Hakim Tolak Praperadilan Suryadharma Ali

Kamis, 09 April 2015 - 10:08 WIB
Hakim Tolak Praperadilan...
Hakim Tolak Praperadilan Suryadharma Ali
A A A
JAKARTA - Majelis hakim tunggal Tati Hadiati memutuskan menolak permohonan gugatan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) terkait penetapan tersangka dana penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam putusannya, Tati Hadiati menyatakan, permohonan yang diajukan pihak pemohon tidak tepat. Sah atau tidak penetapan tersangka bukan merupakan ranah pengadilan untuk menyidangkannya.

”Menimbang bahwa Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP Pasal 82 huruf b sifatnya limitatif sehingga sangat jelas dan tegas mengatur apa saja yang diberikan kepada lembaga praperadilan,” ucap Tati di Ruang Sidang Utama Oemar Seno Adji Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kemarin.

Tati juga sempat mengutip pernyataan dua ahli hukum pidana yang sempat dihadirkan dalam persidangan yakni mantan hakim agung M Yahya Harahap serta Andi Hamzah. Dua ahli itu sempat menjelaskan bahwa penetapan tersangka kepada seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai upaya paksa.

Tetapi, hanya proses administrasi menaikkan status seseorang dan merupakan awal untuk melakukan tindakan upaya paksa. ”Menimbang bahwa dalam keterangan saksi dan bukti surat belum dilakukan penahanan sehingga penetapan tersangka bukan upaya paksa. Dengan demikian, penetapan tersangka bukan objek praperadilan,” papar Tati.

Menurut Tati, sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga saat ini, pemohon juga belum pernah ditahan sehingga dapat dikatakan yang bersangkutan belum pernah mendapatkan upaya paksa dari termohon. ”Pada faktanya, pemohon tidak dalam keadaan dipaksa karena penetapan tersangka belum pada upaya penahanan,” katanya.

Tati juga mengatakan, persoalan ada atau tidak kerugian negara yang dijadikan bukti untuk menersangkakan pemohon tidak dapat dibahas di praperadilan karena itu sudah masuk substansi pokok perkara. ”Ada atau tidak bukti permulaan setidak-tidaknya dua alat bukti yang sah sudah memasuki substansi pokok perkara yaitu tentang pembuktian yang bukan kewenangan lembaga praperadilan,” tuturnya.

Di akhir pembacaan putusannya, Tati menghukum pemohon untuk membayar biaya persidangan yang nilainya ditetapkan sebesar nihil. ”Menimbang bahwa dengan sejumlah pertimbangan tersebut di atas, permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya,” ucap Tati.

Kuasa hukum SDA mempertanyakan putusan hakim tunggal Tati Hadiati yang dianggap bertentangan dengan fakta-fakta persidangan yang ada. Salah satu fakta yang cukup kuat, namun tidak dijadikan bahan pertimbangan hakim adalah gagalnya KPK menjelaskan tentang poin kerugian keuangan negara yang justru dijadikan bukti permulaan untuk menjerat SDA.

”Perhitungan kerugian negara itu harus berdasarkan hitungan auditor independen. Ini yang seharusnya jadi pertimbangan hakim dan sepertinya hakim tidak berani memperluas itu,” tandas kuasa hukum SDA, Humphrey Djemat.

Poin lainnya yang juga menjadi pertanyaan tim kuasa hukum adalah soal perampasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak dipertimbangkan ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Humphrey, hakim tidak melihat dampak atas penetapan tersangka itu dan terbatas bahwa perampasan HAM bila seseorang telah ditahan. ”Walau orang belum ditahan, tapi begitu dijadikan tersangka di situ sudah merampas HAM,” sebutnya.

Penentuan upaya paksa yang dijabarkan oleh hakim pun dipertanyakan oleh tim pemohon. Hakim tidak melihat setlah SDA ditetapkan sebagai tersangka, ada proses pencekalan dan penyitaan sejumlah barang milik SDA beserta keluarganya yang dilakukan penyelidik dan penyidik yang dapat dikategorikan masuk dalam upaya paksa terhadap kliennya. ”Karena itu, kami berani menuntut Rp1 triliun karena kami melihat ada hak klien kami yang dirampas,” ujarnya.

Kepala Biro Hukum KPK Nur Chusniyah menyambut baik putusan praperadilan yang memenangkan pihaknya tersebut dan menganggap hakim telah kembali menegakkan supremasi hukum praperadilan di Indonesia. ”Inilah yang sebenarnya harus terjadi di perkara praperadilan. Objek, ruang lingkupnya itu sudah limitatif dan sudah diatur dalam KUHAP, terkait sah dan tidak penangkapan, penahanan, upaya paksa,” ungkap Nur.

Dia pun memastikan usai praperadilan ditolak majelis hakim, proses penyidikan kepada tersangka Suryadharma Ali (SDA) akan dilanjutkan.

Dian ramdhani
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0733 seconds (0.1#10.140)