Pemblokiran Situs Harus Atas Dasar Hukum
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dinilai harus memiliki dasar yang jelas dalam memblokir situs online. Jangan sampai pemblokiran didasarkan atas sesuatu yang tidak jelas dan terkesan politis.
Pengamat Cyber Law, Margiono menilai pemblokiran situs bisa dilakukan apabila ada ancaman politik, ekonomi, keselamatan umum, keamanan jaringan, sosial dan moralitas.
Menurut dia, alasan radikalisme dalam memblokir situs Islam dinilainya politis. "Yang lebih tepat itu ada konten teroris, bukan radikal. Kalau radikal kesannya politis," ujar Margiono di Kantor AJI, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu 5 April 4 2015.
Sebagai negara demokratis, kata dia, seharusnya pemerintah Indonesia memiliki alasan hukum ketika memblokir situs. Alasan itu harus diungkap secara transparan dan akuntabel.
Dia menganggap pemblokiran situs yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atas rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme terkesan otoriter.
"Otoritarian yang menutup akses internet lantaran alasan politik, ideologi, tidak ada mekanisme komplain, tidak transparan, dan tidak akuntanbel. Itu bedanya kalau di negara penganut demokrasi dan otoritarian," tuturnya.
Pengamat Cyber Law, Margiono menilai pemblokiran situs bisa dilakukan apabila ada ancaman politik, ekonomi, keselamatan umum, keamanan jaringan, sosial dan moralitas.
Menurut dia, alasan radikalisme dalam memblokir situs Islam dinilainya politis. "Yang lebih tepat itu ada konten teroris, bukan radikal. Kalau radikal kesannya politis," ujar Margiono di Kantor AJI, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu 5 April 4 2015.
Sebagai negara demokratis, kata dia, seharusnya pemerintah Indonesia memiliki alasan hukum ketika memblokir situs. Alasan itu harus diungkap secara transparan dan akuntabel.
Dia menganggap pemblokiran situs yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atas rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme terkesan otoriter.
"Otoritarian yang menutup akses internet lantaran alasan politik, ideologi, tidak ada mekanisme komplain, tidak transparan, dan tidak akuntanbel. Itu bedanya kalau di negara penganut demokrasi dan otoritarian," tuturnya.
(dam)