Mabes Polri Usut Pemalsuan Dokumen
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri terus menyelidiki kasus dugaan pemalsuan dokumen pada pelaksanaan Munas Golkar Ancol pada Desember 2014. Tim khusus yang dibentuk Mabes Polri tengah fokus bekerja untuk mengungkap dugaan pelanggaran pidana pada kasus tersebut.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan, kasus dugaan pemalsuan mandat tersebut tergolong sensitif dan menarik perhatian publik sehingga pihaknya membentuk tim khusus untuk penyelidikan. ”Tim khusus kita buat biar lebih fokus. Bukan hanya pada kasus ini saja, tapi juga untuk kasus-kasus lain,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Kubu Munas Bali melaporkan tiga kader Golkar yang dinilai bertanggung jawab pada kasus dugaan pemalsuan dokumen pada Munas Ancol, yakni Agung Laksono, Zainuddin Amali, dan Yorrys Raweyai.
Mengenai kemungkinan memanggil pihak terlapor untuk dimintai keterangan, Rikwanto mengatakan belum ada rencana karena penyelidikan masih fokus pada proses pencarian temuan-temuan pendukung untuk melakukan pemanggilan itu.
”Masalah rekomendasi mandat itu, tentunya kembali ke Partai Golkar, yang mana yang dimaksud mandat, seperti apa bentuknya, serta siapa yang berwewenang mengeluarkan mandat itu. Tidak serta-merta dikatakan itu benar atau salah,” katanya.
Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, tim khusus yang berjumlah enam orang sudah memeriksa dokumen dan sejumlah saksi atas kasus ini. Tidak menutup kemungkinan pihak-pihak yang terkait dengan persoalan itu juga akan dimintai keterangan. ”Sedang berjalan (pemeriksaan), sementara baru saksi yang melapor, ada 12 orang. Masih banyak, bisa lebih dari 100 orang,” katanya di Jakarta, Jumat (13/3).
Kasus dugaan pemalsuan dokumen ini berawal ketika Tim Penyelamat Partai Golkar (TPPG) yang dipimpin Agung Laksono menggelar munas tandingan di Ancol Jakarta pada 6- 8 Desember 2014. Munas ini digelar sebagai respons penolakan atas pelaksanaan Munas Bali sepekan sebelumnya yang kembali memilih Aburizal Bakrie (ARB) sebagai ketua umum.
Saat Munas Ancol digelar, terdapat sejumlah peserta munas yang diduga bermasalah karena datang dengan membawa surat mandat palsu. Berdasarkan AD/ART Partai Golkar, peserta munas adalah unsur dewan pimpinan pusat (DPP), dewan pimpinan daerah (DPD) I tingkat provinsi dan DPD II tingkat kabupaten/kota.
Namun, saat menghadiri Munas Ancol, sejumlah peserta diduga hadir tanpa seizin pimpinan DPD-nya sehingga memalsukan surat mandat. Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, ada berbagai bentuk pemalsuan yang dilakukan, baik berupa tanda tangan palsu, kop surat tidak sesuai aslinya, stempel palsu maupun orang dari partai lain yang ikut menjadi peserta.
Total dokumen yang dipalsukan sebanyak133. Satudokumenbisa terdiri atas satu pemalsuan, bisa juga beberapa pemalsuan. Bahkan, kata Idrus, ada surat mandat yang ditandatangani orang yang sudah meninggal sejak 2012, tapi dipakai oleh pihak tersebut untuk hadir di Munas Ancol. ”Hebat benar, orang meninggal pun dihadirkan di munas,” ujar Idrus di Gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum DPP Golkar versi Munas Bali Nurdin Halid mengatakan, ada kekeliruan tafsir terhadap peraturan organisasi (PO) yang dilakukan kubu Munas Ancol. Menurutnya, dalam AD/ART memang dikatakan peserta munas itu adalah unsur DPP dan DPD I dan II Golkar.
Namun, kata dia, keliru ketika terjemahan dari kata ”unsur” itu adalah siapa pun yang terlibat dalam kepengurusan punya kewenangan dan hak mengikuti munas. Menurutnya, seharusnya kembali dilihat pada penjabaran di PO Nomor 4/2009 yang mengatur prosedur surat menyurat .
