Pakar Hukum Sebut KUHP Nasional Miliki Pasal-pasal Futuristik
Kamis, 19 Januari 2023 - 15:10 WIB
PONTIANAK - Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ) nasional dinilai sangat futuristik karena memuat norma yg dapat menjangkau kebutuhan hukum di masa mendatang. Untuk itu pembentuk KUHP ini layak diapresiasi sebagai pembaruan norma dan sistem hukum pidana nasional.
KUHP dianggap futuristic misalnya Pasal 188. Di situ diatur bahwa yang bisa diancam pidana bukan hanya mereka yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi juga paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.
Yang dimaksud paham lain tersebut bisa diartikan paham ideologi apapun yg bertentangan dengan Pancasila pada saat ini maupun yang akan datang. “Ini termasuk hal baru yang perlu kita apresiasi, di mana dalam KUHP WvS (peninggalan kolonial Belanda) tidak ada," kata Guru Besar Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Dr R Benny Riyanto di sela acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di Hotel Mercure Pontianak, Kalbar, Rabu (18/1/2023).
KUHP nasional ini, lanjutnya, juga mencantumkan rumusan tindak pidana baru asli Indonesia yang lainnya. Misalnya, tindak pidana seseorang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib yang dapat mencederai orang lain, sehingga dapat menimbulkan tindak pidana baru (penipuan, pemerasan). Juga tindak pidana yang terkait kumpul kebo atau kohabitasi.
"Walaupun diatur bersamaan dengan perzinahan, tapi ini tindak pidana asli Indonesia karena istilah kumpul kebo hanya dikenal di negara kita dan ini bertentangan dengan nilai-nilai moral dan budaya bangsa kita," ujar Prof Benny.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan, KUHP baru mengandung banyak kelebihan. Antara lain lebih mencerminkan nilai dan norma Indonesia sebagai negara berdaulat serta lebih sesuai dengan zaman modern.
Hal ini karena KUHP baru ini disusun oleh bangsa sendiri di era modern yang sudah sangat jauh berkembang dibanding saat KUHP kolonial disusun seratusan tahun lalu. Contoh sederhananya, KUHP lama sebenarnya masih menggunakan bahasa Belanda dan diberlakukan di Indonesia dalam beberapa versi terjemahan.
“Kita memiliki tingkat kepastian hukum yang lebih tinggi dibanding KUHP lama buatan kolonial, di mana sekarang menggunakan bahasa Indonesia. KUHP baru ini juga lebih jelas dalam berbagai hal, lebih sistematis, dan telah mengadopsi berbagai perkembangan teknologi informasi, ekonomi, budaya, dan masyarakat,” jelas Prof Topo.
Dengan berbagai kelebihan itu, menurut Prof Topo, KUHP baru bisa lebih menjamin keadilan. “Itu diharapkan lebih menjamin keadilan bagi seluruh masyarakat, penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan praktisi hukum. Tapi dengan syarat harus segera dipelajari dan dipahami,” jelasnya.
KUHP dianggap futuristic misalnya Pasal 188. Di situ diatur bahwa yang bisa diancam pidana bukan hanya mereka yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi juga paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.
Yang dimaksud paham lain tersebut bisa diartikan paham ideologi apapun yg bertentangan dengan Pancasila pada saat ini maupun yang akan datang. “Ini termasuk hal baru yang perlu kita apresiasi, di mana dalam KUHP WvS (peninggalan kolonial Belanda) tidak ada," kata Guru Besar Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Dr R Benny Riyanto di sela acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di Hotel Mercure Pontianak, Kalbar, Rabu (18/1/2023).
KUHP nasional ini, lanjutnya, juga mencantumkan rumusan tindak pidana baru asli Indonesia yang lainnya. Misalnya, tindak pidana seseorang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib yang dapat mencederai orang lain, sehingga dapat menimbulkan tindak pidana baru (penipuan, pemerasan). Juga tindak pidana yang terkait kumpul kebo atau kohabitasi.
"Walaupun diatur bersamaan dengan perzinahan, tapi ini tindak pidana asli Indonesia karena istilah kumpul kebo hanya dikenal di negara kita dan ini bertentangan dengan nilai-nilai moral dan budaya bangsa kita," ujar Prof Benny.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan, KUHP baru mengandung banyak kelebihan. Antara lain lebih mencerminkan nilai dan norma Indonesia sebagai negara berdaulat serta lebih sesuai dengan zaman modern.
Hal ini karena KUHP baru ini disusun oleh bangsa sendiri di era modern yang sudah sangat jauh berkembang dibanding saat KUHP kolonial disusun seratusan tahun lalu. Contoh sederhananya, KUHP lama sebenarnya masih menggunakan bahasa Belanda dan diberlakukan di Indonesia dalam beberapa versi terjemahan.
“Kita memiliki tingkat kepastian hukum yang lebih tinggi dibanding KUHP lama buatan kolonial, di mana sekarang menggunakan bahasa Indonesia. KUHP baru ini juga lebih jelas dalam berbagai hal, lebih sistematis, dan telah mengadopsi berbagai perkembangan teknologi informasi, ekonomi, budaya, dan masyarakat,” jelas Prof Topo.
Dengan berbagai kelebihan itu, menurut Prof Topo, KUHP baru bisa lebih menjamin keadilan. “Itu diharapkan lebih menjamin keadilan bagi seluruh masyarakat, penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan praktisi hukum. Tapi dengan syarat harus segera dipelajari dan dipahami,” jelasnya.
tulis komentar anda