Kekerasan Perempuan Meningkat, Nasdem Minta Pembahasan RUU PKS Dilanjutkan
Rabu, 15 Juli 2020 - 22:07 WIB
JAKARTA - Partai Nasinal Demokrat (Nasdem) mengaku kecewa dengan dicabutnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Prolegnas Prioritas 2020. Karena kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat sehingga perlu dilakukann tindak antisipasi.
Ketua DPP Partai NasDem Bidang Perempuan dan Anak, Amelia Anggraini mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahunnya bergerak fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. "Kami meminta agar RUU PKS bisa kembali dimasukkan ke dalam Prolegnas 2020," ujar Amelia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Amelia mengatakan, RUU ini semata-mata hanya untuk melindungi hak-hak warga negara. Karena beranjak dari data dan fakta bahwa, fenomena kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus meningkat, demikian juga kekerasan fisik dan emosional. "RUU PKS ini lebih berbasis pada perspektif perlindungan korban," katanya.
Sebab menurut Amelia beberapa bentuk kekerasan seksual yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan tetapi uraian delik dan unsur yang masih terbatas, belum menyediakan skema perlindungan, penanganan dan pemulihan korban. "Tidak adanya sistem pemidanaan dan penindakan terhadap beberapa jenis kekerasan seksual, ini juga perlu diperhatikan," katanya. (Baca: Komisi VIII DR Akui Pro Kongra Jadi Alasan Penarikan RUU PKS)
Berdasarkan Catatan Tahunan 2020 Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 75% (11.105 kasus).
Sementara untuk Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di ranah komunitas/publik dengan persentase 24% (3.602) dan terakhir adalah KtP di ranah negara dengan persentase 0.1% (12 kasus).
Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 4.783 kasus (43%), menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus (25%), psikis 2.056 (19%) dan ekonomi 1.459 kasus (13%). (Baca juga: Jiah, Waktu Pencarian Gaji ke-13 Masih Gelap)
Pada ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.602 kasus. 58% kekerasan terhadap perempuan di Ranah Publik atau Komunitas adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (531 kasus), Perkosaan (715 kasus) dan Pelecehan Seksual (520 kasus). Sementara itu persetubuhan sebanyak 176 kasus, sisanya adalah percobaan perkosaan dan persetubuhan.
Berdasarkan data Komnas PA, pada tahun 2017 2.737 aduan kasus kekerasan terhadap anak-anak, dimana 52% kasus, adalah kejahatan seksual pada anak-anak, dan sodomi menjadi kasus yang paling tinggi yakni sebanyak 771 kasus (54 persen), kemudian pencabulan sebanyak 511 kasus (36 persen), kasus perkosaan sebanyak 122 kasus (9 persen), dan incest sebanyak 20 kasus (1%). (Lihat videonya: Ingin Makan Bakso Lobster, Siap-siap Antri Empat Jam)
Pada 2018, KPAI mencatat ada 122 anak laki-laki dan 32 anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, pada tahun 2019, tercatat sebanyak 21 kasus pelecehan seksual dengan jumlah korban 123 anak. Dari 123 korban ini, terdapat 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki, dan yang terbaru (Juli 2020) adalah pencabulan terhadap 30 anak laki-laki di Sukabumi Jawa Barat, ini mempertegas bahwa kasus kekerasan seksual itu tidak memandang jenis kelamin.
Ketua DPP Partai NasDem Bidang Perempuan dan Anak, Amelia Anggraini mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahunnya bergerak fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. "Kami meminta agar RUU PKS bisa kembali dimasukkan ke dalam Prolegnas 2020," ujar Amelia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Amelia mengatakan, RUU ini semata-mata hanya untuk melindungi hak-hak warga negara. Karena beranjak dari data dan fakta bahwa, fenomena kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus meningkat, demikian juga kekerasan fisik dan emosional. "RUU PKS ini lebih berbasis pada perspektif perlindungan korban," katanya.
Sebab menurut Amelia beberapa bentuk kekerasan seksual yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan tetapi uraian delik dan unsur yang masih terbatas, belum menyediakan skema perlindungan, penanganan dan pemulihan korban. "Tidak adanya sistem pemidanaan dan penindakan terhadap beberapa jenis kekerasan seksual, ini juga perlu diperhatikan," katanya. (Baca: Komisi VIII DR Akui Pro Kongra Jadi Alasan Penarikan RUU PKS)
Berdasarkan Catatan Tahunan 2020 Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 75% (11.105 kasus).
Sementara untuk Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di ranah komunitas/publik dengan persentase 24% (3.602) dan terakhir adalah KtP di ranah negara dengan persentase 0.1% (12 kasus).
Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 4.783 kasus (43%), menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus (25%), psikis 2.056 (19%) dan ekonomi 1.459 kasus (13%). (Baca juga: Jiah, Waktu Pencarian Gaji ke-13 Masih Gelap)
Pada ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.602 kasus. 58% kekerasan terhadap perempuan di Ranah Publik atau Komunitas adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (531 kasus), Perkosaan (715 kasus) dan Pelecehan Seksual (520 kasus). Sementara itu persetubuhan sebanyak 176 kasus, sisanya adalah percobaan perkosaan dan persetubuhan.
Berdasarkan data Komnas PA, pada tahun 2017 2.737 aduan kasus kekerasan terhadap anak-anak, dimana 52% kasus, adalah kejahatan seksual pada anak-anak, dan sodomi menjadi kasus yang paling tinggi yakni sebanyak 771 kasus (54 persen), kemudian pencabulan sebanyak 511 kasus (36 persen), kasus perkosaan sebanyak 122 kasus (9 persen), dan incest sebanyak 20 kasus (1%). (Lihat videonya: Ingin Makan Bakso Lobster, Siap-siap Antri Empat Jam)
Pada 2018, KPAI mencatat ada 122 anak laki-laki dan 32 anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, pada tahun 2019, tercatat sebanyak 21 kasus pelecehan seksual dengan jumlah korban 123 anak. Dari 123 korban ini, terdapat 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki, dan yang terbaru (Juli 2020) adalah pencabulan terhadap 30 anak laki-laki di Sukabumi Jawa Barat, ini mempertegas bahwa kasus kekerasan seksual itu tidak memandang jenis kelamin.
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda