Tarif KRL Dihitung per Kilometer
A
A
A
JAKARTA - Tarif kereta rel listrik (KRL) Commuter Line diubah. Jika sebelumnya tarif berdasarkan jumlah stasiun yang dilalui, ke depan sesuai jumlah kilometer yang dilalui penumpang.
Perubahan sistem ini mulai diberlakukan awal April mendatang. Manajer Komunikasi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Eva Chairunisa mengatakan, perubahan ini sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28/2012. Dalam peraturan tersebut, angkutan umum harus menerapkan tarif sesuai kilometer yang dilalui penumpang. Tiap 1 kilometer penumpang diwajibkan membayar Rp200.
Untuk KRL Commuter Line, PT KCJ menerapkan jarak minimal yakni 25 kilometer dengan tarif Rp5.000. Karena ada public service obligation (PSO) dari Kementerian Perhubungan, penumpang hanya membayar Rp2.000. Selanjutnya setiap 10 kilometer penumpang harus membayar Rp1.000. ”Ini kebijakan Kementerian Perhubungan. Selaku operator, KCJ harus bisa mematuhi itu,” katanya saat dihubungi kemarin.
Eva mengatakan, perubahan sistem penarifan ini tidak ada kenaikan. Kalaupun ada, itu hanya terjadi kepada 7% penumpang. ”Namun, secara umum akan sama saja dan ada juga yang turun. Jadi perubahan ini bukan untuk menambah profit KCJ,” sebutnya.
Menurut Eva, perhitungan penggunaan kilometer juga dilihat ketika penumpang melakukan tap in dan tap out . Jika penumpang tap in di Stasiun Bogor, kemudian turun di Stasiun Tebet, namun tidak keluar dari stasiun dan kembali lagi ke arah Bogor, selanjutnya turun di Stasiun Cilebut maka hanya dikenakan tarif Rp2.000. ”Itu karena mesin hanya membaca ketika tap in dan tap out,” ujarnya.
Dengan perubahan sistem tarif ini, Eva mengaku senang mengingat tiket KRL Commuter Line selalu berkembang. Dengan kata lain, sistem tarif menyesuaikan dengan perkembangan tiket. Saat ini tiket KRL Commuter Line terintegrasi dengan SIM card ponsel.
Dengan sistem ini, pemilik ponsel bisa terus mengetahui perkembangan dan jumlah saldo miliknya. Ienes, penumpang KRL, mengaku belum mengetahui akan ada perubahan sistem tarif. Jika rencana tersebut memang benar, dia berharap KCJ memasang pengumuman agar masyarakat bisa mengetahui berapa kilometer jarak yang dilaluinya.
Menurutnya, sistem tarif ini cukup fair karena penumpang membayar sesuai jarak yang dilaluinya. Namun, dia berharap KCJ fokus pada kenyamanan dalam pengoperasian transportasi massal. DiamelihatselamainiPT KCJ hanya sibuk memperbaiki manajemen perusahaan. ”Misalnya menggandeng bank sebagai penyedia tiket, namun tidak diikuti dengan peningkatan waktu operasional,” ungkapnya.
Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro mengatakan, perubahan sistem tarif merupakan perkembangan positif. PT KCJ akan terlihat lebih transparan jika bisa membuat pamflet berisi jarak kilometer antarstasiun. Meski demikian, yang menjadi tantangan selanjutnya adalah bagaimana menambah perjalanan agar headway bisa lebih dekat.
Misalnya dengan membangun jalan tidak sebidang. ”Kereta terbukti sebagai transportasi yang diminati masyarakat. Untuk itu, pembangunan jalan tidak sebidang sudah seharusnya direalisasikan,” katanya.
Perubahan sistem tarif sudah beberapa kali dilakukan PT KCJ beberapa tahun belakangan. Sebelum Juni 2013 tarif berdasarkankelasKRL, yangmanasaatitu ada dua jenis kereta yakni ekonomi dan patas. Namun, kenyataan di lapangan banyak masyarakat yang curang dengan membeli tiket kereta ekonomi kemudian naik kereta patas ber-AC.
Atas kecurangan tersebut, akhir Juni 2013 PT KCJ mengubah sistem tarif berdasarkan stasiun yang dilalui. Di lima stasiun awal penumpang dikenakan tarif Rp3.000 kemudian Rp1.000 per tiga stasiun. Kebijakan ini mendapat protes karena dianggap penumpang terlalu mahal dan tidak sebanding dengan pelayanan sehingga pemerintah memberikan PSO kepada PT KCJ.
Akhirnya lima stasiun pertama, penumpang hanya dikenakan biaya Rp2.000 dan tiap tiga stasiun selanjutnya hanya dikenakan tarif Rp500. Saat ini PT KCJ memiliki 510 gerbong yang melayani 739 perjalanan setiap hari.
