Hadapi Polri, Denny Didukung 40 Pengacara
A
A
A
SLEMAN - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana siap memenuhi panggilan Bareskrim Polri, besok Jumat (27/3). Denny mengaku didukung 40 pengacara yang akan mendampinginya dalam menghadapi proses hukum sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek payment gateway.
Puluhan pengacara itu di antaranya kuasa hukum dari Bambang Widjojanto, kuasa hukum yang pernah menangani kasus Candra Hamzah- Bibit Samad Rianto, teman-teman Denny dari LSM hingga dari Pusat Kajian dan Bantuan Hukum UGM. ”Saya sudah melakukan pertemuan dan koordinasi dengan kuasa hukum untuk masalah ini,” kata Denny di Yogyakarta kemarin.
Denny juga mengaku didukung penuh oleh keluarganya. Mereka pun sudah mengetahui konsekuensi dirinya dalam berjuang memberantas korupsi untuk menjadikan Indonesia bersih. Termasuk apa yang dilakukan di Kemenkumham merupakanupayamemperbaikipelayanan publik, mengurangi calo, dan menghilangkan pungli, khususnya dalam pembuatan paspor.
”Karena itu saya meminta kepada masyarakat untuk mau menyampaikan pengalaman mereka dalam pembuatan paspor setelah sistem tersebut berjalan. Khususnya membandingkan antara pembuatan dengan sistem manual dan payment gateway,” papar guru besar Fakultas Hukum UGM ini. Lebih jauh, Denny mengatakan Menkumham Yasonna H Laoly pernah menganggap payment gateway sebagai pelayanan pembayaran yang patut dilanjutkan.
Karena dianggap contoh program pembayaran yang baik. Menurutnya, Menkumham Yassona saat awal menjabat pernah meninjau langsung kondisi pengoperasian mesin payment gateway di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. ”Beliau melihat mesinnya, kemudian beliau menanyakan kenapa ini berhenti? Kenapa tidakditeruskan,” ungkapDenny.
Seperti diketahui, Bareskrim telah menetapkan Denny sebagai tersangka kasus payment gateway tahun 2014 pada Selasa (24/3). Polisi juga telah melayangkan surat panggilan sebagai tersangka kepada Denny pada Jumat, (27/3). Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut.
Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham. Polri juga sudah memeriksa belasan saksi dalam penyidikan, termasuk di antaranya mantan Menkumham Amir Syamsuddin. Polri juga menemukan adanya dugaan pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.
Menjadi Aktor Utama
Sementara Polri menyebut Denny merupakan aktor utama dalam kasus payment gateway. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Charliyan mengungkapkan, peran Denny dalam proyek payment gateway sangat sentral. Denny yang menyuruh jajarannya melaksanakan proyek tersebut sekaligus memfasilitasi para pemenangtender( vendor) sehingga proyek tersebut terlaksana.
Berdasarka nketerangan yang dihimpun dari pelapor, dari awal rencana proyek pembuatan paymentgateway yang digagas Denny memang sudah menuai kontroversi, terutama di kalangan internal Kemenkumham. Sebagian staf di jajaran instansi tersebut tak sepakat dengan gagasan Denny.
Penolakan sejumlah staf itu bukan tanpa alasan. Sebab sebelum ada program payment gateway digagas, sudah ada sistem pembayaran paspor elektronik yang hampir serupa, yaitu sistem informasi PNBP online (simponi). Simponi bahkan dianggap prosesnya lebih mudah dan tanpa dipungut biaya.
”Sebelumnya sudah diingatkan, jikaproyek paymentgateway tetap dilaksanakan kurang menguntungkankarenasudahadaproyek simponi yang tak memungut biaya kepada pembuat paspor,” papar Anton. Menurut dia, payment gateway diduga menyalahi aturan karena biaya pembuatan paspor masuk ke rekening vendor terlebih dahulu sebelum disetorkan ke bendahara negara.
Proses pembayaran lewat vendor itulah yang dinilai berpotensi korupsi. Seharusnya, menurut Anton, pembayaran pembuatan paspor itulangsungmasukkebendahara negara tanpa lewat perantara. Dalam proyek tersebut, Denny diduga menguntungkan dua vendor, yaitu PT Nusa Inti Arta (Doku) dan PT Vnet Telekomunikasi Indonesia (Vnet).
”Yang melaporkan Denny adalah yang merasa kecewa atas adanya proyek payment gateway. Pengusutan proyek payment gateway muncul dari riak-riak kekecewaan mereka, bukankeinginan Polri. Kalau ada laporan masak kami tolak?” katanya. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Rikwanto menambahkan penyidik telah memeriksa 21 saksi dan menyita sejumlah dokumen sebagai barang bukti. Dari 21 saksi yang diperiksa, penyidik juga telahmemintaketeranganmantan Menkumham Amir Syamsuddin.
