JK Beri Sinyal Reshuffle Kabinet
A
A
A
JAKARTA - Isu reshuffle kembali menerpa Kabinet Kerja. Bahkan, wacana teranyar tentang pergantian para menteri pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi)- Wapres Jusuf Kalla (JK) tersebut disampaikan langsung JK.
Sejumlah kalangan, termasuk partai pendukung utama, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), melihat saat ini reshuffle sudah tidak bisa dihindarkan. ”Ya tentu dalam waktu ke depan ini, karena banyak perlu peningkatan kinerja tentu dibutuhkan orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,” ujar JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.
Hanya, kapan dan menteri apa saja yang bakal di-reshuffle , termasuk kemungkinan reshuffle tim ekonomi, JK belum memastikan. Dia juga tidak merinci kriteria menteri seperti apa yang akan digeser maupun dicopot dari jabatannya. ”Belum kita bicarakan, waktunya juga belum. Tentu pada waktunya apabila dipandang perlu. Belum ada pembicaraan (lebih lanjut),” katanya.
Presiden Jokowi yang dikonfirmasi wacana reshuffle menolak berkomentar. Presiden hanya tertawa dan menjawab pertanyaan dengan singkat.”Hehe.. apa ha? Ya (reshuffle ) tanyakan ke Pak JK, masa tanya saya,” ujar Jokowi seusai melepas Tim Nusantara Sehat di Istana Negara tadi malam. Namun, Deputi IV bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Kepresidenan Eko Sulistyo memberikan sinyal senada dengan JK tentang adanya rencana reshuffle . Menurut dia, perombakan kabinet bisa saja dilakukan minggu ini atau dalam waktu sebulan ke depan.
”Dekat itu bisa seminggu, sebulan, iya kan, dan pokoknya reshuffle ituhakprerogatif presiden,” tambahnya. Dia menuturkan, selama enam bulan terakhir Presiden sudah memahami kinerja para menterinya. Menurut Eko, Presiden memiliki parameter tersendiri untuk menilai kinerja menterinya. Dia pun mengungkapkan menteri yang akan direshuffle merupakan menteri yang menjadi sorotan masyarakat saat ini.
Kemarin Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian Hendrawan Supratikno kembali menegaskan dorongannya terhadap reshuffle. Dalam pandangannya, pernyataan JK soal kemungkinan reshuffle kabinet adalah realistis. Pasalnya, Presiden dan Wapres lah yang merasakan langsung perlu tidaknya melakukan reshuffle atas beberapa menteri yang kinerjanya kurang optimal. Bahkan, Hendrawan mengaku persoalan tersebut sudah dikomunikasikan ke PDIP dan partai pendukung lainnya.
Sayangnya, dia tidak mau mengungkap siapa saja menteri yang di kinerjanya tidak dianggap tidak sesuai harapan. ”PDIP tidak boleh mencampuri atau mendahului sistem ketatanegaraan di Indonesia dengan menyebut nama-nama menteri yang harus di-reshuffle,” kata Hendrawan. PDIP sudah membuat kajian secara internal sektor mana saja yang harus di-reshuffle. Dari hasil kajian itu, kata dia, ada empat hal yang patut mendapatkan tindakan dari Presiden.
Pertama , karena ada menteri yang salah tempat atau salah posisi. Kedua , ada menteri yang gamang dalam arti ada tarikmenarik kepentingan yang dibebankanpada sangmenteri, yakni antara kepentingan Nawacita di satu sisi dan kepentingan sponsor politik di sisi lainnya. Ketiga, kurva belajar menteri yang datar. Artinya, jam terbang dari menteri bersangkutan rendah, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan kinerja yang masih sangat kurang. Sedangkan keempat, ada menteri yang tidak hanya terbiasa ikut acara seremonial saja tanpa memahami substansi tugas yang diembannya.
