Rupiah Makin Lemah

Selasa, 10 Maret 2015 - 10:32 WIB
Rupiah Makin Lemah
Rupiah Makin Lemah
A A A
Kekuatan rupiah makin diuji. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kini berada di kisaran Rp13.050 per USD pada penutupan perdagangan kemarin.

Mengawali perdagangan di pasar spot, rupiah langsung terkulai 18 poin pada level Rp12.994 per USD dibandingkan dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya di posisi Rp12.976 per USD. Pelemahan mata uang Garuda selain dipicu kondisi eksternal seperti membaiknya perekonomian AS, juga ditengarai akibat sikap Bank Indonesia (BI) dan pemerintah yang memberi kesan bahwa pelemahan rupiah tak perlu dikhawatirkan karena sifatnya fluktuatif di tengah kondisi makro ekonomi yang stabil.

Simak saja pernyataan Gubernur BI Agus Martowardojo semenjak nilai tukar rupiah menjilat level Rp13.000 per USD pada pekan lalu. Dia selalu melontarkan imbaun agar masyarakat tidak perlu khawatir karena pelemahan rupiah disebabkan dinamika di luar negeri. Memang ditegaskan BI tidak akan tinggal diam untuk menjaga volatilitas (tingkat risiko) rupiah di pasar, tetapi faktanya rupiah tetap tembus batas psikologis atau tertinggi sejak 1998 lalu.

Posisi dolar AS yang terus menguat terhadap hampir semua mata uang di dunia memang sudah diprediksi bank sentral sebelumnya. Suara senada juga digaungkan pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan masyarakat tak perlu khawatir dengan kondisi rupiah yang terus merosot.

Jokowi menampik ketakutan sejumlah kalangan atas pelemahan rupiah yang bisa mengulang krisis moneter seperti yang terjadi pada 1998. Hal itu dinilai berlebihan. ”Dulu kan dari Rp2.000 per USD meloncat ke Rp15.000 per USD nggak-lah,” tutur Jokowi di sela kunjungan kerja di Madiun, Jawa Timur. Presiden meyakinkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia saat ini sangat baik.

Pada Januari dan Februari 2015 terjadi deflasi dan ruang fiskal untuk infrastruktur tumbuh lebih besar. Menghadapi kondisi rupiah yang kian melemah, Presiden menegaskan jangan panik, tetapi tetap waspada karena sumber masalahnya di luar kendali pemerintah. Di antaranya mulai membaiknya perekonomian Negeri Paman Sam dan situasi perekonomian di kawasan Eropa yang masih bergejolak, terutama menyangkut dana talangan sejumlah negara yang belum tuntas seperti di Yunani.

Memang, setelah dilanda krisis finansial sejak 2008, perekonomian AS yang sempat terpuruk kini berangsur-angsur membaik. Ditandai dengan meningkatnya penciptaan lapangan kerja yang meleset dalam setahun terakhir ini. Sepanjang 2014 lalu, berdasarkan data yang dipublikasikan kantor berita CNN, telah terserap 3,3 juta pekerja.

Seiring dengan membaiknya perekonomian AS, bank sentral (The Fed) pun semakin berbenah, termasuk rencana menaikkan suku bunga yang membuat para investor yang selama ini menanamkan modalnya di luar negeri mulai menarik pulang. Meski BI dan pemerintah selalu menyatakan tak perlu khawatir atas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus anjlok, tetapi sejumlah petinggi perusahaan pelat merah mulai ketar-ketir menghadapi situasi tersebut.

Manajamen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengaku telah mengantongi kerugian Rp1,3 triliun dalam 4 sampai 5 bulan ini karena kurs rupiah yang terus merosot. Menghindari rugi lebih dalam, PLN melakukan berbagai efisiensi dengan mengganti bahan bakar dari solar menjadi gas. Kondisi serupa juga dialami PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Manajemen KAI menyatakan pelemahan rupiah telah berdampak pada biaya operasional kereta api. Karena itu, mulai 1 April mendatang tarif kereta api ekonomi untuk jarak sedang dan jauh akan dinaikkan. Sebagaimana diungkapkan Direktur Utama KAI Edi Sukmoro bahwa sebagian besar dari suku cadang kereta dibeli dengan mata uang dolar.

Selain faktor nilai kurs rupiah yang turun, menaikkan tarif kereta api ekonomi juga sebagai antisipasi akan berakhirnya PSO pemerintah pada tahun ini. Melihat dampak dari pelemahan rupiah terhadap dolar AS, wajar saja kalau Ketua DPR Setya Novanto mempertanyakan sikap pemerintah yang lebih banyak mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir.

Pemerintah tidak cukup sekadar menenangkan masyarakat tanpa mencari jalan keluar segera agar pelemahan rupiah tidak semakin dalam. Indonesia sudah pernah didera pengalaman pahit akibat pelemahan rupiah yang dampaknya masif terhadap perekonomian nasional.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5719 seconds (0.1#10.140)