Menangkan Kontestasi ASEAN
A
A
A
Remy Sosiawanwijaya.
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Ketua Umum Himpro REESA, dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor. Institut Pertanian Bogor
Negara-negara ASEAN memiliki potensi yang sangat besar dan luar biasa. Selain memiliki pangsa pasar sebesar lebih dari 600 juta orang, ASEAN juga memiliki potensi menjadi basis produksi yang besar khususnya sektor agri dan manufaktur.
Indonesia sebagai negara ASEAN dituntut untuk memenangkan persaingan regional ASEAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 merupakan tantangan awal Indonesia untuk meningkatkan adrenalinnya dan mulai memikirkan strategi memenangkan persaingan. Saat ini Indonesia berada di posisi ke-34 dunia dalam indeks daya saing. Tetapi, posisi ini masih kalah dibandingkan tiga negara ASEAN lainnya. Penjabarannya bisa dilihat yakni Singapura di peringkat kedua, Malaysia di peringkat ke-20, dan Thailand di peringkat ke-31.
Menjadi kekhawatiran bersama bahwa Indonesia akan kalah bersaing di tingkat ASEAN yang akhir 2015 ini segera dimulai dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Untuk memenangkan kompetisi regional ASEAN ini, Indonesia dapat melakukan beberapa hal. Pertama, siapkan mental. Mengapa harus siap mental?
Dengan dimulainya MEA 2015, tingkat kompetisi akan semakin tinggi, bukan hanya kompetisi produk melainkan kompetisi sumber daya manusia (SDM). Kedua, tingkatkan daya saing masyarakat. Poin ini bisa kita lakukan dengan memulai menguasai bahasa asing, misal Inggris, Jerman, dan Thailand. Mempelajari bahasa negara lain bukan berarti seseorang kehilangan rasa nasionalismenya.
Dengan menguasai bahasa asing, seseorang akan memiliki nilai tambah dalam percaturan tenaga ahli di negara-negara ASEAN. Selain itu, seseorang juga harus meningkatkan skill-nya. Jumlah manusia yang begitu besar yang dimiliki Indonesia tanpa diiringi peningkatan kualitas hanya akan menjadi beban pemerintah yang sulit dimanfaatkan memenuhi kebutuhan sektor industri dan jasa. Ketiga, mulai menjalin kemitraan yang strategis. Ibarat sebuah lahan pertanian, ASEAN adalah lahan yang sangat luas dan subur.
Indonesia tidak dapat mengelolanya sendiri, tetapi membutuhkan bantuan dan mitra sehingga dapat menghasilkan output yang baik. Tentu mitra yang memiliki visi yang sama serta menguntungkan Indonesia misalnya saja kerja sama dalam perdagangan komoditas-komoditas strategis, jasa, maupun manufaktur.
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Ketua Umum Himpro REESA, dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor. Institut Pertanian Bogor
Negara-negara ASEAN memiliki potensi yang sangat besar dan luar biasa. Selain memiliki pangsa pasar sebesar lebih dari 600 juta orang, ASEAN juga memiliki potensi menjadi basis produksi yang besar khususnya sektor agri dan manufaktur.
Indonesia sebagai negara ASEAN dituntut untuk memenangkan persaingan regional ASEAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 merupakan tantangan awal Indonesia untuk meningkatkan adrenalinnya dan mulai memikirkan strategi memenangkan persaingan. Saat ini Indonesia berada di posisi ke-34 dunia dalam indeks daya saing. Tetapi, posisi ini masih kalah dibandingkan tiga negara ASEAN lainnya. Penjabarannya bisa dilihat yakni Singapura di peringkat kedua, Malaysia di peringkat ke-20, dan Thailand di peringkat ke-31.
Menjadi kekhawatiran bersama bahwa Indonesia akan kalah bersaing di tingkat ASEAN yang akhir 2015 ini segera dimulai dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Untuk memenangkan kompetisi regional ASEAN ini, Indonesia dapat melakukan beberapa hal. Pertama, siapkan mental. Mengapa harus siap mental?
Dengan dimulainya MEA 2015, tingkat kompetisi akan semakin tinggi, bukan hanya kompetisi produk melainkan kompetisi sumber daya manusia (SDM). Kedua, tingkatkan daya saing masyarakat. Poin ini bisa kita lakukan dengan memulai menguasai bahasa asing, misal Inggris, Jerman, dan Thailand. Mempelajari bahasa negara lain bukan berarti seseorang kehilangan rasa nasionalismenya.
Dengan menguasai bahasa asing, seseorang akan memiliki nilai tambah dalam percaturan tenaga ahli di negara-negara ASEAN. Selain itu, seseorang juga harus meningkatkan skill-nya. Jumlah manusia yang begitu besar yang dimiliki Indonesia tanpa diiringi peningkatan kualitas hanya akan menjadi beban pemerintah yang sulit dimanfaatkan memenuhi kebutuhan sektor industri dan jasa. Ketiga, mulai menjalin kemitraan yang strategis. Ibarat sebuah lahan pertanian, ASEAN adalah lahan yang sangat luas dan subur.
Indonesia tidak dapat mengelolanya sendiri, tetapi membutuhkan bantuan dan mitra sehingga dapat menghasilkan output yang baik. Tentu mitra yang memiliki visi yang sama serta menguntungkan Indonesia misalnya saja kerja sama dalam perdagangan komoditas-komoditas strategis, jasa, maupun manufaktur.
(ars)