Brigjen Didik Purnomo Divonis Lima Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Brigjen Pol Didik Purnomo divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor terkait kasus simulator SIM. Hal yang memberatkan ialah karena perbuatan yang dilakukannya tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun," kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK. Namun, ada beberapa hal yang meringankan hukuman Didik.
"Terdakwa berperilaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, terdakwa telah memiliki prestasi yang mendapatkan penghargaan dari pemerintah uang yang diperoleh terdakwa relatif kecil," ujar Ibnu.
Selain itu, majelis hakim Tipikor juga tidak sependapat dengan tuntutan JPU yang memohon pidana tambahan kepada Didik berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dalam jabatan politik.
"Karena menurut majelis hakim dengan telah dihukumnya terdakwa telah memenuhi rasa keadilan bagi diri terdakwa. Sehingga tidak perlu lagi dilakukan atau dihukum pencabutan hak-hak tertentu dalam jabatan publik. Hal ini akan diserahkan kepada masyarakan untuk menilai kelayakan pada diri terdakwa tersebut," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam Didik dituntut tujuh tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsidar enam bulan. Jaksa juga meminta hakim menghukum Didik untuk membayar uang pengganti Rp50 juta.
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayarkan setelah satu bulan putusannya berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita negara untuk dilelang. Bila belum mencukupi maka diganti dengan penjara selama dua tahun.
Jaksa menilai perbuatan Didik terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun," kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK. Namun, ada beberapa hal yang meringankan hukuman Didik.
"Terdakwa berperilaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, terdakwa telah memiliki prestasi yang mendapatkan penghargaan dari pemerintah uang yang diperoleh terdakwa relatif kecil," ujar Ibnu.
Selain itu, majelis hakim Tipikor juga tidak sependapat dengan tuntutan JPU yang memohon pidana tambahan kepada Didik berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dalam jabatan politik.
"Karena menurut majelis hakim dengan telah dihukumnya terdakwa telah memenuhi rasa keadilan bagi diri terdakwa. Sehingga tidak perlu lagi dilakukan atau dihukum pencabutan hak-hak tertentu dalam jabatan publik. Hal ini akan diserahkan kepada masyarakan untuk menilai kelayakan pada diri terdakwa tersebut," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam Didik dituntut tujuh tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsidar enam bulan. Jaksa juga meminta hakim menghukum Didik untuk membayar uang pengganti Rp50 juta.
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayarkan setelah satu bulan putusannya berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita negara untuk dilelang. Bila belum mencukupi maka diganti dengan penjara selama dua tahun.
Jaksa menilai perbuatan Didik terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.
(kri)