Dunia Usaha Melambat

Senin, 13 April 2015 - 10:48 WIB
Dunia Usaha  Melambat
Dunia Usaha Melambat
A A A
JAKARTA - Awal 2015 bukan masa yang menggembirakan bagi kalangan dunia usaha. Hal itu tecermin dari kinerja berbagai sektor usaha yang melambat selama tiga bulan pertama tahun ini.

Hasil survei kegiatan usaha yang dilakukan Bank Indonesia (BI) juga mengindikasikan kegiatan usaha pada kuartal I 2015 tumbuh melambat daripada kuartal sebelumnya.

Pemerintah harus segera turun tangan, semisal dengan mempercepat belanja APBN, sehingga menjadi stimulus bagi pergerakan sektor riil. Sejumlah pelaku bisnis yang dihubungi KORAN SINDO kemarin menyatakan buruknya kinerja dunia usaha selama kuartal I 2015 diakibatkan beragam faktor, antara lain pelemahan daya beli masyarakat seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), bahan pokok, belum pulihnya harga komoditas serta gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) menunjukkan, selama kuartal I 2015, total penjualan mobil hanya mencapai 282.569 unit, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang 338.500 unit. ”Turun kira-kira 15%,” ujar Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto. Meski begitu, Gaikindo belum akan merevisi target penjualan tahun ini sebesar 1,2 juta unit. Pasalnya, berdasarkan analisis para ekonom, dia meyakini pada kuartal II 2015 pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi dan kurs rupiah menguat terhadap dolar.

”Kita harapkan bisa membaik,” imbuhnya. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman menuturkan, sektor makanan dan minuman pada kuartal I 2015 tumbuh 4-5%. Angka ini jauh melambat dibandingkan kuartal I 2014 yang tumbuh di atas 7%. Selain faktor eksternal berupa perlambatan ekonomi dunia, kondisi dalam negeri seperti menurunnya daya beli juga menjadi pemicu. Untuk itu, Adhi berharap pemerintah bisa turun tangan mendorong peningkatan daya beli.

”Salah satu yang paling cepat ya mempercepat realisasi APBN sehingga belanja pemerintah meningkat karena swasta sudah mentok ,” ujarnya. Dia berharap rencana pemerintah membangun berbagai infrastruktur segera direalisasi. Baginya, proses pembangunan infrastruktur akan menggerakkan bisnis sektor lain dan meningkatkan daya beli. Lebih lanjut Adhi juga mengusulkan agar BI memfasilitasi bunga murah untuk keperluan ekspor. Menurutnya, jika semua ekspor diberi kredit atau pembiayaan dengan bunga murah, otomatis akan mengurangi biaya modal di pengusaha dan akan cepat dampaknya.

”Solusi lain yang kita harapkan adalah stabilitas rupiah dengan mendorong transaksi dengan mata uang rupiah. Memang sudah diamanatkan undang-undang, tapi praktiknya jauh dari harapan,” paparnya. Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengungkapkan, sektor properti khususnya untuk rumah kelas atas dengan harga di atas Rp1 miliar dan rumah kelas bawah pada kuartal I 2015 mengalami penurunan penjualan berkisar 10-15%.

Demi mendorong kembali penjualan, dia berharap pemerintah merealisasi janjinya untuk menurunkan suku bunga rumah subsidi dari 7,25% menjadi 5%. Selain itu, spekulasi bahwa uang muka untuk KPR bisa 1% juga akan sangat mendorong masyarakat untuk mengakses rumah-rumah murah. ”Kalau kebijakan ini keluar bulan ini sesuai rencana, mulai bulan depan saya yakin penjualan akan naik lagi,” ungkapnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menambahkan, kondisi sekarang ini sektor usaha cenderung dijadikan sapi perah karena dibebani dengan berbagai kebijakan yang disinsentif bagi bisnis seperti target penerimaan pajak yang terlalu tinggi, tarif listrik yang terus naik, dan sebagainya. Di sisi lain semua sektor usaha pada kuartal I 2015 terindikasi menurun seiring melemahnya daya beli.

”Harusnya pada situasi seperti ini pemerintah memberikan insentif yang banyak supaya aktivitas ekonomi menjadi ramai,” ujarnya. Industri perbankan berharap pemerintah dapat memperbaiki kinerja ekonomi dan mendorong pertumbuhan sektor riil. Salah satunya dengan meningkatkan penyerapan APBN. Ini penting agar menjadi stimulus perekonomian nasional di tengah melemahnya kinerja ekspor.

”Penyerapan APBN masih sangat lambat di kuartal I. Kalau bisa didorong dua kali lipat, proyek bisa segera mulai bekerja seperti janji pemerintah. Idealnya penyerapan di atas 60%, maka baru terlihat pergerakan ekonomi di lapangan,” ujar Direktur Bank Mandiri, Tardi. Dia menuturkan, selama ini perekonomian nasional mengandalkan ekspor bahan mentah. Namun kondisi ini berubah dengan berlanjutnya pelemahan harga komoditas seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).

Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengakui pertumbuhan di kuartal I masih relatif lambat. Kalangan pelaku usaha menunggu perbaikan kinerja perekonomian dari pemerintah. ”Rasanya pemerintah belum menjalankan secara baik hal yang direncanakan seperti perbaikan infrastruktur, hukum, fisik maupun berbagai tatanan lainnya. Kalau ini dilakukan, pasti percepatan akan lebih cepat terealisasi,” ujarnya.

Dia berharap kondisi kuartal II dapat lebih baik, termasuk akselerasi pertumbuhan kredit, meski tantangan cukup banyak. Tantangan dimaksud antara lain kenaikan biaya, rupiah yang masih lemah, serta harga komoditas yang belum pulih.

Survei Kegiatan Usaha

Survei kegiatan usaha oleh BI menunjukkan pada kuartal I 2015 kegiatan usaha tumbuh melambat. Hal tersebut tecermin dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) pada kuartal I sebesar 4,83%, lebih rendah dibandingkan 11,03% pada kuartal IV 2014.

Perlambatan kegiatan usaha terutama terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian. Sejalan dengan perlambatan kegiatan usaha, rata-rata kapasitas produksi terpakai pada kuartal I 2015 berada pada level 73,06%, lebih rendah dibandingkan 79,78% pada triwulan sebelumnya. Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, perlambatan kegiatan dunia usaha pada kuartal I 2015 wajar karena optimisme di sisi awal pemerintah itu relatif hanya cenderung terjadi di sektor keuangan.

”Misal IHSG cenderung naik, tapi kemudian di sektor riil dari kuartal ke kuartal malah ada penurunan,” ungkap Eko. Namun di kuartal II 2015, menurutnya tren kecenderungan kegiatan dunia usaha akan meningkat karena ada beberapa faktor yang memengaruhi, misalnya ada permintaan secara musiman, yakni bulan Puasa dan Lebaran. ”Mungkin dari awal-awal bulan seperti sekarang sudah ada permintaan produksi,” ucapnya.

Selain itu, ada berbagai macam anggaran yang sudah mulai dieksekusi. Dengan berbagai proyek atau tender yang sudah mulai dieksekusi, pada kuartal II diperkirakan dunia usaha mulai bergeliat.

Kunthi fahmar sandy/ rahmat fiansyah/ inda susanti/ hafid fuad
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7248 seconds (0.1#10.140)