Menaikkan Popularitas Petani
A
A
A
SULISTYOWATI
Mahasiswi Departemen Ilmu Politik FISIP UI,
Universitas Indonesia
Apa perbedaan mendasar antara petani dan buruh tani? Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap kedua istilah tersebut adalah dua hal yang sama. Padahal, keduanya adalah dua hal yang berbeda.
Petani adalah orang yang bekerja sebagai tani dan dia memiliki sawah atau lahan untuk digarap, yang kemudian akan memperoleh keuntungan dari hasil panen sawah tersebut. Sedangkan buruh tani adalah orang yang bekerja sebagai tani dan dia bekerja untuk sawah orang lain, yang nantinya akan memperoleh upah dari sang pemilik sawah.
Meskipun keduanya berbeda, mereka juga memiliki kesamaan yang sangat mendasar. Baik petani maupun buruh tani yang ada di Indonesia, keduanya sama-sama dua profesi yang belum mampu menciptakan kesejahteraan bagi pelakunya. Di Indonesia, profesi sebagai petani seolah menjadi profesi yang tidak diimpikan atau bahkan dihindari oleh generasi muda.
Mereka berdalih bahwa profesi petani bukanlah profesi yang akan membawa mereka pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Padahal jika di Amerika Serikat dan Jepang, petani menjadi profesi yang bernilai tinggi dengan penghasilan yang tinggi pula. Mengapa? Karena adanya sinkronisasi antara sistem pertanian yang canggih didukung pula oleh kebijakan pemerintahnya yang 100% pro terhadap keberhasilan di sektor agraris,
sehingga tak mengherankan jika hasil produksi para petani di sana banyak, profit yang didapat tinggi, meskipun basic- nya mereka bukanlah negara agraris seperti Indonesia. Sekarang coba bandingkan dengan negara kita yang sudah dianugerahi kekayaan alam luar biasa, termasuk kesuburan tanahnya. Dengan potensi alam luar biasa yang dimiliki, setidaknya sekarang dibutuhkan dua langkah lagi untuk menghidupkan kembali sebutan Indonesia sebagai ”Macan Asia” yang sempat menggaung di era Orde Baru.
Pertama, meningkatkan pemahaman dan skill petani lokal mengenai cara produksi yang lebih efektif dan efisien dengan penggunaan teknologi mutakhir. Kedua , terkait keseriusan pemerintah membuat kebijakan pertanian yang pro terhadap kelangsungan petani lokal kita. Berikan mereka subsidi pupuk, terapkan kebijakan pembatasan impor beras, pembatasan investasi asing untuk memasuki pasar domestik, dan optimalisasi peran Bulog dalam mengatur urusan logistik di Indonesia.
Jika kedua langkah tersebut dapat dijalankan dengan baik, sebutan Macan Asia bagi Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Indonesia menjadi negara agraris yang maju yang mampu menjamin kesejahteraan para petaninya. Dengan begitu, secara otomatis generasi muda juga akan berpindah haluan mengubah mindset mereka terhadap dunia kerja dengan memilih menjadi petani-petani modern yang mampu mendatangkan kemaslahatan bagi banyak orang.
Mahasiswi Departemen Ilmu Politik FISIP UI,
Universitas Indonesia
Apa perbedaan mendasar antara petani dan buruh tani? Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap kedua istilah tersebut adalah dua hal yang sama. Padahal, keduanya adalah dua hal yang berbeda.
Petani adalah orang yang bekerja sebagai tani dan dia memiliki sawah atau lahan untuk digarap, yang kemudian akan memperoleh keuntungan dari hasil panen sawah tersebut. Sedangkan buruh tani adalah orang yang bekerja sebagai tani dan dia bekerja untuk sawah orang lain, yang nantinya akan memperoleh upah dari sang pemilik sawah.
Meskipun keduanya berbeda, mereka juga memiliki kesamaan yang sangat mendasar. Baik petani maupun buruh tani yang ada di Indonesia, keduanya sama-sama dua profesi yang belum mampu menciptakan kesejahteraan bagi pelakunya. Di Indonesia, profesi sebagai petani seolah menjadi profesi yang tidak diimpikan atau bahkan dihindari oleh generasi muda.
Mereka berdalih bahwa profesi petani bukanlah profesi yang akan membawa mereka pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Padahal jika di Amerika Serikat dan Jepang, petani menjadi profesi yang bernilai tinggi dengan penghasilan yang tinggi pula. Mengapa? Karena adanya sinkronisasi antara sistem pertanian yang canggih didukung pula oleh kebijakan pemerintahnya yang 100% pro terhadap keberhasilan di sektor agraris,
sehingga tak mengherankan jika hasil produksi para petani di sana banyak, profit yang didapat tinggi, meskipun basic- nya mereka bukanlah negara agraris seperti Indonesia. Sekarang coba bandingkan dengan negara kita yang sudah dianugerahi kekayaan alam luar biasa, termasuk kesuburan tanahnya. Dengan potensi alam luar biasa yang dimiliki, setidaknya sekarang dibutuhkan dua langkah lagi untuk menghidupkan kembali sebutan Indonesia sebagai ”Macan Asia” yang sempat menggaung di era Orde Baru.
Pertama, meningkatkan pemahaman dan skill petani lokal mengenai cara produksi yang lebih efektif dan efisien dengan penggunaan teknologi mutakhir. Kedua , terkait keseriusan pemerintah membuat kebijakan pertanian yang pro terhadap kelangsungan petani lokal kita. Berikan mereka subsidi pupuk, terapkan kebijakan pembatasan impor beras, pembatasan investasi asing untuk memasuki pasar domestik, dan optimalisasi peran Bulog dalam mengatur urusan logistik di Indonesia.
Jika kedua langkah tersebut dapat dijalankan dengan baik, sebutan Macan Asia bagi Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Indonesia menjadi negara agraris yang maju yang mampu menjamin kesejahteraan para petaninya. Dengan begitu, secara otomatis generasi muda juga akan berpindah haluan mengubah mindset mereka terhadap dunia kerja dengan memilih menjadi petani-petani modern yang mampu mendatangkan kemaslahatan bagi banyak orang.
(bbg)