”Yang jelas terakhir (kesaksian) mantan Menkumham cukup menguatkan dan dari 21 saksi lainnya ada juga yang menguatkan,” ungkapnya. Adapun kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo membantah Denny sebagai aktor utama dalam sistem payment gateway. Menurutnya, posisi Denny hanya sebagai pengarah, bukan pemimpin proyek.
”Ada tim pelaksananya, ada ketua timnya sendiri, Denny dalam level memberikan ide bagaimana membuat sistem pelayanan yang lebih baik, kemudian melakukan studi banding di berbagai tempat yang telah menggunakan sistem tersebut,” katanya. Heru tetap bersikukuh tidak ada kerugian negara dalam sistem payment gateway.
Uang Rp32,4miliaryangdiklaimBareskrimsebagaikerugiannegara menurutnya salah kaprah karena uang tersebut tetap masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Lagipula, uang tersebut tidak mengendap di rekening vendor sebagaimana diberitakan, tetapi langsung disetorkan ke kas negara.
Masalah mekanisme alur pembayaran yang melalui perantara vendor sebelum masuk kas negara, menurut Heru, itu hanya persoalan teknis. ”Itu hanya masalah inovasi sistem yang belum terkover oleh negara. Yang jelas tidak ada kerugian negara dan tidak ada yang diuntungkan.
Simponi itu masih manual, payment gateway elektronik,” katanya. Penerapan sistem payment gateway juga tidak diputuskan sepihak oleh Denny, melainkan sudah melalui rapat internal dan koordinasi dengan beberapa instansi terkait. Karena itu ia membantah jika disebut ada penolakan internal Kemenkumham atas pelaksanaan sistem tersebut. ”Sistem itu juga sesuai dengan saran PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk mengurangi transaksi manual,” ujarnya.
Sementara itu, guru besar ilmu hukum dari Universitas Bosowa 45, Makassar, Marwan Mas menilaibenartidaknya adakriminalisasi dalam penetapan tersangka Denny akan terbukti kemudian, yaitu sejauh mana kepolisianbisamelengkapiberkasperkara. ”Kita lihat saja nanti. Namun persepsi masyarakat mengenai adanya kriminalisasi itu wajar mengingat pelaporan Denny dilakukan saat ada sengketa KPK-Polri dan Denny dianggap gencarmembelaKPK,” paparnya.
Priyo setiawan/khoirul muzakki/mula akmal/okezone/sindonews/ant
Puluhan pengacara itu di antaranya kuasa hukum dari Bambang Widjojanto, kuasa hukum yang pernah menangani kasus Candra Hamzah- Bibit Samad Rianto, teman-teman Denny dari LSM hingga dari Pusat Kajian dan Bantuan Hukum UGM. ”Saya sudah melakukan pertemuan dan koordinasi dengan kuasa hukum untuk masalah ini,” kata Denny di Yogyakarta kemarin.
Denny juga mengaku didukung penuh oleh keluarganya. Mereka pun sudah mengetahui konsekuensi dirinya dalam berjuang memberantas korupsi untuk menjadikan Indonesia bersih. Termasuk apa yang dilakukan di Kemenkumham merupakanupayamemperbaikipelayanan publik, mengurangi calo, dan menghilangkan pungli, khususnya dalam pembuatan paspor.
”Karena itu saya meminta kepada masyarakat untuk mau menyampaikan pengalaman mereka dalam pembuatan paspor setelah sistem tersebut berjalan. Khususnya membandingkan antara pembuatan dengan sistem manual dan payment gateway,” papar guru besar Fakultas Hukum UGM ini. Lebih jauh, Denny mengatakan Menkumham Yasonna H Laoly pernah menganggap payment gateway sebagai pelayanan pembayaran yang patut dilanjutkan.
Karena dianggap contoh program pembayaran yang baik. Menurutnya, Menkumham Yassona saat awal menjabat pernah meninjau langsung kondisi pengoperasian mesin payment gateway di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. ”Beliau melihat mesinnya, kemudian beliau menanyakan kenapa ini berhenti? Kenapa tidakditeruskan,” ungkapDenny.
Seperti diketahui, Bareskrim telah menetapkan Denny sebagai tersangka kasus payment gateway tahun 2014 pada Selasa (24/3). Polisi juga telah melayangkan surat panggilan sebagai tersangka kepada Denny pada Jumat, (27/3). Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut.
Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham. Polri juga sudah memeriksa belasan saksi dalam penyidikan, termasuk di antaranya mantan Menkumham Amir Syamsuddin. Polri juga menemukan adanya dugaan pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.