”Jadi memang dengan kondisi seperti itu, rencana melakukan reshuffle hanya pertimbangan waktu saja,” ujarnya. Pernyataan JK yang memberi sinyal tentang reshuffle sangat menarik karena sebelumnya selalu menangkis setiap muncul desakan evaluasi dan reshuffle kabinet, termasuk merespons hasil polling Poltracking Indonesia dan Indo Barometer yang menemukan mayoritas masyarakat tidak puas dengan enam bulan kinerja pemerintahan.
Ketidakpuasan publik disebabkan tak diimplementasikannya Nawacita dalam program kebijakan pemerintah, dan sejumlah kebijakan ekonomi. Selain hasil survei, wacana reshuffle juga didorong sejumlah elite parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) selaku pengusung dan pendukung pemerintah, yakni PDIP, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Hanura.
Selain itu, beberapa elite parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) juga melontarkan dorongan yang sama. Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana (UMB) Heri Budianto menilai, melihat berbagai indikator yang ada, reshuffle memang perlu dilakukan dalam pemerintahan Jokowi- JK. Menurut dia, saat ini Presiden perlu melakukan penilaian menyeluruh terhadap kinerja menteri.
”Presiden harus memiliki indikator penilaian yang jelas yang mengacu pada program Presiden yang berlandas pada Nawacita dan Trisakti. Itu adalah cara paling mudah dan indikator Presiden melakukan evaluasi kepada para menterinya,” katanya. Presiden Jokowi, kata dia, jangan mengganti menteri tanpa ada indikator penilaian yang jelas. Sekarang yang bisa dilihat dari pasar, misalnya, memang ekonomi melemah. Atas kondisi itu, pertanyaannya apakah para menteri sudah memiliki acuan kerja yang jelas untuk mengejar target mereka.
”Saya justru khawatir jangan-jangan menteri itu tidak memiliki target capaian kerja, sehingga bekerja juga masihbelum move on,” ujarnya. Karena itu, Direktur Eksekutif Political Communication (Polco- MM) Institute ini menilai sinyal yang diberikan Wapres terkait reshuffle itu positif untuk mencari orang-orang terbaik di kabinet yang mampu bekerja maksimal. Untuk itu, dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi perlu betul-betul memiliki instrumen penilaian kerja kabinetnya, lalu mengevaluasi, dan jika tak memenuhi capaian maka menteri tersebut diganti.
Menteri Pasrah
Menko Perekonomian Sofyan Djalil yang dikonfirmasi wacana reshuffle untuk tim ekonomi secara diplomatis mengatakan dirinya tidak bisa mengomentari hak prerogatif presiden. Namun, dia memastikan Presiden sampai saat ini belum mengomunikasikan rencana perombakan menteri ekonomi.
Sofyan menegaskan, dalam sistem evaluasi kabinet, mantan menteri BUMN ini meyakini Presiden Jokowi dan Wapres JK memiliki mekanisme sendiri. ”Kan ini kita sudah bekerja dengan Presiden- Wapres enam bulan. Enam bulan itu sudah tahulah performa setiap orang, jadi saya pikir Presiden sendiri yang berikan penilaian,” jelasnya.
Mengenai kinerja bidang perekonomian yang belakangan banyak mendapat sorotan, Sofyan menyatakan hal tersebut akibat beberapa faktor eksternal dan internal, bukan hanya faktor menteri semata. Faktor eksternal dimaksud antara lain akibat kondisi komunitas dunia yang turun, Uni Eropa yang sedang sakit, pertumbuhan China yang rendah sehingga memengaruhi daya beli ekspor dalam negeri.
Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said mengaku siap untuk dicopot dari jabatannya. Dia mengaku sepenuhnya menyerahkan nasibnya kepada Presiden Jokowi yang menilai kinerjanya selama ini.
”Kalau bekerja tidak siap diganti itu, tidak usah kerja. Jadi yang namanya bekerja itu kan ada waktunya diangkat ada waktunya diganti, diberhentikan. Jadi, saya serahkan ke Presiden. Yang penting, kita jalankan tugas dengan fokus saja,” jelasnya.
