Pemimpin Oposisi Bangladesh Dieksekusi Mati

Senin, 13 April 2015 - 12:18 WIB
Pemimpin Oposisi Bangladesh...
Pemimpin Oposisi Bangladesh Dieksekusi Mati
A A A
DHAKA - Pemimpin oposisi Bangladesh, Muhammad Kamaruzzaman, dieksekusi mati atas dakwaan kejahatan perang pada 1971 di Penjara Pusat Dhaka, Sabtu (11/4) waktu setempat.

Namun, kolega Kamaruzzaman di Partai Jamaat-e-Islami menyebut eksekusi itu sebagai pembunuhan lawan politik. Kamaruzzaman membantah melakukan pembantaian dan penyiksaan terhadap warga sipil selama perang kemerdekaan pada 1971. Namun, pria berusia 63 tahun itu pasrah ketika pengajuan bandingnya ditolak Mahkamah Agung. Dia juga menolak meminta permohonan maaf kepada petinggi negara dan dieksekusi mati dengan cara digantung.

Kepala Pelaksana Harian Jamaat- e-Islami Maqbul Ahmed mengatakan, penjeratan dan eksekusi mati Kamaruzzaman berbau politik. ”Pemerintah dengan rencana yang sangat rapi membunuh Kamaruzzaman untuk balas dendam,” kata Ahmed, dikutip Reuters.

Apalagi, Kamaruzzaman bukan satu-satunya penggiat Jamaate- Islami yang dieksekusi mati pemerintah. Sebelumnya beberapa anggota Jamaat-e-Islami juga digantung atas tuduhan serupa. Salah satunya senior Jamaat-e-Islami, Abdul Quader Molla, yang dieksekusi pada Desember 2013. Awalnya Molla hanya divonis penjara seumur hidup setelah didakwa melakukan kejahatan perang pada 1971. Namun, Mahkamah Agung menaikkan vonis terhadap Molla setelah diberlakukan hukuman mati di Bangladesh.

Delapan terdakwa lain juga divonis hukuman mati atas tuduhan yang sama. Lebih dari 200 orang tewas saat protes pada 2013, termasuk anggota Jamaat-e- Islami dan pasukan keamanan. Jamaat-e-Islami mendeklarasikan hari Minggu kemarin sebagai hari berkabung dan berdoa untuk almarhum Kamaruzzaman.

Sementara pasukan paramiliter penjaga perbatasan Bangladesh diterjunkan ke seluruh sudut kota untuk meredam setiap protes. Semua akses menuju penjara juga ditutup dan dijaga ketat pasukan keamanan. Aparat pemerintah juga berpatroli di ibu kota. Pendukung penerapan eksekusi mati terhadap terdakwa kejahatan perang menghormati kebijakan pemerintah tersebut.

Di beberapa wilayah Bangladesh, ada beberapa kelompok yang mendorong pemerintah menyelesaikan kasus kejahatan perang. Para demonstran bahkan menyatakan metode eksekusi mati menjadi alat yang efektif. Namun, kelompok hak asasi manusia internasional mengatakan prosedur hukum Bangladesh menurun drastis dari standar internasional. Namun, tuduhan itu dibantah pemerintah.

Uni Eropa (UE), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan kelompok hak asasi manusia pekan lalu mendesak Bangladesh untuk mencabut kembali hukuman mati. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Amerika Serikat (AS) juga mengatakan proses pengadilan di Bangladesh perlu ditingkatkan. Pada 1971, Pakistan mengalami perpecahan di wilayah timur yang saat ini menjadi Bangladesh.

Para nasionalis Bangladesh berperang melawan tentara Pakistan dengan dibantu India. Sekitar tiga juta orang tewas dalam konflik itu. Namun, saat itu beberapa kelompok di Bangladesh, termasuk Jamaat-e-Islami, menolak berpisah dari Pakistan.

Jamaat-e-Islami kemudian dituduh membunuh, memerkosa, danmenyiksawargasipil Bangladesh untuk mencapai tujuan itu. Namun, Jamaat-e- Islami menepis tuduhan itu.

Muh shamil
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8427 seconds (0.1#10.140)