Menjadi Aktor Utama
Sementara Polri menyebut Denny merupakan aktor utama dalam kasus payment gateway. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Charliyan mengungkapkan, peran Denny dalam proyek payment gateway sangat sentral. Denny yang menyuruh jajarannya melaksanakan proyek tersebut sekaligus memfasilitasi para pemenangtender( vendor) sehingga proyek tersebut terlaksana.
Berdasarka nketerangan yang dihimpun dari pelapor, dari awal rencana proyek pembuatan paymentgateway yang digagas Denny memang sudah menuai kontroversi, terutama di kalangan internal Kemenkumham. Sebagian staf di jajaran instansi tersebut tak sepakat dengan gagasan Denny.
Penolakan sejumlah staf itu bukan tanpa alasan. Sebab sebelum ada program payment gateway digagas, sudah ada sistem pembayaran paspor elektronik yang hampir serupa, yaitu sistem informasi PNBP online (simponi). Simponi bahkan dianggap prosesnya lebih mudah dan tanpa dipungut biaya.
”Sebelumnya sudah diingatkan, jikaproyek paymentgateway tetap dilaksanakan kurang menguntungkankarenasudahadaproyek simponi yang tak memungut biaya kepada pembuat paspor,” papar Anton. Menurut dia, payment gateway diduga menyalahi aturan karena biaya pembuatan paspor masuk ke rekening vendor terlebih dahulu sebelum disetorkan ke bendahara negara.
Proses pembayaran lewat vendor itulah yang dinilai berpotensi korupsi. Seharusnya, menurut Anton, pembayaran pembuatan paspor itulangsungmasukkebendahara negara tanpa lewat perantara. Dalam proyek tersebut, Denny diduga menguntungkan dua vendor, yaitu PT Nusa Inti Arta (Doku) dan PT Vnet Telekomunikasi Indonesia (Vnet).
”Yang melaporkan Denny adalah yang merasa kecewa atas adanya proyek payment gateway. Pengusutan proyek payment gateway muncul dari riak-riak kekecewaan mereka, bukankeinginan Polri. Kalau ada laporan masak kami tolak?” katanya. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Rikwanto menambahkan penyidik telah memeriksa 21 saksi dan menyita sejumlah dokumen sebagai barang bukti. Dari 21 saksi yang diperiksa, penyidik juga telahmemintaketeranganmantan Menkumham Amir Syamsuddin.
”Yang jelas terakhir (kesaksian) mantan Menkumham cukup menguatkan dan dari 21 saksi lainnya ada juga yang menguatkan,” ungkapnya. Adapun kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo membantah Denny sebagai aktor utama dalam sistem payment gateway. Menurutnya, posisi Denny hanya sebagai pengarah, bukan pemimpin proyek.
”Ada tim pelaksananya, ada ketua timnya sendiri, Denny dalam level memberikan ide bagaimana membuat sistem pelayanan yang lebih baik, kemudian melakukan studi banding di berbagai tempat yang telah menggunakan sistem tersebut,” katanya. Heru tetap bersikukuh tidak ada kerugian negara dalam sistem payment gateway.
Uang Rp32,4miliaryangdiklaimBareskrimsebagaikerugiannegara menurutnya salah kaprah karena uang tersebut tetap masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Lagipula, uang tersebut tidak mengendap di rekening vendor sebagaimana diberitakan, tetapi langsung disetorkan ke kas negara.
Masalah mekanisme alur pembayaran yang melalui perantara vendor sebelum masuk kas negara, menurut Heru, itu hanya persoalan teknis. ”Itu hanya masalah inovasi sistem yang belum terkover oleh negara. Yang jelas tidak ada kerugian negara dan tidak ada yang diuntungkan.
Simponi itu masih manual, payment gateway elektronik,” katanya. Penerapan sistem payment gateway juga tidak diputuskan sepihak oleh Denny, melainkan sudah melalui rapat internal dan koordinasi dengan beberapa instansi terkait. Karena itu ia membantah jika disebut ada penolakan internal Kemenkumham atas pelaksanaan sistem tersebut. ”Sistem itu juga sesuai dengan saran PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk mengurangi transaksi manual,” ujarnya.
Sementara itu, guru besar ilmu hukum dari Universitas Bosowa 45, Makassar, Marwan Mas menilaibenartidaknya adakriminalisasi dalam penetapan tersangka Denny akan terbukti kemudian, yaitu sejauh mana kepolisianbisamelengkapiberkasperkara. ”Kita lihat saja nanti. Namun persepsi masyarakat mengenai adanya kriminalisasi itu wajar mengingat pelaporan Denny dilakukan saat ada sengketa KPK-Polri dan Denny dianggap gencarmembelaKPK,” paparnya.
Priyo setiawan/khoirul muzakki/mula akmal/okezone/sindonews/ant
(bbg)