Tersangka Kasus SKK Migas Bertambah

Sabtu, 09 Mei 2015 - 11:27 WIB
Tersangka Kasus SKK Migas Bertambah
Tersangka Kasus SKK Migas Bertambah
A A A
JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri kembali menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang penjualan kondensat yang merugikan negara hingga Rp2 triliun.

Dengan bertambahnya jumlah tersangka, maka kini ada 3 orang tersangka yang terjerat kasus ini. Kasus ini diduga melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Trans-Pasific Petrochemical Indotama (TPPI). ”Sudah tiga tersangka hingga saat ini selain DH.

Sekarang ada HW dan RP,” ungkap Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor Edi Simanjuntak di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin. Keterlibatan HW dan RP, ungkap Victor, adalah menandatangani perjanjian pembelian kondensat antara PTTPPI dan BP Migas (sekarang SKK Migas) saat itu. Saat kasus dugaan korupsi ini terjadi pada 2009, direktur PT TPPI saat itu dijabat Honggo Wendratno, sedangkan kepala BP Migas dijabat Raden Priyono.

Victor mengatakan akan memeriksa HW dan RP lebih lanjut guna mendapat keterangan lebih dalam terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi yang merupakan satu dari tiga kasus dugaan korupsi besar yang sedang dibidik oleh kepolisian. Penyidik, ujar Victor, tengah menjadwalkan pemeriksaan pada Senin dan Selasa pekan depan untuk mendapatkan keterangan terkait kasus tersebut.

”Kita akan periksa sembilan saksi. Tiga dari pihak SKK Migas dan enam dari PT TPPI. Lalu Selasa, tiga saksi ahli dan dua saksi dari Kementerian Keuangan,” paparnya. Menurut Victor, ketiga saksi dari pihak SKK Migas yang akan diperiksa berasal dari tiga divisi, yakni dari Divisi Penjualan Minyak, Divisi Sumber Daya Mineral, dan Divisi Pemasaran Bidang Ekonomi dan Finansial. Mereka semua merupakan orang-orang yang menjabat saat ini.

”Kalau dari pihak TPPI itu karyawan, tidak sebut namanya lah saya, perwakilan Pertamina di TPPI,” ungkapnya. Sebelumnya, Polri sudah melayangkan cegah dan tangkal (cekal) bepergian ke luar negeri terhadap tersangka dugaan korupsi penjualan kondensat bagian negara, DH. DH sebelumnya menjabat sebagai deputi Finansial dan Komersial BP Migas (sebelum berubah menjadi SKK Migas).

”Sudah kita cekal agar tidak melarikan diri. Penetapan tersangka bareng dengan keluarnya SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) itu. SPDP saat saya layangkan suratnya ke KPK itu sudah ada tersangkanya, Senin kemarin kayanya,” ungkap Victor. Tim penyidik, kata Victor, saat ini sedang fokus mempelajari transaksi atau aliran uang yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Setelah semuanya teridentifikasi, penyidik akan mengusulkan agar dilakukan pemblokiran terhadap rekening yang bersangkutan. Selanjutnya, uang tersebut akan dikembalikan kepada negara. Hasil penelitian awal, ungkap Victor, penyidik menemukan aliran dana tersebut kepada perorangan. Sayangnya, Victor enggan mengungkapkan siapa saja yang terlibat dalam transaksi keuangan tersebut dan kapan transaksi itu dilakukan.

”Pokoknya yang utama adalah penyelamatan uang negara sebesar- besarnya. Kita akan blokir agar tidak lari ke mana-mana uang itu. Masih kita pelajari keluar masuknya uang itu,” ungkap Victor. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan Agung akan bersama-sama mengusut dugaan korupsi penjualan kondensat atau minyak mentah tahun 2008-2010 oleh TPPI dan SKK Migas.

Perkara tersebut direncanakan menjadi proyek perdana yang akan ditangani Satgas Antikorupsi dari tiga lembaga penegak hukum tersebut. ”Ada rencana joint investigation dalam penanganan kasus ini (kasus dugaan korupsi penjualan kondensat) sesuai kesepakatan pimpinan KPK, Kapolri dan Jaksa Agung,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji.

Menurut dia, KPK segera berdiskusi dengan Bareskrim dan Kejagung terkait penanganan kasus di SKK Migas tersebut. Dalam penanganan perkara ini, lanjutnya, memang harus hati-hati mengingat kerugian negara mencapai Rp2 triliun. ”Masih akan dibicarakan, kasus-kasus yang memang memiliki potensi grand corruption,” tuturnya. Namun, Indriyanto belum bisa bicara terlalu jauh.

Pasalnya, untuk teknis penanganan perkara baru akan didiskusikan bersama. ”Detail pelaksanaan satgas akan dibicarakan pada tataran level teknis, dan Bareskrim memang memberikan basis awal penyidikan yang telah berjalan,” tandasnya. Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis memuji keberanian Polri untuk membongkar beberapa kasus korupsi besar.

Pengungkapan kasus megakorupsi, menurut dia, di samping menuntut keberanian, juga menyangkut kepemimpinan. ”Kepemimpinan menjadi faktor kunci pemberantasan korupsi. Di sini pimpinan Polri telah menunjukkan komitmennya untuk memberantas korupsi,” ujarnya. Kasus korupsi SKK Migas yang ditangani Bareskrim merupakan kasus lama, kejadiannya dimulai pada 2009.

Di sisi lain, kasus itu pernah ditangani KPK. Margarito justru mempertanyakan jika kasus itu sudah terendus lama dan pernah ditangani KPK, mengapa KPK seolah lamban menangani kasus itu. Menurut dia, bisa jadi kasus korupsi SKK Migas itu memang mega korupsi dan memiliki implikasi besar, termasuk berisiko bagi penyidik yang menanganinya.

”Kita jangan berspekulasi. Tapi jika dilihat waktu, kasus itu terjadi pada pemerintahan sebelumnya, itu adalah fakta. Buktinya, penyidik Bareskrim baru mengungkap sudah ada teror. Teror itu bisa juga terjadi dulu saat KPK menanganinya sehingga kasus itu ditangani lambat,” katanya.

Pengungkapan kasus korupsi besar, menurut Margarito, menjadi momentum bagi Polri untuk menunjukkan integritasnya sebagai penegak hukum. Di samping itu, pengungkapan kasus SKK Migas yang saat ini ditangani Polri bisa menjadi pintu masuk bagi pengungkapan mafia migas atau korupsi di SKK Migas. ”Polri memiliki kekuatan cukup untuk mengungkap kasus korupsi,” katanya.

Khoirul muzakki/ okezone
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5606 seconds (0.1#10.140)