Denny Diminta Hadapi Proses Hukum
A
A
A
JAKARTA - Pengusutan kasus dugaan korupsi kasus payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyita perhatian kalangan parlemen. DPR meminta mantan Wamenkumham Denny Indrayana menghormati proses hukum yang ditangani Bareskrim Mabes Polri tersebut.
Jika memang merasa tidak bersalah atau menjadi korban kriminalisasi oleh Polri, Denny bisa melawannya melalui proses hukum di persidangan nanti. “Tunjukkan bahwa Anda benar. Anda punya hak bicara. Teman-teman yang selalu berkampanye (antikorupsi), kalau menghadapi hukum jangan berkampanye lagi. Kalau Anda dikriminalisasi, nanti di persidangan Anda buktikan,” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Denny sebagai profesor hukum tidak perlu takut menghadapi pemeriksaan Polri. Kalau nanti semua kasus hukum yang ditangani Polri dilawan melalui kampanye dengan tudingan kriminalisasi, penegakan hukum tidak akan jalan. Dalam era demokratis dan serbaketerbukaan seperti sekarang ini, Denny tentu akan sangat mudah untuk bisa membuktikan jika memang itu benarbenar dikriminalisasi.
“Kalau di pengadilan bisa membuktikan adanya kriminalisasi, Anda laporkan, bisa diserang balik, kenapa takut?” ujarnya. Seperti diketahui, saat ini Bareskrim Mabes Polri sedang menangani kasus dugaan korupsi payment gateway atau layanan jasa elektronik penerbitan paspor.
Proyek tersebut di bawah tanggung jawab Denny Indrayana yang kala itu menjabat sebagi wakil menteri hukum dan HAM (wamenkumham). Alat payment gateway diluncurkan pada Juli 2014 oleh Kemenkumham untuk meningkatkan kualitas pelayanan penerbitan paspor. Dengan alat itu, masyarakat bisa membayar biaya pembuatan paspor mereka dengan kartu debit ataupun kartu kredit.
Meski demikian, terobosan itu tidak berlanjut lantaran terkendala perizinan dari Kementerian Keuangan. Padahal dana yang sudah digelontorkan untuk proyek ini sekitar Rp32 miliar. Penyidik Bareskrim Mabes Polri pada Jumat (6/3) lalu mengagendakan pemanggilan Denny untuk diperiksa sebagai saksi.
Namun Denny tidak hadir dan malah memilih datang ke kantor Mensesneg dengan alasan mengadukan adanya kriminalisasi terhadapupayapemberantasankorupsi, termasuk kriminalisasi atas dirinya. Karena tak datang, Polri menjadwal ulang pemeriksaan Denny pada Kamis (12/3) mendatang.
Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Junimart Girsang juga meminta Denny untuk tidak membentuk opini yang menyesatkan masyarakat dengan mengampanyekan opini bahwa dalam kasus tersebut ada kriminalisasi. Menurutdia, apapunsupremasi opini tidak boleh mengalahkan supremasi hukum.
“Harus menjalankan proses hukum. Datang saja ke Bareskrim, jangan membentuk opini. Tidak perlu membangun opini yang menyesatkan masyarakat,” katanya. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, sebaiknya Polri diberi kesempatan untuk menuntaskan kasus besar dan membuktikannya di pengadilan, termasuk kasus payment gateway di Kemenkumham. “Berikan juga kesempatan kepada polisi untuk menuntaskan kasuskasus besar. Jangan belum apaapa sudah dituding melakukan kriminalisasi. Padahal belum tentu juga kriminalisasi,” ujarnya.
Bermula dari Audit BPK
Kepala Divisi Humas (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan penyelidikan Polri terhadap kasus dugaan korupsi program payment gateway untuk biaya mengurus paspor di Kemenkumham tahun 2014 bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Penyelidikan sejak Desember 2014. Ini berawal dari hasil audit BPK terkait kegiatan di Kemenkumham yang menggunakan anggaran negara. Hasil auditnya ada kerugian negara,” kata Ronny di Jakarta kemarin. Polri kemudian memeriksa beberapa orang di lingkungan Kemenkumham dan beberapa dokumen terkait program pelayanan payment gateway.
Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham. Penyidik Bareskrim menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil 12 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin. Mengenai dikeluarkannya surat perintah penyidikan (sprindik), Ronny menegaskan pengusutan kasus ini bukan bermaksud mengkriminalisasi Denny.
“Sprindik dikeluarkan supaya penyidik bisa menggeledah dan dapat memeriksa saksi-saksi,” katanya. Ronny berharap agar masyarakat tidak salah kaprah memaknainya. Semua berjalan berdasar pada ketentuan hukum guna mencari fakta yang mempunyai acuan hukum sehingga tidak serta-merta menilai tindakan penyidik Polri menangkap atau menetapkan tersangka sebagai bentuk kriminalisasi.
“Kami tidak ujug-ujug (sertamerta) menangkap atau menetapkan seseorang menjadi tersangka, tetapi semua yang kami lakukan berdasarkan faktafakta hukum,” tegasnya. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Pol Rikwanto menyatakan bahwa kasus yang menjerat Denny sudah lama diselidiki Bareskrim. Menurutnya, penyidik Polri sudah melakukan pemeriksaan terhadap 12 saksi. Denny sebagai saksi ke-13 yang akan diperiksa.
“Kalau pas sekarang ramai, itu karena munculnya Saudara Denny yang dipanggil sebagai saksi,” ungkapnya. Rikwanto juga menyebut dalam pemanggilan Denny tidak ada upaya kriminalisasi. Menurutnya bila ada yang menuduh sebagai bentuk kriminalisasi, itu merupakan fitnah. “Tidak ada kriminalisasi terhadap kasus ini. Tuduh Polri kriminalisasi, itu fitnah,” tambahnya. Pakar hukum dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita mengatakan dengan mengeluarkan sprindik secara tidak langsung tindakan kepolisian telah menetapkan Denny sebagai tersangka.
Hal itu didasari proses hukumnya yang sudah meningkat pada tahap penyidikan. “Hanya saja Denny diberi kesempatan berbicara di pemeriksaan. Nah, pemeriksaan itu untuk menetapkan dia sebagai tersangka,” katanya saat dihubungi kemarin. Menurut Romli, kasus yang menjerat Denny belum dapat dikatakan sebagai bentuk kriminalisasi. Dia beralasan, Denny belum bersaksi dalam pemeriksaannya.
Apalagi juga belum ada dakwaan atau tuntutan yang diarahkan kepadanya. “Kalau sudah diperiksa, terus buktinya direkayasa, baru bisa dikatakan bentuk kriminalisasi,” ungkapnya. Romli ikut mendukung Denny agar hadir dalam pemeriksaan untuk memberikan kesaksian secara lengkap. Saat ini polisi juga sedang menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
“Enggak usah takut. Daripada lari-lari ke Presiden, hadapi saja, lawan!” tegasnya. Sementara itu, kuasa hukum Denny Indrayana Heru Widodo menyatakan kliennya kemarin sudah menerima langsung surat panggilan pemeriksaan kedua dari Bareskrim Polri. Jadwal pemeriksaan akan dilakukan pada Kamis (12/3). Untuk kehadiran Denny dalam pemeriksaan di Bareskrim nanti, Heru belum bisa memastikannya.
“Hadir atau tidaknya (Denny) saya belum melihat suratnya, nanti kami infokan lagi setelah saya bertemu langsung dengan Pak Denny,” paparnya. Heru menyatakan adanya kejanggalan dalam isi surat panggilan pertama yang ditujukan kepada kliennya. Menurutnya, dalam isi surat panggilan pemeriksaan Denny tersebut dalam bentuk tata tulisnya seolah- olah sudah terjadi tindak pidana korupsi pada pengadaan alat layanan pembuatan paspor.
Seolah-olah kliennya itu bukan sebagai terlapor, kemudian dari hasil pemeriksaan para saksi baru nanti ditentukan sebagai tersangka. Karena itu, dia akan terus mempelajari apakah ada atau tidak kejanggalan surat panggilan kedua bagi kliennya tersebut. Dalam kesempatan sebelumnya, Denny menyebut proyek payment gateway di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumhampada Mei 2014 adalah salah satu upaya untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor.
