Runtuhnya Dinasti Shinawatra
A
A
A
Lebih dari satu dekade keluarga Shinawatra menguasai Thailand dan sulit tersentuh oleh militer sekalipun.
Namun, kini posisi mereka tidak lagi aman, terutama setelah Kerajaan Thailand ikut campur tangan meruntuhkan dominasi Shinawatra.
Kerajaan berupaya menghancurkan keluarga Shinawatra dengan menendangnya dari dunia politik. Upaya mengusir keluarga Shinawatra dari panggung politik Thailand dibuktikan penggulingan mantan perdana menteri (PM) Yingluck Shinawatra.
Terbaru, Komisi Anti-Korupsi Thailand (NACC) mendakwa 269 mantan anggota legislatif era Yingluck melakukan korupsi berjamaah program skema subsidi beras yang dilakukan Yingluck ketika menjabat sebagai PM pada 2011-2014. Pemerintah Thailand juga mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan perdana terhadapYinglucksenilaiUSD18 juta (sekitar Rp233,6 miliar) sebagai ganti rugi atas gagalnya program skema subsidi beras yang dianggap merugikan keuangan negara.
Dakwaan ini akan diajukan ke Mahkamah Agung dan diputuskan pada pertengahan Maret mendatang. Atas kasus ini Yingluck mendapat pencekalan dan dilarang mengikuti kegiatan politik selama lima tahun ke depan. Hal ini dianggap sebagai salah satu usaha Kerajaan Thailand untuk mencegah keluarga Shinawatra kembali mengikuti pemilihan umum pada 2016, sehingga dinasti Shinawatra bisa dihentikan untuk jangka waktu lama.
Namun, pengadilan masih memiliki kemungkinan menolak gugatan tersebut sehingga Shinawatra masih memiliki kesempatan hukum untuk memenangi gugatan tersebut. Shinawatra masih memiliki kesempatan menghindari gugatan atau bahkan mencari suaka di luar negeri untuk menghindari gugatan yang bisa menjebloskannya ke dalam jeruji besi itu selama 10 tahun.
Awal keterlibatan Yingluck dalam kasus kriminal di pemerintahan bermula ketika ia ditunjuk sang kakak, Thaksin Shinawatra, untuk menggantikannya sebagai PM pada 2011. Namun, Yingluck tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam bidang pemerintahan. Sejak muda dia memilih memajukan perusahaan telekomunikasi milik Thaksin Shin Corp.
Yingluck mulai terlibat bisnis dan tetap berada di luar arena politik saat karier politik Thaksin meroket pada akhir 1990-an. Saat inilah keluarga Shinawatra berada di puncak kejayaannya dengan menguasai bisnis telekomunikasi terbesar di Thailand serta mendapat kekuasaan di pemerintahan. Di antara keluarga Shinawatra lainnya, Yingluck dianggap sebagai yang paling bersih namun tetap punya kekuatan politik. Bersama Partai Pheu Thai, Yingluck memenangkan 265 dari 500 kursi parlemen pada pemilu 2011.
Thaksin sebenarnya tak pernah berniat menunjuk Yingluck sebagai penggantinya, namun ia membutuhkan sosok Yingluck untuk mengembalikan kepercayaan publik. Maklum, saat itu hanya Yingluck yang masih cukup dicintai dan dipercaya masyarakat Thailand. Karena alasan ini pula, banyak pihak menduga Yingluck hanya menjadi boneka Thaksin. Kendati sudah melarikan diri ke Dubai untuk menghindari hukuman penjara, Thaksin diketahui masih sering berhubungan dengan keluarganya di Thailand.
Diduga, Thaksin mencoba mengendalikan Yingluck dari jarak jauh dan tetap mempertahankan kekuasaan keluarganya di kursi pemerintahan di tengah bisnisnya yang mulai menurun. Sayangnya, selama menjabat, Yingluck terjerat beberapa kasus. Salah satunya dugaan penyalahgunaan wewenang. Mahkamah Konstitusi pada akhir 2014 lalu mengatakan, “Yingluck menggunakan wewenangnya untuk memindahkan Kepala Dewan Keamanan Nasional Thawil Pilensri ke jabatan lain agar salah satu kerabat Yingluck, Priewpan Damapon, bisamendudukijabatan ini,” bunyi pernyataan Mahkamah Konstitusi Thailand, dilansir BBC.
