Jaksa Agung Akui Remisi Adalah Hak Koruptor
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung HM Prasetyo ikut berkomentar terkait wacana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, yang akan memberikan remisi kepada terpidana korupsi.
"Remisi memang hak, tapi si pemilik hak juga mempunyai kewajiban," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Prasetyo menjelaskan, kendati remisi hak umum yang harus didapatkan para narapidana, namun pemberian remisi kepada terpidana korupsi bakal berbenturan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.
Menurutnya, dalam peraturan itu pemerintah telah membatasi remisi yang antara lain dibatasi untuk terpidana korupsi. Kata Prasetyo, dalam Pasal 34 PP Nomor 99 Tahun 2012 sejumlah syarat remisi harus dilewati terpidana termasuk terpidana korupsi.
Syaratnya seperti, selama dibina terpidana diketahui berkelakuan baik dan telah menjalani masa kurungan penjara selama enam bulan lebih.
"Untuk (remisi) terpidana korupsi dia harus kooperatif mau menjadi justice collaborator, siap membuka dan menuntaskan lebih kasus yang dilakukan," ujarnya.
Kemudian syarat lain bagi terpidana korupsi seperti, sudah membayar denda dan uang pengganti berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan tetap atau inkrah.
Seperti diberitakan, Menkumham Yasonna Laoly mempertimbangkan untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang membatasi remisi kepada terpidana narkoba, teroris, dan koruptor.
Menurutnya, remisi adalah hak setiap napi yang dilindungi undang-undang. Namun, wacana itu menuai banyak pertentangan dari sejumlah elemen masyarakat dan LSM karena dianggap melanggar asas keadilan di masyarakat.
Bahkan, tak sedikit dari mereka mengaitkan hal itu dengan program Nawacita pemerintah yang salah satunya memfokuskan pada pemberantasan korupsi.
"Remisi memang hak, tapi si pemilik hak juga mempunyai kewajiban," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Prasetyo menjelaskan, kendati remisi hak umum yang harus didapatkan para narapidana, namun pemberian remisi kepada terpidana korupsi bakal berbenturan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.
Menurutnya, dalam peraturan itu pemerintah telah membatasi remisi yang antara lain dibatasi untuk terpidana korupsi. Kata Prasetyo, dalam Pasal 34 PP Nomor 99 Tahun 2012 sejumlah syarat remisi harus dilewati terpidana termasuk terpidana korupsi.
Syaratnya seperti, selama dibina terpidana diketahui berkelakuan baik dan telah menjalani masa kurungan penjara selama enam bulan lebih.
"Untuk (remisi) terpidana korupsi dia harus kooperatif mau menjadi justice collaborator, siap membuka dan menuntaskan lebih kasus yang dilakukan," ujarnya.
Kemudian syarat lain bagi terpidana korupsi seperti, sudah membayar denda dan uang pengganti berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan tetap atau inkrah.
Seperti diberitakan, Menkumham Yasonna Laoly mempertimbangkan untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang membatasi remisi kepada terpidana narkoba, teroris, dan koruptor.
Menurutnya, remisi adalah hak setiap napi yang dilindungi undang-undang. Namun, wacana itu menuai banyak pertentangan dari sejumlah elemen masyarakat dan LSM karena dianggap melanggar asas keadilan di masyarakat.
Bahkan, tak sedikit dari mereka mengaitkan hal itu dengan program Nawacita pemerintah yang salah satunya memfokuskan pada pemberantasan korupsi.
(maf)