MA dan KY Didesak Aktif Awasi Hakim
A
A
A
JAKARTA - Praktik mafia kasus yang diduga telah melibatkan oknum lembaga peradilan dinilai sangat memprihatinkan. Karena itu, pengawasan internal lembaga peradilan harus diperkuat dan dipertajam.
Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) harus aktif mengawasi kinerja aparat peradilan. ”Mestinya badan pengawas di MA bukan hanya menunggu laporan saja. Tanpa laporan mestinya bisa mengawasi. Harus aktif, jangan pasif, begitu juga dengan KY,” ungkap pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada KORAN SINDO kemarin.
Sejak reformasi, lanjutnya, peradilan ada di dalam satu naungan, yaitu MA. Fungsi pengawasan terhadap hakim pun ada di situ selain KY. Menurut dia, dalam peradilan ada tiga fungsi, yaitu fungsi mengadili (hakim), administrasi (panitera), dan pelaksana putusan (judistra). Ketiganya, menurut Abdul, sangat rawan menyalahgunakan wewenang.
”Sangat mungkin orang internal peradilan menjadi makelar kasus. Karena hubungannya sangat dekat antara panitera dengan hakim,” paparnya. Menurut dia, sinyalemen mafia kasus ada di lingkup internal peradilan itu bisa dipastikan 100% benar karena orang lain tidak bisa mengakses. Namun dia juga menyatakan bahwa makelar kasus tidak hanya ada di lingkup internal saja, bisa juga dari pihak luar.
Orang luar yang punya kedekatan langsung dengan hakim bisa juga menyuap hakim secara langsung. ”Bisa jadi ada kedekatan dengan hakim secara khusus,” ujarnya. Bahkan pengacara sekalipun berpotensi menjadi makelar kasus. Sebab pengacara memiliki akses besar menghubungi hakim.
Hal senada diungkapkan pengamat hukum UII Mudzakkir. Menurut dia, mafia kasus itu dapat dirasakan kehadirannya, tetapi sulit dibuktikan. ”Masyarakat bisa merasakan itu ada, cuma memang mafia sulit dibuktikan. Karena itu ada di lingkup internal penegak hukum sendiri. Kalau itu terbongkar, dia juga akan kena. Kalau membongkar mafia peradilan sama saja membongkar aib sendiri,” ujarnya.
Menurut Mudzakkir, peran KY dalam mengawasi penegak hukum tidak hanya terbatas pada kode etik saja. KY pun bisa melakukan investigasi atas dugaan penyimpangan yang dilakukan hakim. ”KY punya wewenang melakukan investigasi terhadap kemungkinan orang itu melakukan tindak pidana suap dalam proses pengambilan keputusan,” tandasnya.
Hanya saja Mudzakkir menyayangkan selama ini sanksi yang dijatuhkan KY terhadap hakim masih kurang maksimal. ”Hakim yang melanggar kode etik sanksinya tidak begitu tegas,” paparnya. Menurut dia, sebenarnya tugas menangani tindak pidana, termasuk dugaan suap ada di wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, KPK pun seharusnya turun tangan untuk memberantas praktik mafia kasus ini.
”Sebenarnya tanggung jawab untuk memberantas ada di KPK. Karena itu, KPK harus turun tangan jika memang terjadi penyuapan terhadap penegak hukum,” ujarnya.
Hasyim ashari
Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) harus aktif mengawasi kinerja aparat peradilan. ”Mestinya badan pengawas di MA bukan hanya menunggu laporan saja. Tanpa laporan mestinya bisa mengawasi. Harus aktif, jangan pasif, begitu juga dengan KY,” ungkap pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada KORAN SINDO kemarin.
Sejak reformasi, lanjutnya, peradilan ada di dalam satu naungan, yaitu MA. Fungsi pengawasan terhadap hakim pun ada di situ selain KY. Menurut dia, dalam peradilan ada tiga fungsi, yaitu fungsi mengadili (hakim), administrasi (panitera), dan pelaksana putusan (judistra). Ketiganya, menurut Abdul, sangat rawan menyalahgunakan wewenang.
”Sangat mungkin orang internal peradilan menjadi makelar kasus. Karena hubungannya sangat dekat antara panitera dengan hakim,” paparnya. Menurut dia, sinyalemen mafia kasus ada di lingkup internal peradilan itu bisa dipastikan 100% benar karena orang lain tidak bisa mengakses. Namun dia juga menyatakan bahwa makelar kasus tidak hanya ada di lingkup internal saja, bisa juga dari pihak luar.
Orang luar yang punya kedekatan langsung dengan hakim bisa juga menyuap hakim secara langsung. ”Bisa jadi ada kedekatan dengan hakim secara khusus,” ujarnya. Bahkan pengacara sekalipun berpotensi menjadi makelar kasus. Sebab pengacara memiliki akses besar menghubungi hakim.
Hal senada diungkapkan pengamat hukum UII Mudzakkir. Menurut dia, mafia kasus itu dapat dirasakan kehadirannya, tetapi sulit dibuktikan. ”Masyarakat bisa merasakan itu ada, cuma memang mafia sulit dibuktikan. Karena itu ada di lingkup internal penegak hukum sendiri. Kalau itu terbongkar, dia juga akan kena. Kalau membongkar mafia peradilan sama saja membongkar aib sendiri,” ujarnya.
Menurut Mudzakkir, peran KY dalam mengawasi penegak hukum tidak hanya terbatas pada kode etik saja. KY pun bisa melakukan investigasi atas dugaan penyimpangan yang dilakukan hakim. ”KY punya wewenang melakukan investigasi terhadap kemungkinan orang itu melakukan tindak pidana suap dalam proses pengambilan keputusan,” tandasnya.
Hanya saja Mudzakkir menyayangkan selama ini sanksi yang dijatuhkan KY terhadap hakim masih kurang maksimal. ”Hakim yang melanggar kode etik sanksinya tidak begitu tegas,” paparnya. Menurut dia, sebenarnya tugas menangani tindak pidana, termasuk dugaan suap ada di wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, KPK pun seharusnya turun tangan untuk memberantas praktik mafia kasus ini.
”Sebenarnya tanggung jawab untuk memberantas ada di KPK. Karena itu, KPK harus turun tangan jika memang terjadi penyuapan terhadap penegak hukum,” ujarnya.
Hasyim ashari
(ftr)