Ini Syarat Golkar dan PPP Bisa Ikut Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Konflik kepengurusan Partai Golkar dan PPP berdampak pada terancamnya dua partai ini tidak diikutsertakan menjadi peserta pilkada serentak yang bakal berlangsung akhir tahun ini.
Pengamat Politik Populi Center Nico Harjanto mengatakan, syarat dua partai lama ini bisa ikut pilkada adalah kedua belah pihak mau menyudahi konflik dan mengakui kepengurusan salah satu pihak.
"Oleh karena itu, kalau kepengurusan ini mereka lebih cinta kepada partai politik, mereka harusnya bisa melakukan akomodasi politik satu sama lain," ujar Nico usai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/4/2015).
Nico mengakui, konflik Golkar dan PPP tidak akan berangsur reda lantaran kedua belah pihak saling mengedepankan ego masing-masing. Di saat bersamaan, faktor status hukum mengklaim diri masing-masing sebagai pengurus yang paling sah.
Menurut dia, KPU sebagai lembaga penyelenggara pilkada tidak bisa disalahkan jika akhirnya harus mencoret keikutsertaan Golkar dan PPP dalam ajang pilkada. Sebab, logika hukum yang dipakai KPU mengacu kepada Undang-undang Pilkada dan Undang-undang Partai Politik.
KPU, lanjut dia, akan mendaftarkan partai politik sebagai peserta pemilu ketika badan hukum dan kepengurusan mereka disahkan pemerintah dalam hal ini terdaftar di Kemenkumham. Maka itu, syarat mutlak buat Golkar dan PPP menempuh jalur damai melalui mekanisme yang disediakan pemerintah.
"Tentu bagi pemerintah ini adalah suatu pekerjaan yang besar juga bahwa politik itu tidak bisa diserahkan kepada partai-partai politik," ungkapnya.
Dia menjelaskan, dalam Undang-undang Pilkada disebutkan ketentuan peserta pilkada adalah partai politik yang kepengurusannya terdaftar di Kemenkumham. Sayangnya, tambah dia, hingga mendekati pelaksanaan pilkada dua kubu masih saling menggugat. Hal inilah yang memungkinkan KPU bisa mencoret Golkar dan PPP sebagai peserta.
"Kemudian legalitas Menkumham yang ditunda pelaksanaannya, sehingga sifatnya status qou. Dalam konteks status qou ini, kita tidak mengenal kevakuman hukum. Oleh karena itu, ini harus segera diselesaikan oleh partai politik tersebut," pungkasnya.
Pengamat Politik Populi Center Nico Harjanto mengatakan, syarat dua partai lama ini bisa ikut pilkada adalah kedua belah pihak mau menyudahi konflik dan mengakui kepengurusan salah satu pihak.
"Oleh karena itu, kalau kepengurusan ini mereka lebih cinta kepada partai politik, mereka harusnya bisa melakukan akomodasi politik satu sama lain," ujar Nico usai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/4/2015).
Nico mengakui, konflik Golkar dan PPP tidak akan berangsur reda lantaran kedua belah pihak saling mengedepankan ego masing-masing. Di saat bersamaan, faktor status hukum mengklaim diri masing-masing sebagai pengurus yang paling sah.
Menurut dia, KPU sebagai lembaga penyelenggara pilkada tidak bisa disalahkan jika akhirnya harus mencoret keikutsertaan Golkar dan PPP dalam ajang pilkada. Sebab, logika hukum yang dipakai KPU mengacu kepada Undang-undang Pilkada dan Undang-undang Partai Politik.
KPU, lanjut dia, akan mendaftarkan partai politik sebagai peserta pemilu ketika badan hukum dan kepengurusan mereka disahkan pemerintah dalam hal ini terdaftar di Kemenkumham. Maka itu, syarat mutlak buat Golkar dan PPP menempuh jalur damai melalui mekanisme yang disediakan pemerintah.
"Tentu bagi pemerintah ini adalah suatu pekerjaan yang besar juga bahwa politik itu tidak bisa diserahkan kepada partai-partai politik," ungkapnya.
Dia menjelaskan, dalam Undang-undang Pilkada disebutkan ketentuan peserta pilkada adalah partai politik yang kepengurusannya terdaftar di Kemenkumham. Sayangnya, tambah dia, hingga mendekati pelaksanaan pilkada dua kubu masih saling menggugat. Hal inilah yang memungkinkan KPU bisa mencoret Golkar dan PPP sebagai peserta.
"Kemudian legalitas Menkumham yang ditunda pelaksanaannya, sehingga sifatnya status qou. Dalam konteks status qou ini, kita tidak mengenal kevakuman hukum. Oleh karena itu, ini harus segera diselesaikan oleh partai politik tersebut," pungkasnya.
(kri)