Prostitusi Artis, Stop Eksploitasi Perempuan sebagai Objek Pemberitaan
Rabu, 15 Juli 2020 - 11:38 WIB
JAKARTA - Lagi-lagi kasus prostitusi online menjerat artis. Kali ini transaksi terlarang itu menyeret HH, yang dikenal sebagai selebgram sekaligus pemain sinetron. HH mengingatkan publik pada kasus yang sama ketika Polda Jatim menangkap artis VA dan AS.
Kala itu VA diamankan polisi saat dikencani R pengusaha tambang asal Lumajang dengan tarif Rp80 juta. Sementara AS diamankan polisi dalam perjalanan untuk berkencan dengan pria berinisial A. (Baca juga: Penampakan Artis Hana Hanifah saat Minta Maaf karena Diduga Terlibat Prostitusi)
Namun patut disayangkan, kedua kasus itu selalu menjadikan perempuan (si artis) sebagai objek pemberitaan. Padahal prostitusi online bukan hanya tentang perempuan. Prostitusi adalah problem sosial yang mana perempuan hanya menjadi salah satu komponen yang terseret ke dalam jaringan transaksi terlarang tersebut. Seharusnya, berita dibingkai untuk mengungkap jaringan prostitusi online itu sendiri, bukan menyorot perempuan sebagai objek seksual.
"Menurut saya ini merupakan bentuk kekerasan sosial. Selain karena stigma yang mengakar di masyarakat yang menganggap perempuan menjadi aktor utama juga karena pemberitaan prostitusi online selalu seksi dan laris dikonsumsi, apalagi yang terlibat adalah selebritas. Pemberitaan di mana-mana beramai-ramai mengekspos foto si perempuan, menguliti kehidupan pribadinya, menyebutkan nama dan juga menyangkut pautkan keluarganya. Ini jelas sebuah kekerasan sosial yang seharusnya tidak boleh dilakukan", tegas Ketua Departemen Perempuan dan Anak, Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo , Dyah Arum Sari, Rabu (15/7/2020).
(Baca: Ini Pertimbangan Perindo Dukung Yusuf-Tulus di Pilwalkot Bandar Lampung)
Dyah menilai pemberitaan yang beredar sangat dogmatis dan arbitrer terhadap si perempuan, sedangkan dalam kasus terbongkarnya jaringan prostitusi online si laki-laki kerap lolos dari sorotan. Oleh karena itu, DPP Partai Perindo melalui Bidang Perempuan dan Anak menyatakan sikap atas kasus prostitusi online tersebut.
Yang pertama, meminta media untuk tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan dan menghentikan pemberitaan yang spektrumnya cenderung menyalahkan perempuan.
Yang kedua meminta pihak yang berwenang atau penegak hukum berhenti mengekspos secara komunal (terbuka) terkait penyelidikan prostitusi online yang dilakukan.
(Baca: Usulkan Fraksi Threshold, Perindo Ingin Suara Rakyat Dihargai)
Yang ketiga meminta kepada masyarakat agar tidak menjustifikasi si perempuan secara sepihak melalui postingan dan komentar yang bernada perundungan terhadap si perempuan.
Di akhir statementnya, Dyah yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Pascasarja, Bidang Perempuan dan Anak ini, mengajak semua pihak lebih perseptif, intuitif dan lebih peka guna bersama-sama mencari akar persoalan agar problem prostitusi online ini tidak terus berkembang dan menyebabkan banyak korban.
Kala itu VA diamankan polisi saat dikencani R pengusaha tambang asal Lumajang dengan tarif Rp80 juta. Sementara AS diamankan polisi dalam perjalanan untuk berkencan dengan pria berinisial A. (Baca juga: Penampakan Artis Hana Hanifah saat Minta Maaf karena Diduga Terlibat Prostitusi)
Namun patut disayangkan, kedua kasus itu selalu menjadikan perempuan (si artis) sebagai objek pemberitaan. Padahal prostitusi online bukan hanya tentang perempuan. Prostitusi adalah problem sosial yang mana perempuan hanya menjadi salah satu komponen yang terseret ke dalam jaringan transaksi terlarang tersebut. Seharusnya, berita dibingkai untuk mengungkap jaringan prostitusi online itu sendiri, bukan menyorot perempuan sebagai objek seksual.
"Menurut saya ini merupakan bentuk kekerasan sosial. Selain karena stigma yang mengakar di masyarakat yang menganggap perempuan menjadi aktor utama juga karena pemberitaan prostitusi online selalu seksi dan laris dikonsumsi, apalagi yang terlibat adalah selebritas. Pemberitaan di mana-mana beramai-ramai mengekspos foto si perempuan, menguliti kehidupan pribadinya, menyebutkan nama dan juga menyangkut pautkan keluarganya. Ini jelas sebuah kekerasan sosial yang seharusnya tidak boleh dilakukan", tegas Ketua Departemen Perempuan dan Anak, Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo , Dyah Arum Sari, Rabu (15/7/2020).
(Baca: Ini Pertimbangan Perindo Dukung Yusuf-Tulus di Pilwalkot Bandar Lampung)
Dyah menilai pemberitaan yang beredar sangat dogmatis dan arbitrer terhadap si perempuan, sedangkan dalam kasus terbongkarnya jaringan prostitusi online si laki-laki kerap lolos dari sorotan. Oleh karena itu, DPP Partai Perindo melalui Bidang Perempuan dan Anak menyatakan sikap atas kasus prostitusi online tersebut.
Yang pertama, meminta media untuk tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan dan menghentikan pemberitaan yang spektrumnya cenderung menyalahkan perempuan.
Yang kedua meminta pihak yang berwenang atau penegak hukum berhenti mengekspos secara komunal (terbuka) terkait penyelidikan prostitusi online yang dilakukan.
(Baca: Usulkan Fraksi Threshold, Perindo Ingin Suara Rakyat Dihargai)
Yang ketiga meminta kepada masyarakat agar tidak menjustifikasi si perempuan secara sepihak melalui postingan dan komentar yang bernada perundungan terhadap si perempuan.
Di akhir statementnya, Dyah yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Pascasarja, Bidang Perempuan dan Anak ini, mengajak semua pihak lebih perseptif, intuitif dan lebih peka guna bersama-sama mencari akar persoalan agar problem prostitusi online ini tidak terus berkembang dan menyebabkan banyak korban.
(muh)
tulis komentar anda