Mengkritisi Praktik P&I

Rabu, 08 April 2015 - 09:21 WIB
Mengkritisi Praktik P&I
Mengkritisi Praktik P&I
A A A
Praktik protection and indemnity (P&I) di Indonesia memasuki babak baru dengan terbentuknya konsorsium asuransi yang memberikan pelindungan pandi—istilah yang lazim dipergunakan oleh kalangan maritim mondial untuk P&I—beberapa waktu lalu.

Disebut babak baru karena sebelumnya pandi dilakukan secara oleh penyedia jasa asing maupun lokal kepada shipowner Indonesia. Penyedia pandi asing misalnya TT Club, Thomas Miller, dan sebagainya. Sementara pemain lokal terdiri atas berbagai pihak: perorangan atau badan hukum.

Menariknya, mereka pada putaran akhirnya terhubung dengan pandi asing juga. Data yang ada pada penulis mengungkapkan, perusahaan yang aktif dalam bisnis pandi lokal adalah mereka yang bergerak dalam sektor offshore . Saat ini keanggotaannya mencakup 10 perusahaan yang terdiri atas dua perusahaan minyak yaitu JOB Pertamina-Petrochina East Java dan Star Energy (Kakap) Ltd.

Dua perusahaan ini memiliki masing-masing unit floating storage and offloading alias FSO, Cinta Natomas, dan Kakap Natuna. Ada pemain dari perusahaan pelayaran nasional adalah PT Baruna Raya Logistics (memiliki 45 unit kapal), PT Bahtera Niaga International (10 unit kapal), PT Supraco Lines/PT Radiant Utama Interinsco (6 unit kapal), PT Putrajaya Offshore Lines (6 unit kapal), PT Kanaka Dwimitra Manunggal (3 unit kapal), dan PT Muara Kaltim Perkasa (14 unit kapal).

Bisnis pandi menggeliat setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perusahaan asuransi kerugian di Indonesia membentuk konsorsium asuransi pandi. Konsorsium ini akan menjadi penanggung untuk aktivitas asuransi penyingkiran kerangka kapal dan asuransi perlindungan serta ganti rugi bagi 13.000 kapal di Indonesia. Ini terkait kewajiban bagi pemilik kapal sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air.

Pelaksanaan aturan ini berlaku 1 Maret 2015. Hanya, praktik baru pandi nasional jika dibenturkan dengan praktik yang berlaku di dunia internasional menjadi sedikit tidak lazim. Kondisi ini terjadi sepertinya karena konsepsi pandi yang dipahami oleh pihak- pihak di dalam negeri juga sedikit berbeda dengan pandangan global. Jika ia tidak diluruskan, bisa jadi akan menimbulkan fraud dalam bisnis pandi lokal khususnya dan asuransi nasional umumnya.

Mencermati apa yang diberitakan oleh media terkait P&I, terkesan bahwa pandi digolongkan sebagai asuransi. Padahal, sesungguhnya P&I bukanlah asuransi. Pandi berbeda dengan asuransi karena beberapa hal. Pertama, pada asuransi dana yang dibayarkan oleh klien kepada perusahaan asuransi diistilahkan dengan premi. Sementara pada P&I ini disebut dengan call.

Kedua, perusahaan asuransi didirikan dan bertanggung jawab hanya kepada pemegang sahamnya, sedangkan P&I dibentuk dan bertanggung jawab kepada anggotanya. Maksudnya, dana yang dikumpulkan dari anggota akan dibayarkan kembali kepada mereka manakala terjadi insiden (mirip dengan arisan).

Ketiga, jika uang pertanggungan yang akan dibayarkan kepada anggota P&I yang terkena insiden tidak cukup, semua anggota akan diminta menambah kontribusi mereka. Namun, ketika dana surplus akan dikembalikan kepada anggota dalam bentuk penurunan pembayaran call atau dikembalikan. Di sisi lain, perusahaan asuransi biasanya akan mereasuransikan risiko yang mereka tanggung.

Keempat, P&I biasanya menanggung risiko yang melibatkan kerugian pihak ketiga. Misalnya, kerusakan dermaga akibat olah gerak kapal, kerusakan lingkungan maritim akibat pencemaran yang dilakukan oleh kapal, dan sebagainya. Sementara asuransi mengurusi perlindungan yang bersifat lebih terkuantifikasi seperti lambung dan permesinan kapal (hull and machinery ) dan asuransi barang yang diangkut kapal.

Ancaman Fraud

Kalangan pelayaran nasional sudah lama mengenal P&I; ada yang mengatakan sejak Indonesia merdeka. Hanya, mereka bergabung dengan klubklub pandi luar negeri. Jika kita asumsikan jumlah tonase kapal nasional saat ini 20-an juta ton dengan iuran USD2 per ton, ada triliunan rupiah devisa yang melayang ke luar negeri sejak merdeka.

Menariknya, dari triliunan dana tadi hanya 30% yang dicadangkan oleh klubklub pengurus P&I Eropa (terutama Inggris) untuk membayar kerugian yang dibayarkan kepada pihak ketiga akibat kesalahan yang dilakukan anggotanya. Sebesar 70% sisanya diinvestasikan entah di mana dan Indonesia tidak mendapat manfaat sedikit pun dari investasi itu.

Dengan pembentukan konsorsium asuransi yang memberikan perlindungan, pandi bisa jadi fenomena larinya devisa ke luar negeri dapat ditekan. Namun, merujuk kepada pemahaman para pihak di dalam negeri terkait praktik pandi ancaman terjadi fraud juga muncul.

Penjelasannya begini. Karena yang mengelola dana adalah asuransi di mana mereka bertanggung jawab kepada pemegang sahamnya, bukan kepada anggota seperti pada model klub, jika tidak terjadi klaim, dana tidak akan dikembalikan kepada shipowner, melainkan dikuasai oleh asuransi.

Menurut informasi dari rekan penulis seorang pengusaha pelayaran di Jakarta, besar dana asuransi P&I yang akan dibayarkan Maret ini Rp90 juta per kapal. Jika kapal berbendera Indonesia yang layak mendapat perlindungan pandi berjumlah sekitar 2.000 unit, manakala tidak ada klaim, akan terhimpun dana Rp180 miliar di tangan asuransi.

Seperti asuransi hull and machinery , pengurus klub P&I juga menyaratkan kapal-kapal yang akan ditanggung haruslah sesuai standar yang berlaku dalam dunia pelayaran yaitu Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974. Tentu kita harus berbaik sangka terhadap asuransi yang mengelola pandi di Indonesia. Tetapi, kita tetap harus meminta mereka terbuka terkait pengelolaan dana pandi.

Bisa jadi dana yang tidak dikembalikan kepada shipowner itu akan menjadi bancakan pihak-pihak yang memiliki niat tidak baik. Kita semua tidak ingin ada skandal nanti. Sebab itu, mumpung masih baru, barangkali ada baiknya mewacanakan pengelolaan dana pandi diserahkan kepada ”tuan”-nya yakni para klub pandi, bukan asuransi.

Pengalihan itu haruslah dengan mengedepankan nilai dasar pengelolaan pandi: ia musti mutual alias kebersamaan. Kebersamaan antara shipowner dan pengurus pandi.

Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute (Namarin)
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3377 seconds (0.1#10.140)