Kemelutpolitikyangberujung pada protes berdarah ini memaksa pengadilan menurunkanYingluckdari jabatannya pada Mei 2014. Yingluck kemudian dimakzulkan dalam kasus skema subsidi beras. Masyarakat dianggap tidak pernah mendapatkan keuntungan dari subsidi. Sebaliknya, negara justru dirugikan jutaan dolar karena dana yang sudah dikeluarkan tidak sampai ke tangan masyarakat.
Dalam skema subsidi beras, Pemerintah Thailand membeli beras dari petani di atas harga pasar, dan menjualnya kembali ke pasar dengan harga normal. Namun, kenyataan itu tak pernah terjadi. Yingluck dituding menghabiskan dana subsidi untuk menyuplai para pendukung utamanya.
Kendati Yingluck bersikeras menyebut kebijakan itu bertujuan membantu para perani dan membantah terlibat dalam pelaksanaannya, pemerintah Thailand menegaskan bahwa tak mungkin Yingluck tidak mengetahui proses subsidi yang dia gagas. Bersama dengan keluarga kerajaan, Pemerintah Thailand berpendapat, penahanan Yingluck bisa menjadi gerbang bagi lahirnya demokrasi di Negeri Gajah Putih.
Tapi para ahli berpendapat, apa yang dilakukan Pemerintah Thailand justru membunuh demokrasi dan menciptakan pemerintahan otoriter gaya baru. Sementara, Yingluck terus berusaha menghindar dari gugatan, kerajaan dan pemerintah yang dipimpin militer tak berhenti mencari bukti untuk menghapus kekuasaan Shinawatra hingga ke akar-akarnya.
Pemerintah Thailand tak ingin mengulang sejarah kelam dengan membiarkan keluarga Shinawatra dan antek-anteknya kembali duduk di pemerintahan. Khusus bagi keluarga kerajaan, mereka sedang berusaha menghapus dinasti militer dari panggung pemerintahan, sebab fakta membuktikan bahwa kepemimpinan militer cenderung otoriter dan banyak melakukan korupsi, kolusi, serta nepotisme.
“Apa yang dilakukan pemerintah adalah upaya untuk menghancurkan Shinawatra,” terang Direktur Riset Institut Urusan Asia Tenggara yang berafiliasi dengan Universitas Chiang Mai, Paul Chambers, dikutip Reuters .
Rini agustina
Namun, kini posisi mereka tidak lagi aman, terutama setelah Kerajaan Thailand ikut campur tangan meruntuhkan dominasi Shinawatra.
Kerajaan berupaya menghancurkan keluarga Shinawatra dengan menendangnya dari dunia politik. Upaya mengusir keluarga Shinawatra dari panggung politik Thailand dibuktikan penggulingan mantan perdana menteri (PM) Yingluck Shinawatra.
Terbaru, Komisi Anti-Korupsi Thailand (NACC) mendakwa 269 mantan anggota legislatif era Yingluck melakukan korupsi berjamaah program skema subsidi beras yang dilakukan Yingluck ketika menjabat sebagai PM pada 2011-2014. Pemerintah Thailand juga mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan perdana terhadapYinglucksenilaiUSD18 juta (sekitar Rp233,6 miliar) sebagai ganti rugi atas gagalnya program skema subsidi beras yang dianggap merugikan keuangan negara.
Dakwaan ini akan diajukan ke Mahkamah Agung dan diputuskan pada pertengahan Maret mendatang. Atas kasus ini Yingluck mendapat pencekalan dan dilarang mengikuti kegiatan politik selama lima tahun ke depan. Hal ini dianggap sebagai salah satu usaha Kerajaan Thailand untuk mencegah keluarga Shinawatra kembali mengikuti pemilihan umum pada 2016, sehingga dinasti Shinawatra bisa dihentikan untuk jangka waktu lama.
Namun, pengadilan masih memiliki kemungkinan menolak gugatan tersebut sehingga Shinawatra masih memiliki kesempatan hukum untuk memenangi gugatan tersebut. Shinawatra masih memiliki kesempatan menghindari gugatan atau bahkan mencari suaka di luar negeri untuk menghindari gugatan yang bisa menjebloskannya ke dalam jeruji besi itu selama 10 tahun.
Awal keterlibatan Yingluck dalam kasus kriminal di pemerintahan bermula ketika ia ditunjuk sang kakak, Thaksin Shinawatra, untuk menggantikannya sebagai PM pada 2011. Namun, Yingluck tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam bidang pemerintahan. Sejak muda dia memilih memajukan perusahaan telekomunikasi milik Thaksin Shin Corp.
