Kerja Sama Universitas Asing Harus Dikaji Ulang
A
A
A
JAKARTA - Perguruan tinggi di Indonesia diminta mengkaji ulang kerja sama dengan perguruan tinggi asing. Terutama jelang diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pengakuan bersama negara ASEAN harus ada untuk keberlanjutan akademik di perguruan tinggi. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, pola yang akan diterapkan pada MEA adalah hubungan kerja sama tanpa batas. Hubungan yang terjadi nanti tidak hanya dari segi bisnis oleh pelaku ekonomi, namun juga kerja sama akademik antarperguruan tinggi.
Menurut dia, sebetulnya sudah banyak komitmen bersama antarperguruan tinggi Indonesia dengan asing, namun yang menjadi masalah adalah belum ada peninjauan ulang. ”MEA itu tanpa barrier hubungannya. Perguruan tinggi harus mereviu kembali pola kerja sama dengan perguruan tinggi asing agar ada pengakuan bersama atau mutual recognition,” ungkap Nuh seusai menghadiri Dies Natalis Ke-54 dan Wisuda Universitas Prof DR Moestopo Beragama (UPDMB) di Jakarta kemarin.
Mantan Rektor ITS ini mengatakan, contoh peninjauan kembali itu misalnya pengakuan ijazah. Jika ijazah perguruan tinggi Indonesia tidak diakui, mahasiswa Indonesia akan sulit melanjutkan kuliah di negara peserta MEA. Sebaliknya, mahasiswa asing pun akan dianggap ilegal jika mau kuliah di Tanah Air. Menurut dia, masih ada waktu bagi perguruan tinggi untuk memproses peninjauan kembali kerja samanya.
Nuh yang sekarang sedang mengembangkan biocybermedic ini mengatakan, untuk pendidikan tinggi, sebenarnya pemerintah sudah membuat kerangka ASEAN Qualification Frame Work (AQFR) yang bisa menjadi rujukan. Dalam pertemuan menteri pendidikan se- ASEAN di Laos tahun lalu, ujarnya, frame work itu sudah diakui bersama. Sedangkan di Indonesia juga sudah memiliki Kerangka Kerja Nasional Indonesia (KKNI) yang juga merujuk pada AQFR.
”Karena itu, perguruan tinggi harus berpacu dengan kerangka kualifikasi itu. Lalu yang penting juga disiapkan mentalnya. Jangan anggap MEA sebagai persoalan, tetapi tantangan dan kesempatan,” sebutnya. Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga hadir dalam acara itu mengatakan, perguruan tinggi sangat besar peranannya dalam MEA. Salah satunya dengan penyiapan sumber daya manusia yang sesuai dengan pengembangan ekonomi kawasan.
SBY mengatakan, diperlukan sinergi antarperguruan tinggi, lembaga pelatihan, dan vokasional sehingga lulusannya bisa disesuaikan dengan permintaan dan mengurangi pengangguran. SBY juga menekankan, perguruan tinggi harus bisa menjadi pusat penggerak inovasi dan sumber inisiasi pendorong kewirausahaan pada mahasiswa. Yang jelas, perguruan tinggi harus meningkatkan kesiapan dan daya saing karena bakal ada kompetisi tinggi dengan perguruan tinggi asing.
Rektor UPDMB Sunarto mengatakan, memasuki MEA persaingan memang tidak hanya terjadi antarperguruan tinggi dalam negeri, tetapi juga dengan kampus asing. Sekarang pun sudah terjadi persaingan di mana perguruan tinggi luar negeri menawarkan jasa pendidikannya kepada calon mahasiswa di Indonesia.
”Masalahnya, siapkah kita menghadapi persaingan tersebut? Tidak dapat disangsikan kami siap menjadi university’s yang mampu menjawab tantangan pasar domestik dan internasional,” tandasnya. Sunarto mengaku sudah mengantisipasi dan melakukan penguatan diri baik lewat kurikulum, tata kelola manajemen, maupun profesionalisme dosen agar diterima di pasar internasional.
Pihaknya juga sudah bekerja sama dengan universitas di Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan negara lain. ”Kami sudah bekerja sama dengan Kedubes Paraguay dalam penyediaan tenaga ahli dan dosen tamu dan dalam waktu dekat akan bekerja sama dengan Hongaria,” ucapnya.
