Setoran Awal Haji Ciptakan Kepastian Jamaah

Rabu, 04 Maret 2015 - 11:29 WIB
Setoran Awal Haji Ciptakan Kepastian Jamaah
Setoran Awal Haji Ciptakan Kepastian Jamaah
A A A
JAKARTA - Pemerintah menyatakan tanpa ada setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) justru akan menimbulkan kekacauan dan kegaduhan penyelenggaraan ibadah haji.

Ada setoran awal BPIH justru memberikan kepastian calon jamaah untuk menunaikan ibadah haji. Penyelenggaraan ibadah haji diperlukan perencanaan, pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan profesional. Sangat tidak tepat jika dikatakan setoran awal BPIH merugikan hak konstitusional calon jamaah haji.

Pernyataan ini diungkapkan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Abdul Djamil saat memberikan keterangan dalam sidang pengujian Undang-Undang (UU) 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan UU 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.

Djamil mengatakan, penerapan setoran awal BPIH bukan untuk menyulitkan calon jamaah dalam menunaikan ibadah haji. Jika setoran awal BPIH dihilangkan, bukan tidak mungkin menyebabkan ada lonjakan daftar tunggu jamaah yang justru menimbulkan ketidakpastian. Dengan ada setoran awal BPIH, animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji tetap tinggi. Lagipula, setoran awal BPIH digunakan sebagai indikator kesiapan dan komitmen calon jamaah ketika mendaftar.

“Kalau tidak ada kewajiban setoran awal, ada ketidakpastian untuk persiapan pembiayaan operasional penyelenggaraan ibadah haji,” ungkap Djamil. Bukan hanya itu, setoran awal BPIH selama ini pun dimanfaatkan untuk mengurangi besaran BPIH di antaranya membiayai pemondokan di Mekkah dan Madinah, sewa hotel di Jeddah, pelayanan umum, katering dan transportasi di Arab Saudi, penerbitan paspor, serta asuransi. Jika ada pandangan setoran awal BPIH tidak ada nilai manfaatnya, itu pandangan keliru.

“Karena itu, ketentuan Pasal 5 UU Penyelenggaraan Haji terkait setoran awal BPIH justru memberikan kepastian bagi setiap calon jamaah untuk menunaikan ibadah haji,” paparnya. Sedangkan pengelolaan keuangan haji yang dibayarkan atas nama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pun bukan dimaksudkan untuk menguasai manfaat setoran calon jamaah. BPKH dalam hal ini berkedudukan sebagai wakil sah calon jamaah pada kas haji melalui BPS BPIH.

Langkah ini dilakukan agar pengelolaan keuangan haji berjalan baik, rasional, efisien, dan bermanfaat bagi umat. Karena itu, pemerintah meminta MK menolak pengujian kedua UU tersebut. Pengujian UU Pengelolaan Keuangan Haji dan UU Penyelenggaraan Haji diajukan oleh Fathul Hadie Ustman. Dia menilai, ada setoran awal BPIH menimbulkan kerugian bagi calon jamaah. Bukan hanya itu, calon jamaah pun tidak bisa merasakan manfaat dari setoran awal BPIH yang dikelola BPKH.

Menurut dia, kewajiban setoran awal BPIH sebesar Rp25 juta ke rekening bank merupakan bentuk pemaksaan kehendak terhadap calon jamaah haji. Nilai manfaat dari setoran awal itu dianggap tidak jelas karena tanpa ada perjanjian, jaminan, dan persyaratan yang jelas. Sementara pelaksanaan ibadah haji atau daftar tunggu masih sekitar antara 15-25 tahun.

“Pada dasarnya, setoran awal BPIH beserta nilai manfaatnya adalah mutlak milik calon jamaah haji. Daftar tunggu yang tidak boleh dikuasai oleh siapa pun dan harus dikembalikan kepada calon haji tersebut,” ungkap Fathul.

Beberapa pasal yang diujikan antara lain Pasal 5 huruf 1 dan b, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 50 UU 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Nurul adriyana
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6644 seconds (0.1#10.140)