Pemblokiran 19 Situs Islam Online Dikritik
A
A
A
JAKARTA - Pemblokiran 19 situs Islam online oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemekominfo) lantaran dianggap menyebarkan paham radikalisme, dikritik.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Saleh Partaonan Daulay menilai langkah Kemenkominfo yang menindaklanjuti permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak akan efektif dalam mengurangi dan menekan penyebaran paham radikalisme.
"Apalagi situs-situs tersebut juga belum bisa dipastikan keterkaitannya dengan penyebaran salah satu aliran dan paham tertentu," ujar Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3/2015).
Oleh karena itu, lanjut dia, lebih arif jika pemerintah memanggil para pemilik situs untuk dimintai keterangannya jika diduga ikut menyebarkan paham radikalisme. "Kan belum ada bukti bahwa seseorang yang membaca situs-situs itu lalu berubah menjadi radikal," tuturnya.
Dia mengatakan membaca informasi dari website, itu bisa disamakan dengan menonton film. "Apakah para penonton film akan berubah menjadi tentara yang siap perang setelah menonton film perang? Rasanya tidak ya. Saya belum pernah mendengar itu," ucap Saleh.
Menurut dia, bukan hal yang sulit bagi pemilik situs untuk membuat situs baru dengan memakai alamat situs berbeda. Dia menilai pemblokiran situs akan menghabiskan tenaga. "Lain hal kalau situs itu menimbulkan keresahan di masyarakat. Itu pun, kalau mau ditutup tetap masih perlu klarifikasi," tandasnya.
Saleh mengaungkapkan banyak situs lain yang lebih penting untuk ditutup. Misalnya, situs-situs yang menyebar kebencian antara pemeluk agama.Selain itu, sambung dia, banyak juga akun media sosial yang sengaja dibuat untuk menyebar kebencian.
"Kalau mau memblokir, situs dan media sosial seperti ini lebih penting karena dapat menimbulkan sikap saling curiga dan merusak kerukunan antarumat beragama," tuturnya.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Saleh Partaonan Daulay menilai langkah Kemenkominfo yang menindaklanjuti permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak akan efektif dalam mengurangi dan menekan penyebaran paham radikalisme.
"Apalagi situs-situs tersebut juga belum bisa dipastikan keterkaitannya dengan penyebaran salah satu aliran dan paham tertentu," ujar Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3/2015).
Oleh karena itu, lanjut dia, lebih arif jika pemerintah memanggil para pemilik situs untuk dimintai keterangannya jika diduga ikut menyebarkan paham radikalisme. "Kan belum ada bukti bahwa seseorang yang membaca situs-situs itu lalu berubah menjadi radikal," tuturnya.
Dia mengatakan membaca informasi dari website, itu bisa disamakan dengan menonton film. "Apakah para penonton film akan berubah menjadi tentara yang siap perang setelah menonton film perang? Rasanya tidak ya. Saya belum pernah mendengar itu," ucap Saleh.
Menurut dia, bukan hal yang sulit bagi pemilik situs untuk membuat situs baru dengan memakai alamat situs berbeda. Dia menilai pemblokiran situs akan menghabiskan tenaga. "Lain hal kalau situs itu menimbulkan keresahan di masyarakat. Itu pun, kalau mau ditutup tetap masih perlu klarifikasi," tandasnya.
Saleh mengaungkapkan banyak situs lain yang lebih penting untuk ditutup. Misalnya, situs-situs yang menyebar kebencian antara pemeluk agama.Selain itu, sambung dia, banyak juga akun media sosial yang sengaja dibuat untuk menyebar kebencian.
"Kalau mau memblokir, situs dan media sosial seperti ini lebih penting karena dapat menimbulkan sikap saling curiga dan merusak kerukunan antarumat beragama," tuturnya.
(dam)