Wajah Indonesia dan Pertaniannya

Senin, 23 Maret 2015 - 09:50 WIB
Wajah Indonesia dan...
Wajah Indonesia dan Pertaniannya
A A A
Nur Intan Fadhillah.
Mahasiswi Jurusan Asuransi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Segala kebutuhan pertanian tersaji lengkap di tanah Indonesia. Puluhan juta masyarakat bahkan menyandarkan hidupnya sebagai petani.

Mereka mengolah hasil bumi Indonesia lalu menjualnya kepada tengkulak untuk dibawa ke kota. Meskipun setiap tahun terus menurun, sampai saat ini jumlah petani yang ada masih cukup untuk mengolah pertanian di Indonesia. Namun tampaknya keberlimpahan pertanian Indonesia sangat bertolak belakang dengan keadaan yang kini sedang terjadi di Indonesia.

Harga hasil tani di pasar terus meningkat, konsumen harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli bahan pokok yang faktanya bahan tersebut sudah tersaji lengkap di tanah Indonesia. Penjual kesulitan mendapatkan komoditas dagangnya, sementara di ujung daerah sana petani menjual hasil tani mereka dengan harga yang murah, jauh dari harga pasar. Ada yang salah dalam sistem seperti ini.

Saat di kota, hasil tani mengalami kelangkaan sehingga harganya harus meningkat, petani menjualnya dengan harga murah. Faktanya, keberlimpahan hasil tani Indonesia belum mampu memakmurkan masyarakat Indonesia sendiri. Terdapat tangan-tangan nakal yang menyebabkan karut-arut ini menjadi lebih memprihatinkan. Belum lagi harga bahan bakar minyak (BBM) yang tidak stabil makin memperkeruh suasana.

Saat harga BBM beberapa waktu lalu mengalami kenaikan dari Rp6.500 menjadi Rp8.500, tanpa komando harga produk pertanian di pasar langsung meningkat. Masyarakat sangat kebingungan dengan hal tersebut. Saat harga BBM turun dari Rp8.500 menjadi Rp6.700,harga yang sudah ada tidak diturunkan.

Entah apa alasan penjual mempertahankan harga yang sudah naik, sedangkan masyarakat hanya bisa pasrah. Kini harga BBM kembali naik menjadi Rp6.900. Harga bahan pokok akan kembali naik. Ditambah lagi kini sedang terjadi kelangkaan gas elpiji 3 kg yang menyebabkan harganya menjadi naik. Sungguh ironis bagi negara yang berlimpah sumber daya alam.

Keadaan yang sedang terjadi ini hanya menguntungkan sebagian pihak. Petani dan masyarakat sudah pasti hanya menjadi pihak yang dirugikan. Ada pihak tidak bertanggung jawab yang mengambil celah ini hanya untuk memperkaya diri sendiri.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0924 seconds (0.1#10.140)