Seharusnya, tujuan kita semua adalah menciptakan suasana yang rukun, damai, saling menghormati, dan menghargai. Peradaban Indonesia ini pada intinya adalah kesantunan yang ditunjukkan oleh umat Islam ataupun umat-umat yang lain dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.
(abd)
tulis komentar anda