Galeri Apik Pamerkan Batik Berusia Tua
A
A
A
JAKARTA - Batik berusia 95 tahun berjenis batik tulis dipamerkan di Galeri Apik, kawasan Radio Dalam, Jakarta. Pameran karya seni ini adalah event ke-43 kali di galeri. Pameran ini, juga diisi dengan seni lukis dan kain tenun berusia di atas 50 tahun dan kebaya antik.
Direktur Galeri Apik, Rahmat mengatakan, kain batik dan tenun adalah bagian dari karya seni, budaya dan desain tradisi. Hanya saja menggunakan media kain, malam, pewarna yang terkadang alami dan canting.
"Jenis batik tulis asli Oey Soe Tjoen dan Kopi Tutung. Jadi yang dipamerkan itu semuanya adalah kain unggulan (wastra prima)," ujar Rahmat, dalam pembukaan pameran bertajuk "Small Bites" di Galeri Apik, Plaza Radio Dalam 3A, Jakarta, beberapa waktu lalu yang disampaikan melalui siaran persnya, Senin (4/5/2015).
Menurutnya, pameran kali ini sangat tepat, karena berkaitan dengan peringatan Hari Kartini. Dia menambahkan, pameran ini dirinya sengaja mengangkat tema Small Bites, karena lukisan yang dipamerkan seluruhnya berukuran kecil, tidak lebih dari 90cm x 90cm. Namun, sebagian besar adalah karya old master (seniman ternama) dan maestro yang menggugah hati sangat menggigit.
Dia menyebutkan beberapa diantaranya yaang dipamerkan adalah Popo Iskandar, Nashar, Gerard Pieter Adolfs, Sunaryo, Made Wianta, Willem Gerard Hofker, Rustamadji, Arie Smit, Leo Eland, HAL Wichers, Willem Imandt, dan Rudolf Bonnet dan Lee Man Fong dan Soedibio.
Sementara kain yang dipamerkan adalah kebaya antik, kain tenun wastra nusantara berusia di atas 40, dan koleksi batik-batik tua berusia di atas 80 tahun dari kawasan atau daerah perancang terkenal zaman itu.
Dia menambahkan, dari sisi modal, membeli kain batik butuh waktu lebih lama, namun biaya lebih murah ketimbang lukisan. Sayangnya, kata dia, masih banyak kolektor salah beli tekstil printing bermotif mirip batik dikira batik tulis.
Tapi, lanjut Rahmat, ketika kain bertambah tua dan dijual kepada kolektor batik lain, maka harganya bisa saja setara atau bahkan lebih tinggi dari lukisan tertentu akibat sangat langka.
"Apalagi batik sangat identik dengan Indonesia, sangat khas Indonesia. Jadi pasarnya sangat luas dan beberapa investor kolektor negara asing seperti Jepang, Amerika, Australia dan negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia sangat antusias mengumpulkannya sejak puluhan tahun lalu," ucapnya.
Direktur Galeri Apik, Rahmat mengatakan, kain batik dan tenun adalah bagian dari karya seni, budaya dan desain tradisi. Hanya saja menggunakan media kain, malam, pewarna yang terkadang alami dan canting.
"Jenis batik tulis asli Oey Soe Tjoen dan Kopi Tutung. Jadi yang dipamerkan itu semuanya adalah kain unggulan (wastra prima)," ujar Rahmat, dalam pembukaan pameran bertajuk "Small Bites" di Galeri Apik, Plaza Radio Dalam 3A, Jakarta, beberapa waktu lalu yang disampaikan melalui siaran persnya, Senin (4/5/2015).
Menurutnya, pameran kali ini sangat tepat, karena berkaitan dengan peringatan Hari Kartini. Dia menambahkan, pameran ini dirinya sengaja mengangkat tema Small Bites, karena lukisan yang dipamerkan seluruhnya berukuran kecil, tidak lebih dari 90cm x 90cm. Namun, sebagian besar adalah karya old master (seniman ternama) dan maestro yang menggugah hati sangat menggigit.
Dia menyebutkan beberapa diantaranya yaang dipamerkan adalah Popo Iskandar, Nashar, Gerard Pieter Adolfs, Sunaryo, Made Wianta, Willem Gerard Hofker, Rustamadji, Arie Smit, Leo Eland, HAL Wichers, Willem Imandt, dan Rudolf Bonnet dan Lee Man Fong dan Soedibio.
Sementara kain yang dipamerkan adalah kebaya antik, kain tenun wastra nusantara berusia di atas 40, dan koleksi batik-batik tua berusia di atas 80 tahun dari kawasan atau daerah perancang terkenal zaman itu.
Dia menambahkan, dari sisi modal, membeli kain batik butuh waktu lebih lama, namun biaya lebih murah ketimbang lukisan. Sayangnya, kata dia, masih banyak kolektor salah beli tekstil printing bermotif mirip batik dikira batik tulis.
Tapi, lanjut Rahmat, ketika kain bertambah tua dan dijual kepada kolektor batik lain, maka harganya bisa saja setara atau bahkan lebih tinggi dari lukisan tertentu akibat sangat langka.
"Apalagi batik sangat identik dengan Indonesia, sangat khas Indonesia. Jadi pasarnya sangat luas dan beberapa investor kolektor negara asing seperti Jepang, Amerika, Australia dan negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia sangat antusias mengumpulkannya sejak puluhan tahun lalu," ucapnya.
(kur)