Kompolnas Minta Denny Indrayana Taat Hukum
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan menyarankan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana agar taat kepada proses hukum.
"Siapapun yang melanggar hukum, harus taat hukum," ujar Edi kepada Sindonews saat dihubungi, Jumat (27/3/2015).
Hal demikian dikatakan Edi menanggapi jadwal pemeriksaan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terhadap Denny Indrayana pada hari ini.
Lagipula menurut Edi, ada ruang bagi Denny Indrayana jika merasa tak bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek payment gateway.
"Kalau dia merasa tidak bersalah, bisa dibuktikan di pengadilan nanti," tutur mantan wartawan ini.
Menurut dia, semua penegak hukum memiliki semangat pemberantasan korupsi. Selain itu, Edi berharap kepada Polri agar profesional dalam mengusut kasus dugaan korupsi proyek payment gateway tersebut.
Sekadar diketahui, Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Denny Indrayana pada hari ini. Denny akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek payment gateway.
Pemeriksaan hari ini adalah pemeriksaan perdana bagi Denny sebagai tersangka setelah ditetapkan oleh penyidik Bareskrim pada Selasa 24 Maret 2015.
Sebelumnya, Denny diperiksa sebagai saksi namun menolak lantaran penyidik Bareskrim tidak memperbolehkan Denny didampingi kuasa hukum. Denny diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam program pembuatan paspor secara elektornik itu.
Dalam kasus pembuatan paspor secara elektronik itu, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 21 saksi yang salah satunya adalah mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
Peran Denny dalam proyek tersebut adalah sebagai orang yang merancang program pembuatan paspor secara elektronik itu dan memfasilitasi dua vendor sehingga proyek itu terlaksana.
Dua vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia. Kerugian negara atas kasus payment gateway ini mencapai Rp32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.
Denny pun dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
"Siapapun yang melanggar hukum, harus taat hukum," ujar Edi kepada Sindonews saat dihubungi, Jumat (27/3/2015).
Hal demikian dikatakan Edi menanggapi jadwal pemeriksaan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terhadap Denny Indrayana pada hari ini.
Lagipula menurut Edi, ada ruang bagi Denny Indrayana jika merasa tak bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek payment gateway.
"Kalau dia merasa tidak bersalah, bisa dibuktikan di pengadilan nanti," tutur mantan wartawan ini.
Menurut dia, semua penegak hukum memiliki semangat pemberantasan korupsi. Selain itu, Edi berharap kepada Polri agar profesional dalam mengusut kasus dugaan korupsi proyek payment gateway tersebut.
Sekadar diketahui, Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Denny Indrayana pada hari ini. Denny akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek payment gateway.
Pemeriksaan hari ini adalah pemeriksaan perdana bagi Denny sebagai tersangka setelah ditetapkan oleh penyidik Bareskrim pada Selasa 24 Maret 2015.
Sebelumnya, Denny diperiksa sebagai saksi namun menolak lantaran penyidik Bareskrim tidak memperbolehkan Denny didampingi kuasa hukum. Denny diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam program pembuatan paspor secara elektornik itu.
Dalam kasus pembuatan paspor secara elektronik itu, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 21 saksi yang salah satunya adalah mantan Menkumham Amir Syamsuddin.
Peran Denny dalam proyek tersebut adalah sebagai orang yang merancang program pembuatan paspor secara elektronik itu dan memfasilitasi dua vendor sehingga proyek itu terlaksana.
Dua vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia. Kerugian negara atas kasus payment gateway ini mencapai Rp32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.
Denny pun dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
(maf)