Negeri Agraris yang (bukan) Sekadar Nama

Selasa, 03 Maret 2015 - 10:35 WIB
Negeri Agraris yang...
Negeri Agraris yang (bukan) Sekadar Nama
A A A
Kelly Manthovani
Mahasiswi Fakultas Hukum. Universitas Indonesia

”Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu.

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman ”, demikianlah penggalan lagu Kolam Susu yang dinyanyikan oleh Koes Plus, sebuah lagu yang menggambarkan suburnya negara kepulauan ini, Indonesia.

Ironis, di tengah luas dan suburnya lahan Indonesia, negeri ini masih bergantung pada negara lain dengan melakukan impor beras. Fakta bahwa barang kebutuhan pokok seperti beras mengalir dari negara lain, bukan lagi sebuah rahasia. Pada April 2014, Indonesia melalui Badan Pusat Logistik mengimpor beras sebesar 31.145 ton atau USD13,5 juta. Angka impor beras terus meningkat pada Mei sebesar 34.796 ton atau USD13,5 juta, dan Juni sebesar 39.539 ton atau USD22,3 juta.

Tercatat beberapa negara yang mengekspor berasnya ke Indonesia adalah Thailand, Vietnam, dan India. Dapat dibayangkan dengan impor yang terus-menerus ini akan berimbas pada keberlangsungan sektor pangan dan secara tidak langsung berimbas pada pertanian di seluruh pelosok Indonesia. Tarto (2014) menyebutkan tiga alasan perlu atau tidaknya Indonesia mengimpor beras. Pertama, ketercukupan beras dalam negeri.

Kedua, apabila produksi beras mencukupi maka harga akan terjamin stabil, dan ketiga, faktor stok yang ada pada pemerintah. Dilihat dari faktor pertama maka sudah seyogianya hal ini dikaitkan dengan ketersediaan lahan, kesuburan tanah pertanian, dan sumber daya manusia itu sendiri. Dalam hal ketersediaan lahan, akan mengherankan kiranya jika tidak mengakui bahwa negeri pertiwi ini sangat luas, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang banyak dikelilingi gunung berapi yang notabene memiliki tanah subur.

Walaupun tanah Indonesia subur, bukan berarti ketersediaan air untuk pertanian terpenuhi, dalam perkembangannya ada lahan yang tidak mendapatkan air yang cukup dikarenakan cuaca tidak menentu dan tidak adanya irigasi yang mendukung. Di sinilah peran pe-merintah untuk memfasilitasi pertanian agar swasembada beras yang digaungkan dapat terwujud.

Berkaitan dengan sumber daya, pemerintah haruslah menaruh perhatian lebih besar dalam mewujudkan kesejahteraan petani. Selain itu, pemerintah hendaknya membuat kebijakan yang mampu memberantas mafia beras yang menimbun beras. Penimbunan beras inilah yang menyebabkan naiknya harga beras dan membuka peluang bagi pemerintah untuk impor beras murah dari negara lain.

Pemerintah mesti tegas dalam menindak penjahat beras ini agar tidak me-nyengsarakan rakyat Indonesia. Ketika kedua faktor di atas terpenuhi, sudah sewajarnya stok beras akan aman dan tersedia tanpa perlu melakukan impor lagi.

Dengan demikian, lagu yang ditembangkan Koes Plus tadi benar adanya, bahwa negara ini adalah tanah surga, yang merdeka dari kesengsaraan bencana lapar. ?
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1517 seconds (0.1#10.140)