“Dengan ikhtiar saya untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor, cara membayar antre di loket lima jam dengan cara yang lebih cepat pakai elektronik,” ujar Denny Indrayana pada Jumat (6/3). Namun Denny enggan menjelaskan secara terperinci terkait perkara yang dihadapi. Ia berjanji akan menjelaskannya di saat yang tepat.
“Kalau penjelasan sepotong-sepotong malah enggak bagus, jadi nanti saya jelaskan secara utuh. Tapi sekarang izinkan kami konsisten dengan tadi bahwa karena Presiden mengatakan stop kriminalisasi kepada pimpinan KPK dan pendukungnya. Maka ya menjadi harus enggak terlalu cocok juga saya menjelaskan, wong dikatakan distop kok,” ungkap Denny.
Jadwalkan Ulang Pemeriksaan BW
Kabag Penum Polri Kombes PolRikwanto mengatakan, Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (BW) kemarin menyampaikan tidak dapat memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri. BW, menurut dia, meminta penyidik menjadwal ulang pemeriksaan untuk menjadi saksi dari tersangka Zulfahmi (Z) dalam kasus dugaan mengarahkan saksi memberi keterangan palsu sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010 silam.
“Pak BW menyampaikan langsung tidak bisa hadir dan mengatakan akan datang hari Rabu besok,” ujar Rikwanto kemarin. Dia mengungkapkan, penyidik Bareskrim menyetujui permintaan BW tersebut dan akan menerima untuk BW menjadi saksi Zulfahmi (Z) pada Rabu (11/3).
Sebelumnya, Asfinawati selaku kuasa hukum BW mengatakan, kliennya tidak dapat hadir lantaran ada kegiatan lain dan sudah menyampaikan surat permohonan penjadwalan ulang. “Tidak akan hadir. Ada urusan saja. Akan datang hari Rabu, kami sudah minta penjadwalan ulang,” kata Asfinawati. Dalam kasus ini, Bareskrim telah menetapkan dua tersangka, yakni BW dan Zulfahmi.
Rahmat sahid/Alfian faisal/Okezone/Sindonews/Ant
Jika memang merasa tidak bersalah atau menjadi korban kriminalisasi oleh Polri, Denny bisa melawannya melalui proses hukum di persidangan nanti. “Tunjukkan bahwa Anda benar. Anda punya hak bicara. Teman-teman yang selalu berkampanye (antikorupsi), kalau menghadapi hukum jangan berkampanye lagi. Kalau Anda dikriminalisasi, nanti di persidangan Anda buktikan,” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Denny sebagai profesor hukum tidak perlu takut menghadapi pemeriksaan Polri. Kalau nanti semua kasus hukum yang ditangani Polri dilawan melalui kampanye dengan tudingan kriminalisasi, penegakan hukum tidak akan jalan. Dalam era demokratis dan serbaketerbukaan seperti sekarang ini, Denny tentu akan sangat mudah untuk bisa membuktikan jika memang itu benarbenar dikriminalisasi.
“Kalau di pengadilan bisa membuktikan adanya kriminalisasi, Anda laporkan, bisa diserang balik, kenapa takut?” ujarnya. Seperti diketahui, saat ini Bareskrim Mabes Polri sedang menangani kasus dugaan korupsi payment gateway atau layanan jasa elektronik penerbitan paspor.
Proyek tersebut di bawah tanggung jawab Denny Indrayana yang kala itu menjabat sebagi wakil menteri hukum dan HAM (wamenkumham). Alat payment gateway diluncurkan pada Juli 2014 oleh Kemenkumham untuk meningkatkan kualitas pelayanan penerbitan paspor. Dengan alat itu, masyarakat bisa membayar biaya pembuatan paspor mereka dengan kartu debit ataupun kartu kredit.
Meski demikian, terobosan itu tidak berlanjut lantaran terkendala perizinan dari Kementerian Keuangan. Padahal dana yang sudah digelontorkan untuk proyek ini sekitar Rp32 miliar. Penyidik Bareskrim Mabes Polri pada Jumat (6/3) lalu mengagendakan pemanggilan Denny untuk diperiksa sebagai saksi.