Dari ratusan gerbong tersebut, 15 rangkaian dilengkapi 10 gerbong dan 45 rangkaian dilengkapi delapan gerbong. Penumpang rata-rata per hari mencapai 650.000 orang.
Ridwansyah
Perubahan sistem ini mulai diberlakukan awal April mendatang. Manajer Komunikasi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Eva Chairunisa mengatakan, perubahan ini sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28/2012. Dalam peraturan tersebut, angkutan umum harus menerapkan tarif sesuai kilometer yang dilalui penumpang. Tiap 1 kilometer penumpang diwajibkan membayar Rp200.
Untuk KRL Commuter Line, PT KCJ menerapkan jarak minimal yakni 25 kilometer dengan tarif Rp5.000. Karena ada public service obligation (PSO) dari Kementerian Perhubungan, penumpang hanya membayar Rp2.000. Selanjutnya setiap 10 kilometer penumpang harus membayar Rp1.000. ”Ini kebijakan Kementerian Perhubungan. Selaku operator, KCJ harus bisa mematuhi itu,” katanya saat dihubungi kemarin.
Eva mengatakan, perubahan sistem penarifan ini tidak ada kenaikan. Kalaupun ada, itu hanya terjadi kepada 7% penumpang. ”Namun, secara umum akan sama saja dan ada juga yang turun. Jadi perubahan ini bukan untuk menambah profit KCJ,” sebutnya.
Menurut Eva, perhitungan penggunaan kilometer juga dilihat ketika penumpang melakukan tap in dan tap out . Jika penumpang tap in di Stasiun Bogor, kemudian turun di Stasiun Tebet, namun tidak keluar dari stasiun dan kembali lagi ke arah Bogor, selanjutnya turun di Stasiun Cilebut maka hanya dikenakan tarif Rp2.000. ”Itu karena mesin hanya membaca ketika tap in dan tap out,” ujarnya.
Dengan perubahan sistem tarif ini, Eva mengaku senang mengingat tiket KRL Commuter Line selalu berkembang. Dengan kata lain, sistem tarif menyesuaikan dengan perkembangan tiket. Saat ini tiket KRL Commuter Line terintegrasi dengan SIM card ponsel.
Dengan sistem ini, pemilik ponsel bisa terus mengetahui perkembangan dan jumlah saldo miliknya. Ienes, penumpang KRL, mengaku belum mengetahui akan ada perubahan sistem tarif. Jika rencana tersebut memang benar, dia berharap KCJ memasang pengumuman agar masyarakat bisa mengetahui berapa kilometer jarak yang dilaluinya.
Menurutnya, sistem tarif ini cukup fair karena penumpang membayar sesuai jarak yang dilaluinya. Namun, dia berharap KCJ fokus pada kenyamanan dalam pengoperasian transportasi massal. DiamelihatselamainiPT KCJ hanya sibuk memperbaiki manajemen perusahaan. ”Misalnya menggandeng bank sebagai penyedia tiket, namun tidak diikuti dengan peningkatan waktu operasional,” ungkapnya.
Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro mengatakan, perubahan sistem tarif merupakan perkembangan positif. PT KCJ akan terlihat lebih transparan jika bisa membuat pamflet berisi jarak kilometer antarstasiun. Meski demikian, yang menjadi tantangan selanjutnya adalah bagaimana menambah perjalanan agar headway bisa lebih dekat.
Misalnya dengan membangun jalan tidak sebidang. ”Kereta terbukti sebagai transportasi yang diminati masyarakat. Untuk itu, pembangunan jalan tidak sebidang sudah seharusnya direalisasikan,” katanya.
Perubahan sistem tarif sudah beberapa kali dilakukan PT KCJ beberapa tahun belakangan. Sebelum Juni 2013 tarif berdasarkankelasKRL, yangmanasaatitu ada dua jenis kereta yakni ekonomi dan patas. Namun, kenyataan di lapangan banyak masyarakat yang curang dengan membeli tiket kereta ekonomi kemudian naik kereta patas ber-AC.
Atas kecurangan tersebut, akhir Juni 2013 PT KCJ mengubah sistem tarif berdasarkan stasiun yang dilalui. Di lima stasiun awal penumpang dikenakan tarif Rp3.000 kemudian Rp1.000 per tiga stasiun. Kebijakan ini mendapat protes karena dianggap penumpang terlalu mahal dan tidak sebanding dengan pelayanan sehingga pemerintah memberikan PSO kepada PT KCJ.
Akhirnya lima stasiun pertama, penumpang hanya dikenakan biaya Rp2.000 dan tiap tiga stasiun selanjutnya hanya dikenakan tarif Rp500. Saat ini PT KCJ memiliki 510 gerbong yang melayani 739 perjalanan setiap hari.
Dari ratusan gerbong tersebut, 15 rangkaian dilengkapi 10 gerbong dan 45 rangkaian dilengkapi delapan gerbong. Penumpang rata-rata per hari mencapai 650.000 orang.
Ridwansyah
(ftr)