Penyelesaian Kasus Novel Baswedan Harus secara Hukum

Senin, 04 Mei 2015 - 11:49 WIB
Penyelesaian Kasus Novel Baswedan Harus secara Hukum
Penyelesaian Kasus Novel Baswedan Harus secara Hukum
A A A
JAKARTA - Upaya intervensi sejumlah pihak dalam kasus penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dinilai kurang tepat.

Untuk membuktikan Novel bersalah atau tidak, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh, yakni dengan jalur praperadilan. Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir menilai pimpinan penegak hukum seharusnya memahami bahwa dalam menghadapi perkara hukum, mekanismenya tentu melalui jalur hukum.

Mudzakkir mengkritik upayaupaya di luar hukum seperti diplomasi politik atau pemberian jaminan pimpinan KPK terhadap kasus yang menimpa anggotanya. “Apa pimpinan itu bisa menjamin anggotanya suci 100% dari masalah hukum? Lebih baik mengumpulkan bukti daripada membangun opini,” kata Mudzakkir kepada KORAN SINDO kemarin.

Dia menilai intervensi Presiden Joko Widodo dan pemberian jaminan oleh pimpinan KPK itu di samping menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia juga berisiko terhadap tumbuhnya aparat penegak hukum yang kebal hukum. Jika ini dibiarkan, aparat hukum akan semakin berani dalam melakukan pelanggaran hukum.

Mereka berkeyakinan pimpinan atau atasannya akan melindungi perbuatan melawan hukum itu dan membebaskannya dari jerat hukum. “KPK seperti itu, nanti Polri juga ikut seperti itu, setiap pimpinan akan melindungi anak buahnya yang melawan hukum,” ujar Mudzakkir.

Dia juga mendesak agar istilah kriminalisasi segera dihilangkan. Dalam pandangan Mudzakkir, istilah kriminalisasi pada kenyataannya dijadikan sebagai upaya untuk menggalang opini publik dengan menabrak aturan hukum, untuk mengesahkan perbuatan melawan hukum seseorang. Masyarakat diajak untuk tidak memercayai hukum.

Istilah kriminalisasi itu, menurutnya, membohongi rakyat. “Kalau tidak ada perbuatannya, itu bisa dikatakan kriminalisasi. Tapi kalau perbuatannya ada, kasusnya ada, jangan dikatakan kriminalisasi. Kalau tidak ditangani, justru polisi yang salah,” tandasnya. Sementara itu, setelah penanahan Novel ditangguhkan, tim kuasa hukum Novel berencana mengajukan gugatan praperadilan kepolisian.

Salah satu kuasa hukum Novel Baswedan, Bahrain, menyatakan penangkapan dan penahanan Novel tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Para kuasa hukum sebelumnya memprotes penyidik kepolisian karena mereka tidak bisa mengikuti dan mendampingi proses hukum Novel sejak awal.

Kendati pesimistis praperadilan bisa melepaskan Novel dari jerat hukum, Bahrain menilai upaya hukum itu akan tetap dipertimbangkan. “Pengalaman kita, sudah berkalikali mengajukan praperadilan, tetapi selalu gagal. Rasanya tidak ada yang berhasil di praperadilan, kecuali BG (Budi Gunawan),” ungkapnya.

Bagi para pengacara, status Novel sampai saat ini belum diperiksa. Sebab sejak penangkapan baik di Bareskrim maupun hingga di Bengkulu, Novel menolak untuk diperiksa dan melakoni adegan rekonstruksi kejadian perkara di tempat kejadian perkara (TKP). “Apanya yang mau direkonstruksi jika diperiksa saja belum. Yang ada hanyalah surat penahanan. Novel tidak diberi haknya untuk didampingi pengacara. Polri tidak kooperatif,” ungkap Direktur Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

M Isnur, penasihat hukum Novel lainnya, mengaku rencana pengajuan praperadilan masih didiskusikan dahulu dengan kuasa hukum yang lain. Hal ini tak berlebihan karena jumlah pengacara Novel mencapai 63 orang. Sementara itu, setelah ditangguhkan penahanannya, kemarin Novel lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul dengan keluarga di kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Berkas ke Kejagung

Setelah Novel ditangkap dan diperiksa Jumat (1/5), penyidik Bareskrim Mabes Polri menilai berkas perkara Novel akan segera diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Kepala Bidang Produksi dan Dokumentasi Mabes Polri Komisaris Besar (Kombes) Hilman Thayib menegaskan, rangkaian pemeriksaan terhadap Novel, sejak dari Bareskrim sampai di Bengkulu, merupakan respons dari petunjuk Kejagung untuk melengkapi berkas perkara Novel.

“Kalau penyidik sudah merasa cukup dan yakin, berkas perkara akan langsung diserahkan ke Kejagung. Nanti saya kroscek ke penyidik,” kata Hilman Thayib. Kejagung sebelumnya mengembalikan berkas perkara Novel ke Bareskrim dengan memberikan dua petunjuk, yaitu penambahan keterangan dan rekonstruksi kejadian.

Petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu lantas dijadikan dasar Bareskrim untuk melakukan penangkapan terhadap Novel. Menurut Hilman, perkara Novel Baswedan saat ini berada dalam kewenangan Kejagung. “Kita sudah masak, tapi dari Kejagung bilang masakan itu kurang garam, ya kita tambah garam biar masakan itu enak,” katanya.

Hilman membantah pihaknya dikatakan membangkang dari instruksi Presiden. Menurut dia, instruksi Presiden tidak ada yang mengisyaratkan untuk menghentikan kasus Novel. Justru, menurut Hilman, Presiden meminta kepada Polri untuk menuntaskan kasus Novel secara transparan. “Ya kita tuntaskan secara transparan. Kalau tidak kita tuntaskan justru salah karena tidak mengikuti perintah Presiden,” katanya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Komponas) Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya siap mengevaluasi jajaran kepolisian seusai penangkapan dan penahanan terhadap Novel Baswedan. Tjahjo yang juga Menteri Dalam Negeri ini mengatakan rapat antaranggota Kompolnas akan digelar secepatnya guna membahas konflik Polri dan KPK tersebut. “Minggu depan kita akan kumpul di salah satu tempat di Puncak, mengundang perwakilan Kompolnas seluruh Indonesia,” katanya.

Novel sebelumnya ditangkap petugas Bareskrim karena dua kali mangkir dari pemeriksaan atas kasus penganiayaan hingga mengakibatkan meninggal dunia terhadap seseorang pada 2004 di Bengkulu.

Khoirul muzakki/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6207 seconds (0.1#10.140)