Namun Denny tidak hadir dan malah memilih datang ke kantor Mensesneg dengan alasan mengadukan adanya kriminalisasi terhadapupayapemberantasankorupsi, termasuk kriminalisasi atas dirinya. Karena tak datang, Polri menjadwal ulang pemeriksaan Denny pada Kamis (12/3) mendatang.
Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Junimart Girsang juga meminta Denny untuk tidak membentuk opini yang menyesatkan masyarakat dengan mengampanyekan opini bahwa dalam kasus tersebut ada kriminalisasi. Menurutdia, apapunsupremasi opini tidak boleh mengalahkan supremasi hukum.
“Harus menjalankan proses hukum. Datang saja ke Bareskrim, jangan membentuk opini. Tidak perlu membangun opini yang menyesatkan masyarakat,” katanya. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, sebaiknya Polri diberi kesempatan untuk menuntaskan kasus besar dan membuktikannya di pengadilan, termasuk kasus payment gateway di Kemenkumham. “Berikan juga kesempatan kepada polisi untuk menuntaskan kasuskasus besar. Jangan belum apaapa sudah dituding melakukan kriminalisasi. Padahal belum tentu juga kriminalisasi,” ujarnya.
Bermula dari Audit BPK
Kepala Divisi Humas (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan penyelidikan Polri terhadap kasus dugaan korupsi program payment gateway untuk biaya mengurus paspor di Kemenkumham tahun 2014 bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Penyelidikan sejak Desember 2014. Ini berawal dari hasil audit BPK terkait kegiatan di Kemenkumham yang menggunakan anggaran negara. Hasil auditnya ada kerugian negara,” kata Ronny di Jakarta kemarin. Polri kemudian memeriksa beberapa orang di lingkungan Kemenkumham dan beberapa dokumen terkait program pelayanan payment gateway.
Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham. Penyidik Bareskrim menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil 12 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin. Mengenai dikeluarkannya surat perintah penyidikan (sprindik), Ronny menegaskan pengusutan kasus ini bukan bermaksud mengkriminalisasi Denny.
“Sprindik dikeluarkan supaya penyidik bisa menggeledah dan dapat memeriksa saksi-saksi,” katanya. Ronny berharap agar masyarakat tidak salah kaprah memaknainya. Semua berjalan berdasar pada ketentuan hukum guna mencari fakta yang mempunyai acuan hukum sehingga tidak serta-merta menilai tindakan penyidik Polri menangkap atau menetapkan tersangka sebagai bentuk kriminalisasi.
“Kami tidak ujug-ujug (sertamerta) menangkap atau menetapkan seseorang menjadi tersangka, tetapi semua yang kami lakukan berdasarkan faktafakta hukum,” tegasnya. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Pol Rikwanto menyatakan bahwa kasus yang menjerat Denny sudah lama diselidiki Bareskrim. Menurutnya, penyidik Polri sudah melakukan pemeriksaan terhadap 12 saksi. Denny sebagai saksi ke-13 yang akan diperiksa.
“Kalau pas sekarang ramai, itu karena munculnya Saudara Denny yang dipanggil sebagai saksi,” ungkapnya. Rikwanto juga menyebut dalam pemanggilan Denny tidak ada upaya kriminalisasi. Menurutnya bila ada yang menuduh sebagai bentuk kriminalisasi, itu merupakan fitnah. “Tidak ada kriminalisasi terhadap kasus ini. Tuduh Polri kriminalisasi, itu fitnah,” tambahnya. Pakar hukum dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita mengatakan dengan mengeluarkan sprindik secara tidak langsung tindakan kepolisian telah menetapkan Denny sebagai tersangka.
Hal itu didasari proses hukumnya yang sudah meningkat pada tahap penyidikan. “Hanya saja Denny diberi kesempatan berbicara di pemeriksaan. Nah, pemeriksaan itu untuk menetapkan dia sebagai tersangka,” katanya saat dihubungi kemarin. Menurut Romli, kasus yang menjerat Denny belum dapat dikatakan sebagai bentuk kriminalisasi. Dia beralasan, Denny belum bersaksi dalam pemeriksaannya.
