Subsidi Angkutan Umum Jadi Rp1,36 T

Selasa, 31 Maret 2015 - 09:48 WIB
Subsidi Angkutan Umum Jadi Rp1,36 T
Subsidi Angkutan Umum Jadi Rp1,36 T
A A A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menambah subsidi angkutan umum yang dikelola PT Transportasi Jakarta sehingga subsidi yang diberikan lebih tepat sasaran.

Penyertaan modal pemerintah (PMP) ke badan usaha milik daerah (BUMD) tersebut dari awalnya hanya Rp1 triliun menjadi Rp1,36 triliun. ”Jadi warga kalau enggak sanggup beli bensin mahal, anda naik bus dengan harga murah,” kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota kemarin.

Pemberian subsidi angkutan ini akan dibarengi penerapan sistem rupiah per kilometer kepada bus rapid transit (BRT). Menurut dia, keberadaan sistem rupiah per kilometer juga dinilai mampu mengatasi naikturun tarif angkutan akibat fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM). Mantan bupati Belitung Timur itu mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan kenaikan tarif angkutan umum yang terjadi saat ini.

Pemprov DKI seolah dipaksa lantaran para pengusaha angkutan umum sadar bahwa pemprov tidak bisa mengadakan bus. ”Lebih baik pemerintah yang tanggung, semua nanti kayak bus Transjakarta cuma bayar Rp3.500 bebas naik. Kalau nanti sistemnya jalan, kita mau beli bus dulu. Yang enggak mau ikut kami akan bangkrut sendiri. Target kami 2016 sudah jalan semua,” kata Ahok.

Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Antonius Kosasih mengatakan, sebelum mengintegrasikan APTB, Transjabodetabek, dan Kopaja dengan sistem BRT, pihaknya harus melalui proses lelang awal angkutan pengumpan guna menentukan harga rupiah per kilometer. Angkutan pengumpan adalah angkutan yang membawa penumpang dari luar busway masuk ke jalur bus Transjakarta.

”Sesuai Pergub No 17 Tahun 2015, kami ditugaskan mengoordinasi dan bekerja sama dengan para operator angkutan pengumpan. Saat ini kami dalam proses lelang. Target kami pada April lelang dapat terlaksana dan integrasi dapat dilakukan dengan segera. Bila operator tidak mau mengikuti prosedur yang berlaku, tidak akan diizinkan masuk busway,” ucapnya.

Menurut Ketua Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, sistem rupiah per kilometer yang menjadi solusi naik-turun tarif angkutan umum sebenarnya bukan solusi utama. Sistem tersebut hanya berlaku pada bus-bus sedang, sedangkan mikrolet belum. Dia berharap pemerintah tidak perlu ikut campur dalam menentukan tarif setelah pemerintah menyerahkan harga BBM ke harga pasar.

Adapun tarif dengan sistem rupiah per kilometer yang rencananya akan dilelang April hingga saat ini belum dapat diputuskan. Dia melihat konsultan indie yang digunakan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI tidak mengerti kondisi transportasi di Ibu Kota. ”Kondisi ekonomi kita sedang parah.

Konsultan tidak mengetahui itu. Kami akan putuskan kenaikan tarif besok (hari ini),” ujar Shafruhan. Dari pantauannya memang ada sebagian angkutan umum khususnya mikrolet yang menaikkan tarif secara sepihak. Mereka rata-rata dikelola secara perorangan.

”Di lapangan itu kenaikan harga BBM menjadi beban sopir. Sopir yang membeli bensin harus menyetor sesuai yang ditentukan. Sementara pemiliknya tidak mau tahu BBM naik seberapa. Akhirnya si sopir menaikkan tarif ke penumpang,” katanya.

Bima setiyadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5306 seconds (0.1#10.140)