Masa Depan Muslim Moderat di Indonesia
Jum'at, 27 Januari 2023 - 15:23 WIB
Namun, bukti menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi kebangkitan konservatisme dan radikalisme Islam seperti yang dijelaskan di atas. Muslim moderat tampil sebagai mayoritas diam (silent majority) dalam menyahuti kebangkitan gerakan radikal Islam. Bahkan, gerakan-gerakan Islam radikal menyebarkan secara luas semangat sikap intoleransi, anti-pluralisme, dan gagasan berpikiran Syari'at yang ketat, legal, dan eksklusif, yang dianggap tidak sesuai dengan karakteristik dan keislaman muslim moderat arus utama di Indonesia.
Dinamika sosial dan politik Islam Indonesia telah menarik banyak perhatian dari banyak ulama. Bagi banyak cendekiawan, Islam Indonesia telah digambarkan sebagai rumah bagi Islam moderat. Perkembangan sejarah Islam yang unik di Tanah Air telah mendefinisikan karakteristik Islam di Indonesia sebagai toleran dan menghormati perbedaan sosial-agama. Baik NU maupun Muhammadiyah, sebagai dua organisasi Muslim terbesar di Indonesia, telah terbuka dan menerima ide-ide keagamaan baru, sehingga memungkinkan kedua organisasi untuk menyesuaikan pandangan keagamaan mereka dengan perkembangan sosial dan politik masyarakat Indonesia kontemporer.
Namun, perkembangan politik saat ini telah menimbulkan tantangan baru bagi elite agama tidak hanya dari dua organisasi keagamaan tetapi juga organisasi keagamaan dan sosial lainnya di negara ini. Masuk akal untuk mengasumsikan bahwa para pemimpin organisasi massa Islam akan menanggapi perkembangan saat ini berdasarkan penilaian mereka terhadap kondisi tersebut. Namun, keprihatinan yang luar biasa dengan munculnya konservatisme dan intoleransi di kalangan Muslim selama dua dekade terakhir agak mengabaikan dinamika agama dan sosial-ekonomi kelompok toleran.
Gerakan Islam radikal di Indonesia terjadi secara masif dan terstruktur dengan baik. Meskipun kecil dalam hal jumlah namun mereka berisik dan mendapat perhatian. Gerakan ini tidak hanya menyasar tujuan ideologis-politik dan kepentingan kenegaraan tetapi juga menembus berbagai aspek kehidupan di masyarakat, termasuk ekspresi keagamaan. Oleh karena itu, berbagai gerakan Islam radikal dan khususnya Islam transnasional dapat dianggap sebagai gerakan Islam radikal.
Karena telah merambah ke berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, banyak yang beranggapan bahwa gerakan radikal keagamaan ini harus direduksi keberadaannya atau bahkan dihilangkan dalam ranah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Karena secara ideologis-politis, keberadaan gerakan radikal keagamaan akan mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika dilihat dari ekspresi agama, keberadaan gerakan radikal keagamaan ini akan berbenturan dengan sikap moderat dalam beragama yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ini karena gerakan mereka lebih fundamentalistik dan menunjukkan anti-moderasi dalam ekspresi agama mereka.
Meningkatnya pengaruh konservatisme dalam masyarakat telah menempatkan kelompok moderat agama dalam situasi yang sulit. Sebagian besar umat Islam Indonesia dapat dikategorikan sebagai muslim moderat yang diwakili oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Namun, berbagai aksi kekerasan yang melibatkan kelompok Muslim radikal seperti Front Pembela Islam (Front Pembela Islam, FPI) dan kegiatan teroris yang telah menyebar di berbagai kota, seperti Surabaya dan Makassar beberapa nama, serta jaringan ISIS yang menyebar ke Papua telah menggugat moderasi Islam di Tanah Air.
Selain itu, jaringan gerakan Islam transnasional seperti Jamaah Tarbiyah, Salafi-Wahabi, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang masih aktif melalui gerakan bawah tanah dalam menyebarkan paham mendirikan negara Islam dan khilafah global melalui sekolah dan media sosial di seluruh negeri tetap perlu mendapat perhatian.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak bagian masyarakat untuk mengatasi kebangkitan konservatisme. Pemerintah Indonesia telah melarang HTI pada 2017, mengingat gerakannya yang ingin mengubah ideologi Indonesia menjadi khilafah. Pada 2020, pemerintah Indonesia juga melarang FPI (Front Pembela Islam). Selain itu, setiap gerakan radikal keagamaan yang terjadi di Indonesia juga telah diupayakan untuk melakukan deradikalisasi. Eksponen terorisme berbasis agama yang merupakan turunan radikalisme agama di tingkat tertinggi juga telah dihilangkan dengan cepatnya dan ampuhnya Detasemen Khusus 88 Kepolisian Republik Indonesia.