”Di situ jelas yang berhak menandatangani surat ketua dan sekretaris DPD I, ketua dan Sekretaris DPD II, tidak boleh orang lain. Kan tidak mungkin semua orang punya kewenangan yang sama. Ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara. Masing-masing punya tanggung jawab yang diatur dalam PO,” ucapnya di Jakarta kemarin.
Sementara itu, kubu Munas Ancol mempersilakan kubu Munas Bali menempuh jalur hukum dan siap mengikuti prosesnya. Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Ancol Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan kubu Munas Bali tidak lepas dari kecurangan saat menggelar munas.
”Munas Ancol dilaporkan memalsukan dokumen, padahal mereka lupa bahwa ada bukti rekaman tentang ancaman dan tekanan kepada panitia Munas Bali, ini jelas-jelas rekayasa dan intimidasi. Kesemuanya sudah dibuktikan di Mahkamah Partai yang juga mereka hadiri,” ujarnya kemarin.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan proses yang dilakukan kubu Munas Bali dengan melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke polisi sudah tepat karena dengan itu akan membuat proses hukum menjadi lebih absah.
Menurutnya, jika memang ada pemalsuan mandat, itu tindak kriminal yang harus ditindak. ”Jika benar terjadi, itu akan bisa jadi alasan kubu Agung tidak absah dan (Munas Bali) dapat mendukung proses peradilan dengan bukti tersebut,” ucapnya kemarin.
Menurut dia, kasus yang diadukan Munas Bali merupakan hal serius karena masuk ke ranah kriminal. Padahal, peserta munas yang dihadirkan harus pemilik suara yang legal, tidak boleh fiktif, dan dijamin keabsahannya. ”Semua ada pasalnya di AD/ART Golkar dan di sana tercantum siapa saja yang berhak jadi peserta munas,” ujarnya.
Siti menyatakan, melihat peliknya konflik Golkar, jalan penyelesaian hanya lewat pengadilan. Namun, seusai dengan putusan, semuanya harus kembali islah jika Golkar tidak ingin terpuruk.
”Baik putusan pengadilan negeri atau PTUN itu harus menjadi final decision. Apa yang sedang dilakukan di ranah hukum harus dihormati,” ujarnya.
Mula akmal/Sucipto
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan, kasus dugaan pemalsuan mandat tersebut tergolong sensitif dan menarik perhatian publik sehingga pihaknya membentuk tim khusus untuk penyelidikan. ”Tim khusus kita buat biar lebih fokus. Bukan hanya pada kasus ini saja, tapi juga untuk kasus-kasus lain,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Kubu Munas Bali melaporkan tiga kader Golkar yang dinilai bertanggung jawab pada kasus dugaan pemalsuan dokumen pada Munas Ancol, yakni Agung Laksono, Zainuddin Amali, dan Yorrys Raweyai.
Mengenai kemungkinan memanggil pihak terlapor untuk dimintai keterangan, Rikwanto mengatakan belum ada rencana karena penyelidikan masih fokus pada proses pencarian temuan-temuan pendukung untuk melakukan pemanggilan itu.
”Masalah rekomendasi mandat itu, tentunya kembali ke Partai Golkar, yang mana yang dimaksud mandat, seperti apa bentuknya, serta siapa yang berwewenang mengeluarkan mandat itu. Tidak serta-merta dikatakan itu benar atau salah,” katanya.
Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, tim khusus yang berjumlah enam orang sudah memeriksa dokumen dan sejumlah saksi atas kasus ini. Tidak menutup kemungkinan pihak-pihak yang terkait dengan persoalan itu juga akan dimintai keterangan. ”Sedang berjalan (pemeriksaan), sementara baru saksi yang melapor, ada 12 orang. Masih banyak, bisa lebih dari 100 orang,” katanya di Jakarta, Jumat (13/3).
Kasus dugaan pemalsuan dokumen ini berawal ketika Tim Penyelamat Partai Golkar (TPPG) yang dipimpin Agung Laksono menggelar munas tandingan di Ancol Jakarta pada 6- 8 Desember 2014. Munas ini digelar sebagai respons penolakan atas pelaksanaan Munas Bali sepekan sebelumnya yang kembali memilih Aburizal Bakrie (ARB) sebagai ketua umum.
