Belajar dari Negeri Agraris Selandia Baru
A
A
A
Selandia Baru atau New Zealand merupakan salah satu potret negara maju berbasiskan pertanian yang terletak di Samudra Pasifik Selatan.
Negara subtropis yang kondisi geografisnya mirip dengan Indonesia ini sering dianggap sebagai negeri paling hijau subur karena diselimuti semak-semak, padang rumput, dan pegunungan bersalju. Kontribusi hasil pertanian, peternakan, dan perkebunan Selandia Baru ialah sebesar 4,8% dari total produk domestik bruto (PDB).
Persentase tersebut cukup kecil apabila dibandingkan dengan sektor lain. Namun apabila dilihat dari komoditas ekspor, fakta mengejutkan ialah produk hasil pertanian dan perkebunan menjadi komoditas utama yang mendatangkan banyak devisa. Persentase ekspor yang mencapai 50% dan berasal dari industri pertanian telah mampu menembus pasar Australia, USA, China, Jepang, dan UK.
Faktor lain yang menentukan keberhasilan negara agraris Selandia Baru ialah kesadaran dan kecintaan masyarakat dalam memaksimalkan potensi sumber daya alam. Di Selandia Baru terdapat suatu gerakan pengelolaan lahan atau landcare yang merupakan proses revolusioner dalam pengelolaan lahan, melibatkan petani dan kelompok sosial masyarakat yang bersifat sukarela.
Gerakan landcare dibuat untuk menyelesaikan masalah seperti erosi tanah, rusaknya lahan basah, degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Tiga prinsip utama landcare adalah teknologi tepat guna, kelompok komunitas lokal yang efektif, serta kemitraan dengan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memastikan bahwa gagasan dan inisiatif dapat dibagi dan disebarkan.
Sebagai negara yang sama-sama mendapat titel negara agraris, Indonesia dan Selandia Baru tentu berpeluang menjadi negara maju melalui perannya sebagai penghasil produk unggulan pertanian. Namun, apabila kita menelusur lebih jauh potret sektor pertanian di Indonesia, kenyataannya sangatlah berbeda dengan Selandia Baru.
Di negara yang berpenduduk sekitar 55 kali lipat dari Selandia Baru ini, sektor pertanian menyumbang sekitar 14,9% dari total PDB. Jika Selandia Baru memiliki angka yang kecil pada persentase produk pertanian terhadap PDB, namun memiliki nilai komoditas ekspor yang besar, maka hal itu bertolak belakang dengan Indonesia.
Persentase komoditas ekspor Indonesia terhadap PDB sangatlah kecil; dan apabila kita perbandingkan lagi dengan Selandia Baru maka rasio yang didapat tidaklah setara.
Transformasi sektor pertanian di Indonesia sangatlah dibutuhkan untuk perbaikan kondisi pertanian dan kehidupan petani serta perekonomian negara. Bangsa kita perlu belajar dari Selandia Baru yang berhasil mengembangkan perekonomiannya dari sektor pertanian.
Via Apriyani
Mahasiswi Departemen Biologi Universitas Indonesia
Negara subtropis yang kondisi geografisnya mirip dengan Indonesia ini sering dianggap sebagai negeri paling hijau subur karena diselimuti semak-semak, padang rumput, dan pegunungan bersalju. Kontribusi hasil pertanian, peternakan, dan perkebunan Selandia Baru ialah sebesar 4,8% dari total produk domestik bruto (PDB).
Persentase tersebut cukup kecil apabila dibandingkan dengan sektor lain. Namun apabila dilihat dari komoditas ekspor, fakta mengejutkan ialah produk hasil pertanian dan perkebunan menjadi komoditas utama yang mendatangkan banyak devisa. Persentase ekspor yang mencapai 50% dan berasal dari industri pertanian telah mampu menembus pasar Australia, USA, China, Jepang, dan UK.
Faktor lain yang menentukan keberhasilan negara agraris Selandia Baru ialah kesadaran dan kecintaan masyarakat dalam memaksimalkan potensi sumber daya alam. Di Selandia Baru terdapat suatu gerakan pengelolaan lahan atau landcare yang merupakan proses revolusioner dalam pengelolaan lahan, melibatkan petani dan kelompok sosial masyarakat yang bersifat sukarela.
Gerakan landcare dibuat untuk menyelesaikan masalah seperti erosi tanah, rusaknya lahan basah, degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Tiga prinsip utama landcare adalah teknologi tepat guna, kelompok komunitas lokal yang efektif, serta kemitraan dengan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memastikan bahwa gagasan dan inisiatif dapat dibagi dan disebarkan.
Sebagai negara yang sama-sama mendapat titel negara agraris, Indonesia dan Selandia Baru tentu berpeluang menjadi negara maju melalui perannya sebagai penghasil produk unggulan pertanian. Namun, apabila kita menelusur lebih jauh potret sektor pertanian di Indonesia, kenyataannya sangatlah berbeda dengan Selandia Baru.
Di negara yang berpenduduk sekitar 55 kali lipat dari Selandia Baru ini, sektor pertanian menyumbang sekitar 14,9% dari total PDB. Jika Selandia Baru memiliki angka yang kecil pada persentase produk pertanian terhadap PDB, namun memiliki nilai komoditas ekspor yang besar, maka hal itu bertolak belakang dengan Indonesia.
Persentase komoditas ekspor Indonesia terhadap PDB sangatlah kecil; dan apabila kita perbandingkan lagi dengan Selandia Baru maka rasio yang didapat tidaklah setara.
Transformasi sektor pertanian di Indonesia sangatlah dibutuhkan untuk perbaikan kondisi pertanian dan kehidupan petani serta perekonomian negara. Bangsa kita perlu belajar dari Selandia Baru yang berhasil mengembangkan perekonomiannya dari sektor pertanian.
Via Apriyani
Mahasiswi Departemen Biologi Universitas Indonesia
(ftr)