Sejumlah Kegaduhan dalam Membidik Pemimpin Polisi
A
A
A
JAKARTA - Menurut Institute for Strategic and Indonesia Studies (ISIS), kegaduhan politik di balik penangkatan Kapolri ini dimulai dari pergantian Kapolri Surojo Bimantoro kepada Irjen Chairudin Ismail.
"Kegaduhan ini sampai dengan pergantian dari Bimantoro kepada Da'I Bachtiar, yang berakhir dengan penolakan serta protes dari para perwira menengah (Pamen) Polisi yang dikoordinir oleh Kolonel Alfons Loemau," kata Direktur ISIS Kisman Latumakulita di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa 7 April 2015.
Kegaduhan itu lanjut Kisman, sedikit mereda ketika pergantian Kapolri dari Da'i Bachtiar ke Sutanto dan Sutanto ke Bambang Hendarso Danuri.
Namun sambung dia, kegaduhan muncul lagi saat pergantian dari Bambang Hendarso kepada Timur Pradopo. Dia menambahkan, Mabes Polri saat itu mengusulkan dua nama, Nanan Sukarna dan Imam Sudjarwo. Tetapi usulan tidak direspons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebulan lebih.
"SBY kemudian menggunakan hak prerogatifnya dengan 'memaksa' Timur yang kala itu menjabat Kepala Polda Metro Jaya dan masih bintang dua dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga dengan jabatan Kabaharkam," tuturnya.
Dia mengatakan, hanya dalam waktu kurang dari lima jam, Timur Pradopo diusulkan SBY ke DPR sebagai calon Kapolri. Kegaduhan pergantian Kapolri berlanjut, meski dalam skala kecil, saat dari Timur kepada Sutarman.
Sebab, Mabes Polri menginginkan Badrodin Haiti yang ketika itu menjabat Kabaharkam Polri sebagai Kapolri pengganti Timur Pradopo.
"Lagi-lagi SBY menggunakan jurus mabok dan kewenangannya untuk memaksakan Kabareskrim Sutarman sebagai calon Kapolrinya SBY, dan jadilah Sutarman Kapolri pengganti Timur Pradopo," imbuhnya.
Kemudian kegaduhan di sekitar pergantian Kapolri ini, lanjut dia, semakin menjadi tontonan dan diskusi menarik di masyarakat, politikus, baik dalam maupun luar negeri di era pergantian Kapolri dari Sutarmaan kepada Budi Gunawan yang sampai hari ini belum menjadi Kapolri.
"Tragisnya, yang menjadi catatan sejarah kelam polisi dan bangsa Indonesia adalah hanya dalam empat bulan terakhir Indonesia memiliki dua calon Kapolri," tutur dia.
Kata dia, satu calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang sudah melewati sesuai proses hukum dan ketatanegaraan, serta sudah mendapat persetujuan dari sidang paripurna DPR.
"Sedangkan satu lagi calon Kapolri yakni Komjen Badrodin Haiti yang sedang dan akan dibahas oleh DPR dengan sejumlah riak dan manuver politik, kita tak tahu sampai kapan publik disuguhi kegaduhan dan dagelan politik di balik pengangkatan Kapolri ini akan berakhir," pungkasnya.
"Kegaduhan ini sampai dengan pergantian dari Bimantoro kepada Da'I Bachtiar, yang berakhir dengan penolakan serta protes dari para perwira menengah (Pamen) Polisi yang dikoordinir oleh Kolonel Alfons Loemau," kata Direktur ISIS Kisman Latumakulita di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa 7 April 2015.
Kegaduhan itu lanjut Kisman, sedikit mereda ketika pergantian Kapolri dari Da'i Bachtiar ke Sutanto dan Sutanto ke Bambang Hendarso Danuri.
Namun sambung dia, kegaduhan muncul lagi saat pergantian dari Bambang Hendarso kepada Timur Pradopo. Dia menambahkan, Mabes Polri saat itu mengusulkan dua nama, Nanan Sukarna dan Imam Sudjarwo. Tetapi usulan tidak direspons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebulan lebih.
"SBY kemudian menggunakan hak prerogatifnya dengan 'memaksa' Timur yang kala itu menjabat Kepala Polda Metro Jaya dan masih bintang dua dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga dengan jabatan Kabaharkam," tuturnya.
Dia mengatakan, hanya dalam waktu kurang dari lima jam, Timur Pradopo diusulkan SBY ke DPR sebagai calon Kapolri. Kegaduhan pergantian Kapolri berlanjut, meski dalam skala kecil, saat dari Timur kepada Sutarman.
Sebab, Mabes Polri menginginkan Badrodin Haiti yang ketika itu menjabat Kabaharkam Polri sebagai Kapolri pengganti Timur Pradopo.
"Lagi-lagi SBY menggunakan jurus mabok dan kewenangannya untuk memaksakan Kabareskrim Sutarman sebagai calon Kapolrinya SBY, dan jadilah Sutarman Kapolri pengganti Timur Pradopo," imbuhnya.
Kemudian kegaduhan di sekitar pergantian Kapolri ini, lanjut dia, semakin menjadi tontonan dan diskusi menarik di masyarakat, politikus, baik dalam maupun luar negeri di era pergantian Kapolri dari Sutarmaan kepada Budi Gunawan yang sampai hari ini belum menjadi Kapolri.
"Tragisnya, yang menjadi catatan sejarah kelam polisi dan bangsa Indonesia adalah hanya dalam empat bulan terakhir Indonesia memiliki dua calon Kapolri," tutur dia.
Kata dia, satu calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang sudah melewati sesuai proses hukum dan ketatanegaraan, serta sudah mendapat persetujuan dari sidang paripurna DPR.
"Sedangkan satu lagi calon Kapolri yakni Komjen Badrodin Haiti yang sedang dan akan dibahas oleh DPR dengan sejumlah riak dan manuver politik, kita tak tahu sampai kapan publik disuguhi kegaduhan dan dagelan politik di balik pengangkatan Kapolri ini akan berakhir," pungkasnya.
(maf)