Saat Munas Ancol digelar, terdapat sejumlah peserta munas yang diduga bermasalah karena datang dengan membawa surat mandat palsu. Berdasarkan AD/ART Partai Golkar, peserta munas adalah unsur dewan pimpinan pusat (DPP), dewan pimpinan daerah (DPD) I tingkat provinsi dan DPD II tingkat kabupaten/kota.
Namun, saat menghadiri Munas Ancol, sejumlah peserta diduga hadir tanpa seizin pimpinan DPD-nya sehingga memalsukan surat mandat. Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, ada berbagai bentuk pemalsuan yang dilakukan, baik berupa tanda tangan palsu, kop surat tidak sesuai aslinya, stempel palsu maupun orang dari partai lain yang ikut menjadi peserta.
Total dokumen yang dipalsukan sebanyak133. Satudokumenbisa terdiri atas satu pemalsuan, bisa juga beberapa pemalsuan. Bahkan, kata Idrus, ada surat mandat yang ditandatangani orang yang sudah meninggal sejak 2012, tapi dipakai oleh pihak tersebut untuk hadir di Munas Ancol. ”Hebat benar, orang meninggal pun dihadirkan di munas,” ujar Idrus di Gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum DPP Golkar versi Munas Bali Nurdin Halid mengatakan, ada kekeliruan tafsir terhadap peraturan organisasi (PO) yang dilakukan kubu Munas Ancol. Menurutnya, dalam AD/ART memang dikatakan peserta munas itu adalah unsur DPP dan DPD I dan II Golkar.
Namun, kata dia, keliru ketika terjemahan dari kata ”unsur” itu adalah siapa pun yang terlibat dalam kepengurusan punya kewenangan dan hak mengikuti munas. Menurutnya, seharusnya kembali dilihat pada penjabaran di PO Nomor 4/2009 yang mengatur prosedur surat menyurat .
”Di situ jelas yang berhak menandatangani surat ketua dan sekretaris DPD I, ketua dan Sekretaris DPD II, tidak boleh orang lain. Kan tidak mungkin semua orang punya kewenangan yang sama. Ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara. Masing-masing punya tanggung jawab yang diatur dalam PO,” ucapnya di Jakarta kemarin.
Sementara itu, kubu Munas Ancol mempersilakan kubu Munas Bali menempuh jalur hukum dan siap mengikuti prosesnya. Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Ancol Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan kubu Munas Bali tidak lepas dari kecurangan saat menggelar munas.
”Munas Ancol dilaporkan memalsukan dokumen, padahal mereka lupa bahwa ada bukti rekaman tentang ancaman dan tekanan kepada panitia Munas Bali, ini jelas-jelas rekayasa dan intimidasi. Kesemuanya sudah dibuktikan di Mahkamah Partai yang juga mereka hadiri,” ujarnya kemarin.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan proses yang dilakukan kubu Munas Bali dengan melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke polisi sudah tepat karena dengan itu akan membuat proses hukum menjadi lebih absah.
Menurutnya, jika memang ada pemalsuan mandat, itu tindak kriminal yang harus ditindak. ”Jika benar terjadi, itu akan bisa jadi alasan kubu Agung tidak absah dan (Munas Bali) dapat mendukung proses peradilan dengan bukti tersebut,” ucapnya kemarin.
Menurut dia, kasus yang diadukan Munas Bali merupakan hal serius karena masuk ke ranah kriminal. Padahal, peserta munas yang dihadirkan harus pemilik suara yang legal, tidak boleh fiktif, dan dijamin keabsahannya. ”Semua ada pasalnya di AD/ART Golkar dan di sana tercantum siapa saja yang berhak jadi peserta munas,” ujarnya.
Siti menyatakan, melihat peliknya konflik Golkar, jalan penyelesaian hanya lewat pengadilan. Namun, seusai dengan putusan, semuanya harus kembali islah jika Golkar tidak ingin terpuruk.
”Baik putusan pengadilan negeri atau PTUN itu harus menjadi final decision. Apa yang sedang dilakukan di ranah hukum harus dihormati,” ujarnya.
Mula akmal/Sucipto
(ftr)