Apalagi juga belum ada dakwaan atau tuntutan yang diarahkan kepadanya. “Kalau sudah diperiksa, terus buktinya direkayasa, baru bisa dikatakan bentuk kriminalisasi,” ungkapnya. Romli ikut mendukung Denny agar hadir dalam pemeriksaan untuk memberikan kesaksian secara lengkap. Saat ini polisi juga sedang menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
“Enggak usah takut. Daripada lari-lari ke Presiden, hadapi saja, lawan!” tegasnya. Sementara itu, kuasa hukum Denny Indrayana Heru Widodo menyatakan kliennya kemarin sudah menerima langsung surat panggilan pemeriksaan kedua dari Bareskrim Polri. Jadwal pemeriksaan akan dilakukan pada Kamis (12/3). Untuk kehadiran Denny dalam pemeriksaan di Bareskrim nanti, Heru belum bisa memastikannya.
“Hadir atau tidaknya (Denny) saya belum melihat suratnya, nanti kami infokan lagi setelah saya bertemu langsung dengan Pak Denny,” paparnya. Heru menyatakan adanya kejanggalan dalam isi surat panggilan pertama yang ditujukan kepada kliennya. Menurutnya, dalam isi surat panggilan pemeriksaan Denny tersebut dalam bentuk tata tulisnya seolah- olah sudah terjadi tindak pidana korupsi pada pengadaan alat layanan pembuatan paspor.
Seolah-olah kliennya itu bukan sebagai terlapor, kemudian dari hasil pemeriksaan para saksi baru nanti ditentukan sebagai tersangka. Karena itu, dia akan terus mempelajari apakah ada atau tidak kejanggalan surat panggilan kedua bagi kliennya tersebut. Dalam kesempatan sebelumnya, Denny menyebut proyek payment gateway di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumhampada Mei 2014 adalah salah satu upaya untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor.
“Dengan ikhtiar saya untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor, cara membayar antre di loket lima jam dengan cara yang lebih cepat pakai elektronik,” ujar Denny Indrayana pada Jumat (6/3). Namun Denny enggan menjelaskan secara terperinci terkait perkara yang dihadapi. Ia berjanji akan menjelaskannya di saat yang tepat.
“Kalau penjelasan sepotong-sepotong malah enggak bagus, jadi nanti saya jelaskan secara utuh. Tapi sekarang izinkan kami konsisten dengan tadi bahwa karena Presiden mengatakan stop kriminalisasi kepada pimpinan KPK dan pendukungnya. Maka ya menjadi harus enggak terlalu cocok juga saya menjelaskan, wong dikatakan distop kok,” ungkap Denny.
Jadwalkan Ulang Pemeriksaan BW
Kabag Penum Polri Kombes PolRikwanto mengatakan, Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (BW) kemarin menyampaikan tidak dapat memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri. BW, menurut dia, meminta penyidik menjadwal ulang pemeriksaan untuk menjadi saksi dari tersangka Zulfahmi (Z) dalam kasus dugaan mengarahkan saksi memberi keterangan palsu sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010 silam.
“Pak BW menyampaikan langsung tidak bisa hadir dan mengatakan akan datang hari Rabu besok,” ujar Rikwanto kemarin. Dia mengungkapkan, penyidik Bareskrim menyetujui permintaan BW tersebut dan akan menerima untuk BW menjadi saksi Zulfahmi (Z) pada Rabu (11/3).
Sebelumnya, Asfinawati selaku kuasa hukum BW mengatakan, kliennya tidak dapat hadir lantaran ada kegiatan lain dan sudah menyampaikan surat permohonan penjadwalan ulang. “Tidak akan hadir. Ada urusan saja. Akan datang hari Rabu, kami sudah minta penjadwalan ulang,” kata Asfinawati. Dalam kasus ini, Bareskrim telah menetapkan dua tersangka, yakni BW dan Zulfahmi.
Rahmat sahid/Alfian faisal/Okezone/Sindonews/Ant
(bbg)