Yingluck mulai terlibat bisnis dan tetap berada di luar arena politik saat karier politik Thaksin meroket pada akhir 1990-an. Saat inilah keluarga Shinawatra berada di puncak kejayaannya dengan menguasai bisnis telekomunikasi terbesar di Thailand serta mendapat kekuasaan di pemerintahan. Di antara keluarga Shinawatra lainnya, Yingluck dianggap sebagai yang paling bersih namun tetap punya kekuatan politik. Bersama Partai Pheu Thai, Yingluck memenangkan 265 dari 500 kursi parlemen pada pemilu 2011.
Thaksin sebenarnya tak pernah berniat menunjuk Yingluck sebagai penggantinya, namun ia membutuhkan sosok Yingluck untuk mengembalikan kepercayaan publik. Maklum, saat itu hanya Yingluck yang masih cukup dicintai dan dipercaya masyarakat Thailand. Karena alasan ini pula, banyak pihak menduga Yingluck hanya menjadi boneka Thaksin. Kendati sudah melarikan diri ke Dubai untuk menghindari hukuman penjara, Thaksin diketahui masih sering berhubungan dengan keluarganya di Thailand.
Diduga, Thaksin mencoba mengendalikan Yingluck dari jarak jauh dan tetap mempertahankan kekuasaan keluarganya di kursi pemerintahan di tengah bisnisnya yang mulai menurun. Sayangnya, selama menjabat, Yingluck terjerat beberapa kasus. Salah satunya dugaan penyalahgunaan wewenang. Mahkamah Konstitusi pada akhir 2014 lalu mengatakan, “Yingluck menggunakan wewenangnya untuk memindahkan Kepala Dewan Keamanan Nasional Thawil Pilensri ke jabatan lain agar salah satu kerabat Yingluck, Priewpan Damapon, bisamendudukijabatan ini,” bunyi pernyataan Mahkamah Konstitusi Thailand, dilansir BBC.
Kemelutpolitikyangberujung pada protes berdarah ini memaksa pengadilan menurunkanYingluckdari jabatannya pada Mei 2014. Yingluck kemudian dimakzulkan dalam kasus skema subsidi beras. Masyarakat dianggap tidak pernah mendapatkan keuntungan dari subsidi. Sebaliknya, negara justru dirugikan jutaan dolar karena dana yang sudah dikeluarkan tidak sampai ke tangan masyarakat.
Dalam skema subsidi beras, Pemerintah Thailand membeli beras dari petani di atas harga pasar, dan menjualnya kembali ke pasar dengan harga normal. Namun, kenyataan itu tak pernah terjadi. Yingluck dituding menghabiskan dana subsidi untuk menyuplai para pendukung utamanya.
Kendati Yingluck bersikeras menyebut kebijakan itu bertujuan membantu para perani dan membantah terlibat dalam pelaksanaannya, pemerintah Thailand menegaskan bahwa tak mungkin Yingluck tidak mengetahui proses subsidi yang dia gagas. Bersama dengan keluarga kerajaan, Pemerintah Thailand berpendapat, penahanan Yingluck bisa menjadi gerbang bagi lahirnya demokrasi di Negeri Gajah Putih.
Tapi para ahli berpendapat, apa yang dilakukan Pemerintah Thailand justru membunuh demokrasi dan menciptakan pemerintahan otoriter gaya baru. Sementara, Yingluck terus berusaha menghindar dari gugatan, kerajaan dan pemerintah yang dipimpin militer tak berhenti mencari bukti untuk menghapus kekuasaan Shinawatra hingga ke akar-akarnya.
Pemerintah Thailand tak ingin mengulang sejarah kelam dengan membiarkan keluarga Shinawatra dan antek-anteknya kembali duduk di pemerintahan. Khusus bagi keluarga kerajaan, mereka sedang berusaha menghapus dinasti militer dari panggung pemerintahan, sebab fakta membuktikan bahwa kepemimpinan militer cenderung otoriter dan banyak melakukan korupsi, kolusi, serta nepotisme.
“Apa yang dilakukan pemerintah adalah upaya untuk menghancurkan Shinawatra,” terang Direktur Riset Institut Urusan Asia Tenggara yang berafiliasi dengan Universitas Chiang Mai, Paul Chambers, dikutip Reuters .
Rini agustina
(ars)