Politik Fana yang Menyengsarakan

Rabu, 15 April 2015 - 08:18 WIB
Politik Fana yang Menyengsarakan
Politik Fana yang Menyengsarakan
A A A
Muhammad Hazmi Ash Shidqi.
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi,Anggota Divisi Kajian Badan Otonom Economica FEB. Universitas Indonesia

Politik di Indonesia berkembang sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia, yakni setelah politik etis dilaksanakan dan muncul berbagai orang yang berpendidikan yang umumnya dari kalangan keluarga bangsawan.

Indische Partij, Sarekat Islam, PNI, GAPI dan PKI merupakan sekian dari banyak bentuk berpolitik Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Dan kemudian pada awal Orde Baru, muncul empat besar partai politik yakni Masyumi, NU, PNI, dan PKI. Hingga zaman reformasi diadakan empat kali pemilu dan muncul partai besar seperti PDIP, Golkar, dan Partai Demokrat.

Akan tetapi, dari Indonesia merdeka hingga saat ini, kisruh politik antar partai dan perebutan kekuasaan ini masih belum menyejahterakan rakyat Indonesia. Seperti yang diketahui bersama bahwa pada saat ini pemimpin eksekutif menjalankan pemerintahan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih sebanyak dua kali, sehingga banyak pemimpin yang memikirkan bagaimana nasib diri mereka sendiri dan kerabat dekat mereka selama lima tahun memerintah dan tidak memikirkan nasib rakyat Indonesia.

Adapun jika terpilih di pemilu pada periode yang kedua kalinya, biasanya kinerja pemerintahan tidak akan sebaik kinerja pemerintahan periode pertama karena setelah lima tahun pemimpin tersebut tidak akan menjabat lagi. Oleh karena itu dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang peduli rakyat, yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Pemimpin seperti ini akan bekerja sepanjang hari dengan orientasi kesejahteraan rakyat.

Di tengah banyaknya pejabat-pejabat yang ditangkap KPK karena korupsi, muncul secercah harapan seperti Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, serta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Heru Sudjatmoko yang bekerja dengan orientasi rakyat. Masih ada beberapa lagi pemimpin dengan orientasi kesejahteraan rakyat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Jangan sampai pemerintah larut dalam kisruh yang tidak jelas dan berlarut-larut karena hal sepele seperti masalah etika. Rakyat sudah lelah dipimpin oleh pemimpin santun tapi hanya membohongi rakyat dan menyengsarakan rakyat. Jangan sampai pemerintah larut dalam politik yang fana.

Ada kutipan yang menarik tentang politik dari Albert Einstein yakni ”Yes, we have to divide up our time like that, between our politics and our equations. But to me our equations are far more important, for politics are only a matter of present concern. A mathematical equation stands forever.”
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4682 seconds (0.1#10.140)