Revisi UU Bisa Ganggu Tahapan Pilkada

Rabu, 06 Mei 2015 - 09:34 WIB
Revisi UU Bisa Ganggu...
Revisi UU Bisa Ganggu Tahapan Pilkada
A A A
JAKARTA - Tahapan pilkada serentak 2015 terancam terganggu lantaran DPR berencana merevisi dua undang-undang (UU) yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada, yakni UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2/2011 tentang Partai Politik (Parpol).

Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, tahapan pilkada terganggu ketika proses revisi UU tersebut nanti tidak berjalan mulus. Padahal tahapan pilkada, termasuk pendaftaran pasangan calon kepala daerah, makin dekat, yakni 26-28 Juli 2015. Belum lagi jika nanti hasil revisi UU tersebut diuji materi lagi di Mahkamah Konstitusi (MK).

”Makanya revisi ini harus dipikirkan ulang. Jangan sampai hanya karena kepentingan sesaat lalu apa yang sudah dipersiapkan KPU kemudian diacakacak dan menjadi tidak jelas,” ujarnya pada sebuah diskusi di Jakarta kemarin. Veri mengatakan, sangat mungkin hasil revisi UU baru akan keluar menjelang proses pendaftaran calon. Jika itu terjadi, akan sangat menyulitkan penyelenggara karena peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang sudah selesai juga harus direvisi dan dikonsultasikan lagi ke DPR.

”Lalu kalau begitu bagaimana dengan KPU daerah yang butuh aturan teknis tahapan pencalonan. Ini pasti akan merepotkan,” ucapnya. Diberitakan, DPR berniat merevisi UU Parpol dan UU Pilkada dengan tujuan memastikan seluruh parpol peserta Pemilu 2014 bisa mengikuti pilkada serentak. Revisi dilakukan lantaran DPR dan KPU berbeda pendapat mengenai syarat kepengurusan parpol yang sah dan berhak menjadi peserta pilkada.

DPR melalui Panja Pilkada Komisi II merekomendasikan agar KPU dalam menyikapi parpol yang kepengurusannya bersengketa cukup mengacu pada putusan sementara pengadilan. Di lain pihak, KPU tetap bersikukuh akan mengacu pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). DPR berpandangan, jika mengacu pada aturan KPU, besar kemungkinan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak bisa ikut pilkada.

Alasannya, putusan inkracht pengadilan belum tentu diperoleh sampai pendaftaran calon ditutup, sedangkan upaya islah juga sulit diwujudkan kedua kubu di dua partai tersebut. Pada rapat konsultasi KPU dengan DPR, Senin (4/5), KPU menyatakan siap mengakomodasi rekomendasi Panja tersebut dengan catatan UU yang menjadi acuannya harus direvisi terlebih dahulu. Mengomentari penolakan sejumlah pihak atas rencana revisi dua UU tersebut, Wakil Ketua DPR Fadli Zon berpendapat, perubahan seperti itu hal yang biasa dilakukan.

Apalagi, kata dia, di UU Pilkada memang belum ada pasal khusus yang mengatur masalah perselisihan parpol. Fadli mengatakan, DPR juga akan berbicara dengan pihak pemerintah; kalau misalnya bisa disepakati kedua belah pihak, revisi terbatas akan dilakukan dengan cepat. ”Ya, kita lakukan sesegera mungkin. Revisi terbatas kan begitu,” ujarnya. Adapun mengenai kekhawatiran revisi dapat mengganggu tahapan pilkada, Fadli menegaskan, kalau KPU tidak mau itu terjadi, seharusnya mereka segera menerima rekomendasi Panja.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu mengatakan, rekomendasi Panja sama sekali tidak menyalahi UU mana pun sehingga KPU seharusnya tak perlu ragu mengikutinya. ”Kita ini mau menyelesaikan masalah, bukan mencari masalah. Saya lihat justru KPU yang mencari masalah,” ujarnya. Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay tidak ingin berkomentar banyak mengenai wacana revisi UU tersebut. Menurut Hadar KPU akan menghormati apa pun keputusan DPR dan pemerintah selaku pembuat UU.

”Silakan, kami akan hormati,” ucapnya. Meski demikian, Hadar menegaskan PKPU pencalonan yang telah melewati tahap konsultasi dan pleno di KPU tidak dapat diubah. Keinginan DPR untuk memasukkan rekomendasi Panja tidak bisa dilakukan. ”Tidak bisa berbarengan (revisi UU dan memasukkan rekomendasi). Kecuali diundangkan dulu,” jelas Hadar. Wakil Ketua Komisi II DPR LukmanEdymengatakanadasolusi bagi DPR selain melakukan revisi UU, yakni meminta fatwa Mahkamah Agung (MA).

Edy menjelaskan, hal ini diperlukan karena KPU menolak rekomendasi DPR tersebut soal penggunaan putusan pengadilan terakhir dalam penentuan parpol peserta pilkada lantaran itu bertentangan dengan UU Parpol Pasal 43. Oleh sebab itu, kata dia, pimpinan DPR sebaiknya meminta fatwa ke MA, apakah rekomendasi Panja tersebut bertentangan dengan UU Parpol.

”Kalau bertentangan, Komisi II dan DPR harus legawa menerima pendapatnya tidak dimasukkan. Tapi kalau fatwa MA menyatakan itu tidak bertentangan, KPU yang harus legawa memasukkan rekomendasi Panja ke dalam PKPU,” papar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol Leo Nababan menolak rencana revisi UU Parpol oleh DPR. Menurutnya, sikap KPU sudah benar dengan tidak menerima rekomendasi Komisi II DPR lantaran taat pada UU yang sudah dibuat dan disahkan. ”KPU sudah benar itu tetap berpegang pada UU, jangan ubah lagi UU Parpol. Jangan lagi ganggu-ganggu KPU,” ujarnya. Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Jakarta Dimyati Natakusumah mengatakan, soal pencalonan di pilkada, pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berjalan.

Dia yakin PPP tidak ada masalah karena sebelum pendaftaran calon kepala daerah putusan inkracht sudah didapatkan. ”Insya Allah bulan Mei ini PPP sudah bisa inkracht asal Menkumham tidak banding lagi,” katanya.

Kiswondari/ dian ramdhani
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7925 seconds (0.1#10.140)