Quo Vadis Ketahanan Pangan Kita?
A
A
A
ARI AKBAR DEVANANTA
Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan,
Pengurus Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia Klaster Mahasiswa,
Universitas Gadjah Mada
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dapat menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara baik dari aspek gizi, kesehatan, produktivitas, dan kecerdasan.
Oleh karena itu, persoalan pangan bagi Indonesia, dan juga bangsa-bangsa lainnya menjadi persoalan yang sangat mendasar, dan sangat menentukan nasib dari suatu bangsa. Hal ini disebabkan ketergantungan pangan dapat memicu terjadinya terbelenggunya kemerdekaan bangsa dan rakyat terhadap suatu kelompok, baik negara lain maupun kekuatan-kekuatan ekonomi lainnya.
Berbicara mengenai pangan Indonesia. Ketahanan pangan Indonesia berbanding terbalik dengan impor pangan yang justru semakin meningkat. Data statistik FAO tahun 2012 menunjukkan Indonesia adalah produsen dan konsumen terbesar ketiga dunia. Sedangkan di lingkup ASEAN, posisi Indonesia dalam indeks ketahanan pangan di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Selain itu, berdasar hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), ternyata impor pangan Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada 2003, impor pangan baru senilai USD3,34 miliar, tahun 2013 nilainya sudah mencapai USD14,9 miliar atau naik lebih dari 400% dalam kurun waktu 10 tahun. Tahun 2013, Vietnam menjadi pemasok terbesar beras impor Indonesia.
Dari total impor 472.000 ton beras senilai USD246 juta, Vietnam mendominasi dengan jumlah beras 171.286 ton atau senilai USD97,3 juta. Impor beras dari Vietnam menyumbang 36,3% dari total impor beras Indonesia tahun 2013. Akhirnya, untuk membangun sistem ketahanan pangan yang kuat, memang sangat diperlukan perhatian serius dan dukungan penuh dari berbagai pihak terkait seperti perlunya perhatian lebih ketenagakerjaan sektor pertanian, alokasi lahan untuk tanaman pangan, dan penguasaan lahan oleh petani.
Selain itu, pembangunan infrastruktur pertanian perlu mendapat perhatian khusus karena hal tersebut dapat menjamin kelancaran distribusi produk pertanian beserta input produksinya. Akan tetapi, apabila masih belum juga terwujud sinergitas dan soliditas yang apik dari berbagai pihak terkait, harapan petani untuk bisa hidup dengan sejahtera dan kembalinya Indonesia sebagai ”macan Asia” dalam bidang pangan masih sekadar mimpi belaka.
Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan,
Pengurus Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia Klaster Mahasiswa,
Universitas Gadjah Mada
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dapat menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara baik dari aspek gizi, kesehatan, produktivitas, dan kecerdasan.
Oleh karena itu, persoalan pangan bagi Indonesia, dan juga bangsa-bangsa lainnya menjadi persoalan yang sangat mendasar, dan sangat menentukan nasib dari suatu bangsa. Hal ini disebabkan ketergantungan pangan dapat memicu terjadinya terbelenggunya kemerdekaan bangsa dan rakyat terhadap suatu kelompok, baik negara lain maupun kekuatan-kekuatan ekonomi lainnya.
Berbicara mengenai pangan Indonesia. Ketahanan pangan Indonesia berbanding terbalik dengan impor pangan yang justru semakin meningkat. Data statistik FAO tahun 2012 menunjukkan Indonesia adalah produsen dan konsumen terbesar ketiga dunia. Sedangkan di lingkup ASEAN, posisi Indonesia dalam indeks ketahanan pangan di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Selain itu, berdasar hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), ternyata impor pangan Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada 2003, impor pangan baru senilai USD3,34 miliar, tahun 2013 nilainya sudah mencapai USD14,9 miliar atau naik lebih dari 400% dalam kurun waktu 10 tahun. Tahun 2013, Vietnam menjadi pemasok terbesar beras impor Indonesia.
Dari total impor 472.000 ton beras senilai USD246 juta, Vietnam mendominasi dengan jumlah beras 171.286 ton atau senilai USD97,3 juta. Impor beras dari Vietnam menyumbang 36,3% dari total impor beras Indonesia tahun 2013. Akhirnya, untuk membangun sistem ketahanan pangan yang kuat, memang sangat diperlukan perhatian serius dan dukungan penuh dari berbagai pihak terkait seperti perlunya perhatian lebih ketenagakerjaan sektor pertanian, alokasi lahan untuk tanaman pangan, dan penguasaan lahan oleh petani.
Selain itu, pembangunan infrastruktur pertanian perlu mendapat perhatian khusus karena hal tersebut dapat menjamin kelancaran distribusi produk pertanian beserta input produksinya. Akan tetapi, apabila masih belum juga terwujud sinergitas dan soliditas yang apik dari berbagai pihak terkait, harapan petani untuk bisa hidup dengan sejahtera dan kembalinya Indonesia sebagai ”macan Asia” dalam bidang pangan masih sekadar mimpi belaka.
(bbg)