Rarasati syarief/ rahmat sahid
Sejumlah kalangan, termasuk partai pendukung utama, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), melihat saat ini reshuffle sudah tidak bisa dihindarkan. ”Ya tentu dalam waktu ke depan ini, karena banyak perlu peningkatan kinerja tentu dibutuhkan orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,” ujar JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.
Hanya, kapan dan menteri apa saja yang bakal di-reshuffle , termasuk kemungkinan reshuffle tim ekonomi, JK belum memastikan. Dia juga tidak merinci kriteria menteri seperti apa yang akan digeser maupun dicopot dari jabatannya. ”Belum kita bicarakan, waktunya juga belum. Tentu pada waktunya apabila dipandang perlu. Belum ada pembicaraan (lebih lanjut),” katanya.
Presiden Jokowi yang dikonfirmasi wacana reshuffle menolak berkomentar. Presiden hanya tertawa dan menjawab pertanyaan dengan singkat.”Hehe.. apa ha? Ya (reshuffle ) tanyakan ke Pak JK, masa tanya saya,” ujar Jokowi seusai melepas Tim Nusantara Sehat di Istana Negara tadi malam. Namun, Deputi IV bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Kepresidenan Eko Sulistyo memberikan sinyal senada dengan JK tentang adanya rencana reshuffle . Menurut dia, perombakan kabinet bisa saja dilakukan minggu ini atau dalam waktu sebulan ke depan.
”Dekat itu bisa seminggu, sebulan, iya kan, dan pokoknya reshuffle ituhakprerogatif presiden,” tambahnya. Dia menuturkan, selama enam bulan terakhir Presiden sudah memahami kinerja para menterinya. Menurut Eko, Presiden memiliki parameter tersendiri untuk menilai kinerja menterinya. Dia pun mengungkapkan menteri yang akan direshuffle merupakan menteri yang menjadi sorotan masyarakat saat ini.
Kemarin Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian Hendrawan Supratikno kembali menegaskan dorongannya terhadap reshuffle. Dalam pandangannya, pernyataan JK soal kemungkinan reshuffle kabinet adalah realistis. Pasalnya, Presiden dan Wapres lah yang merasakan langsung perlu tidaknya melakukan reshuffle atas beberapa menteri yang kinerjanya kurang optimal. Bahkan, Hendrawan mengaku persoalan tersebut sudah dikomunikasikan ke PDIP dan partai pendukung lainnya.
Sayangnya, dia tidak mau mengungkap siapa saja menteri yang di kinerjanya tidak dianggap tidak sesuai harapan. ”PDIP tidak boleh mencampuri atau mendahului sistem ketatanegaraan di Indonesia dengan menyebut nama-nama menteri yang harus di-reshuffle,” kata Hendrawan. PDIP sudah membuat kajian secara internal sektor mana saja yang harus di-reshuffle. Dari hasil kajian itu, kata dia, ada empat hal yang patut mendapatkan tindakan dari Presiden.
Pertama , karena ada menteri yang salah tempat atau salah posisi. Kedua , ada menteri yang gamang dalam arti ada tarikmenarik kepentingan yang dibebankanpada sangmenteri, yakni antara kepentingan Nawacita di satu sisi dan kepentingan sponsor politik di sisi lainnya. Ketiga, kurva belajar menteri yang datar. Artinya, jam terbang dari menteri bersangkutan rendah, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan kinerja yang masih sangat kurang. Sedangkan keempat, ada menteri yang tidak hanya terbiasa ikut acara seremonial saja tanpa memahami substansi tugas yang diembannya.