Banyak anggotanya telah dideradikalisasi, seperti anggota teroris Mujahidin Indonesia Timur (Mujahidin Indonesia Timur, MIT) yang tertangkap. Berbagai organisasi keagamaan yang selama ini berorientasi pada kekerasan juga telah diupayakan untuk melakukan deradikalisasi. Namun, semua itu tentu tidak akan menghentikan upaya penanggulangan radikalisme agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Dinamika sosial dan politik Islam Indonesia telah menarik banyak perhatian dari banyak ulama. Bagi banyak cendekiawan, Islam Indonesia telah digambarkan sebagai rumah bagi Islam moderat. Perkembangan sejarah Islam yang unik di Tanah Air telah mendefinisikan karakteristik Islam di Indonesia sebagai toleran dan menghormati perbedaan sosial-agama. Baik NU maupun Muhammadiyah, sebagai dua organisasi Muslim terbesar di Indonesia, telah terbuka dan menerima ide-ide keagamaan baru, sehingga memungkinkan kedua organisasi untuk menyesuaikan pandangan keagamaan mereka dengan perkembangan sosial dan politik masyarakat Indonesia kontemporer.
Namun, perkembangan politik saat ini telah menimbulkan tantangan baru bagi elite agama tidak hanya dari dua organisasi keagamaan tetapi juga organisasi keagamaan dan sosial lainnya di negara ini. Masuk akal untuk mengasumsikan bahwa para pemimpin organisasi massa Islam akan menanggapi perkembangan saat ini berdasarkan penilaian mereka terhadap kondisi tersebut. Namun, keprihatinan yang luar biasa dengan munculnya konservatisme dan intoleransi di kalangan Muslim selama dua dekade terakhir agak mengabaikan dinamika agama dan sosial-ekonomi kelompok toleran.
Gerakan Islam radikal di Indonesia terjadi secara masif dan terstruktur dengan baik. Meskipun kecil dalam hal jumlah namun mereka berisik dan mendapat perhatian. Gerakan ini tidak hanya menyasar tujuan ideologis-politik dan kepentingan kenegaraan tetapi juga menembus berbagai aspek kehidupan di masyarakat, termasuk ekspresi keagamaan. Oleh karena itu, berbagai gerakan Islam radikal dan khususnya Islam transnasional dapat dianggap sebagai gerakan Islam radikal.
Karena telah merambah ke berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, banyak yang beranggapan bahwa gerakan radikal keagamaan ini harus direduksi keberadaannya atau bahkan dihilangkan dalam ranah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Karena secara ideologis-politis, keberadaan gerakan radikal keagamaan akan mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika dilihat dari ekspresi agama, keberadaan gerakan radikal keagamaan ini akan berbenturan dengan sikap moderat dalam beragama yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ini karena gerakan mereka lebih fundamentalistik dan menunjukkan anti-moderasi dalam ekspresi agama mereka.
Meningkatnya pengaruh konservatisme dalam masyarakat telah menempatkan kelompok moderat agama dalam situasi yang sulit. Sebagian besar umat Islam Indonesia dapat dikategorikan sebagai muslim moderat yang diwakili oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Namun, berbagai aksi kekerasan yang melibatkan kelompok Muslim radikal seperti Front Pembela Islam (Front Pembela Islam, FPI) dan kegiatan teroris yang telah menyebar di berbagai kota, seperti Surabaya dan Makassar beberapa nama, serta jaringan ISIS yang menyebar ke Papua telah menggugat moderasi Islam di Tanah Air.
Selain itu, jaringan gerakan Islam transnasional seperti Jamaah Tarbiyah, Salafi-Wahabi, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang masih aktif melalui gerakan bawah tanah dalam menyebarkan paham mendirikan negara Islam dan khilafah global melalui sekolah dan media sosial di seluruh negeri tetap perlu mendapat perhatian.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak bagian masyarakat untuk mengatasi kebangkitan konservatisme. Pemerintah Indonesia telah melarang HTI pada 2017, mengingat gerakannya yang ingin mengubah ideologi Indonesia menjadi khilafah. Pada 2020, pemerintah Indonesia juga melarang FPI (Front Pembela Islam). Selain itu, setiap gerakan radikal keagamaan yang terjadi di Indonesia juga telah diupayakan untuk melakukan deradikalisasi. Eksponen terorisme berbasis agama yang merupakan turunan radikalisme agama di tingkat tertinggi juga telah dihilangkan dengan cepatnya dan ampuhnya Detasemen Khusus 88 Kepolisian Republik Indonesia.
Banyak anggotanya telah dideradikalisasi, seperti anggota teroris Mujahidin Indonesia Timur (Mujahidin Indonesia Timur, MIT) yang tertangkap. Berbagai organisasi keagamaan yang selama ini berorientasi pada kekerasan juga telah diupayakan untuk melakukan deradikalisasi. Namun, semua itu tentu tidak akan menghentikan upaya penanggulangan radikalisme agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
tulis komentar anda