Neneng zubaidah
Pengakuan bersama negara ASEAN harus ada untuk keberlanjutan akademik di perguruan tinggi. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, pola yang akan diterapkan pada MEA adalah hubungan kerja sama tanpa batas. Hubungan yang terjadi nanti tidak hanya dari segi bisnis oleh pelaku ekonomi, namun juga kerja sama akademik antarperguruan tinggi.
Menurut dia, sebetulnya sudah banyak komitmen bersama antarperguruan tinggi Indonesia dengan asing, namun yang menjadi masalah adalah belum ada peninjauan ulang. ”MEA itu tanpa barrier hubungannya. Perguruan tinggi harus mereviu kembali pola kerja sama dengan perguruan tinggi asing agar ada pengakuan bersama atau mutual recognition,” ungkap Nuh seusai menghadiri Dies Natalis Ke-54 dan Wisuda Universitas Prof DR Moestopo Beragama (UPDMB) di Jakarta kemarin.
Mantan Rektor ITS ini mengatakan, contoh peninjauan kembali itu misalnya pengakuan ijazah. Jika ijazah perguruan tinggi Indonesia tidak diakui, mahasiswa Indonesia akan sulit melanjutkan kuliah di negara peserta MEA. Sebaliknya, mahasiswa asing pun akan dianggap ilegal jika mau kuliah di Tanah Air. Menurut dia, masih ada waktu bagi perguruan tinggi untuk memproses peninjauan kembali kerja samanya.
Nuh yang sekarang sedang mengembangkan biocybermedic ini mengatakan, untuk pendidikan tinggi, sebenarnya pemerintah sudah membuat kerangka ASEAN Qualification Frame Work (AQFR) yang bisa menjadi rujukan. Dalam pertemuan menteri pendidikan se- ASEAN di Laos tahun lalu, ujarnya, frame work itu sudah diakui bersama. Sedangkan di Indonesia juga sudah memiliki Kerangka Kerja Nasional Indonesia (KKNI) yang juga merujuk pada AQFR.
”Karena itu, perguruan tinggi harus berpacu dengan kerangka kualifikasi itu. Lalu yang penting juga disiapkan mentalnya. Jangan anggap MEA sebagai persoalan, tetapi tantangan dan kesempatan,” sebutnya. Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga hadir dalam acara itu mengatakan, perguruan tinggi sangat besar peranannya dalam MEA. Salah satunya dengan penyiapan sumber daya manusia yang sesuai dengan pengembangan ekonomi kawasan.
SBY mengatakan, diperlukan sinergi antarperguruan tinggi, lembaga pelatihan, dan vokasional sehingga lulusannya bisa disesuaikan dengan permintaan dan mengurangi pengangguran. SBY juga menekankan, perguruan tinggi harus bisa menjadi pusat penggerak inovasi dan sumber inisiasi pendorong kewirausahaan pada mahasiswa. Yang jelas, perguruan tinggi harus meningkatkan kesiapan dan daya saing karena bakal ada kompetisi tinggi dengan perguruan tinggi asing.
Rektor UPDMB Sunarto mengatakan, memasuki MEA persaingan memang tidak hanya terjadi antarperguruan tinggi dalam negeri, tetapi juga dengan kampus asing. Sekarang pun sudah terjadi persaingan di mana perguruan tinggi luar negeri menawarkan jasa pendidikannya kepada calon mahasiswa di Indonesia.
”Masalahnya, siapkah kita menghadapi persaingan tersebut? Tidak dapat disangsikan kami siap menjadi university’s yang mampu menjawab tantangan pasar domestik dan internasional,” tandasnya. Sunarto mengaku sudah mengantisipasi dan melakukan penguatan diri baik lewat kurikulum, tata kelola manajemen, maupun profesionalisme dosen agar diterima di pasar internasional.
Pihaknya juga sudah bekerja sama dengan universitas di Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan negara lain. ”Kami sudah bekerja sama dengan Kedubes Paraguay dalam penyediaan tenaga ahli dan dosen tamu dan dalam waktu dekat akan bekerja sama dengan Hongaria,” ucapnya.
Neneng zubaidah
(ars)