”Jadi memang dengan kondisi seperti itu, rencana melakukan reshuffle hanya pertimbangan waktu saja,” ujarnya. Pernyataan JK yang memberi sinyal tentang reshuffle sangat menarik karena sebelumnya selalu menangkis setiap muncul desakan evaluasi dan reshuffle kabinet, termasuk merespons hasil polling Poltracking Indonesia dan Indo Barometer yang menemukan mayoritas masyarakat tidak puas dengan enam bulan kinerja pemerintahan.
Ketidakpuasan publik disebabkan tak diimplementasikannya Nawacita dalam program kebijakan pemerintah, dan sejumlah kebijakan ekonomi. Selain hasil survei, wacana reshuffle juga didorong sejumlah elite parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) selaku pengusung dan pendukung pemerintah, yakni PDIP, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Hanura.
Selain itu, beberapa elite parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) juga melontarkan dorongan yang sama. Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana (UMB) Heri Budianto menilai, melihat berbagai indikator yang ada, reshuffle memang perlu dilakukan dalam pemerintahan Jokowi- JK. Menurut dia, saat ini Presiden perlu melakukan penilaian menyeluruh terhadap kinerja menteri.
”Presiden harus memiliki indikator penilaian yang jelas yang mengacu pada program Presiden yang berlandas pada Nawacita dan Trisakti. Itu adalah cara paling mudah dan indikator Presiden melakukan evaluasi kepada para menterinya,” katanya. Presiden Jokowi, kata dia, jangan mengganti menteri tanpa ada indikator penilaian yang jelas. Sekarang yang bisa dilihat dari pasar, misalnya, memang ekonomi melemah. Atas kondisi itu, pertanyaannya apakah para menteri sudah memiliki acuan kerja yang jelas untuk mengejar target mereka.
”Saya justru khawatir jangan-jangan menteri itu tidak memiliki target capaian kerja, sehingga bekerja juga masihbelum move on,” ujarnya. Karena itu, Direktur Eksekutif Political Communication (Polco- MM) Institute ini menilai sinyal yang diberikan Wapres terkait reshuffle itu positif untuk mencari orang-orang terbaik di kabinet yang mampu bekerja maksimal. Untuk itu, dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi perlu betul-betul memiliki instrumen penilaian kerja kabinetnya, lalu mengevaluasi, dan jika tak memenuhi capaian maka menteri tersebut diganti.
Menteri Pasrah
Menko Perekonomian Sofyan Djalil yang dikonfirmasi wacana reshuffle untuk tim ekonomi secara diplomatis mengatakan dirinya tidak bisa mengomentari hak prerogatif presiden. Namun, dia memastikan Presiden sampai saat ini belum mengomunikasikan rencana perombakan menteri ekonomi.
Sofyan menegaskan, dalam sistem evaluasi kabinet, mantan menteri BUMN ini meyakini Presiden Jokowi dan Wapres JK memiliki mekanisme sendiri. ”Kan ini kita sudah bekerja dengan Presiden- Wapres enam bulan. Enam bulan itu sudah tahulah performa setiap orang, jadi saya pikir Presiden sendiri yang berikan penilaian,” jelasnya.
Mengenai kinerja bidang perekonomian yang belakangan banyak mendapat sorotan, Sofyan menyatakan hal tersebut akibat beberapa faktor eksternal dan internal, bukan hanya faktor menteri semata. Faktor eksternal dimaksud antara lain akibat kondisi komunitas dunia yang turun, Uni Eropa yang sedang sakit, pertumbuhan China yang rendah sehingga memengaruhi daya beli ekspor dalam negeri.
Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said mengaku siap untuk dicopot dari jabatannya. Dia mengaku sepenuhnya menyerahkan nasibnya kepada Presiden Jokowi yang menilai kinerjanya selama ini.
”Kalau bekerja tidak siap diganti itu, tidak usah kerja. Jadi yang namanya bekerja itu kan ada waktunya diangkat ada waktunya diganti, diberhentikan. Jadi, saya serahkan ke Presiden. Yang penting, kita jalankan tugas dengan fokus saja,” jelasnya.
Rarasati syarief/ rahmat sahid
(ars)