Ahok Serahkan Bukti Dana Siluman
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya mewujudkan ancamannya untuk membawa kasus APBD ke penegak hukum. Kemarin Ahok menyerahkan laporan dan bukti-bukti dana siluman sebesar Rp12,1 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mantan Bupati Belitung Timur itu tiba di Gedung KPK pukul 16.56 WIB dengan Toyota Land Cruiser hitam B 1966 RFR. Kedatangannya ke KPK selepas bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka. Beberapa saat kemudian hadir sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, termasuk Sekretaris Daerah Saefullah.
Mereka menenteng dokumen yang bertumpuk-tumpuk. Ahok sempat melayani pertanyaan media beberapa saat sebelum memasuki Gedung KPK. ”Mau melaporkan temuan kami mengenai APBD DKI. Ini yang kita bawa bukti yang ditandatangani DPRD semua. Kami temukan ini menyimpang dari KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang kami tanda tangani. Ini bukti sangat jelas. Biar KPK saja yang melakukan penyidikan semua buktibukti ini,” kata Ahok kemarin.
Ahok diterima empat pimpinan KPK, termasuk Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Satu jam berselang, Ahok terlihat keluar dengan didampingi Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi. Ahok menuturkan, kedatangan jajaran Pemprov DKI Jakarta dengan membawa bukti-bukti perbedaan APBD yang diajukan pemprov lewat ebudgeting yang disepakati di paripurna dengan yang dibuat oleh DPRD.
Dia menegaskan ada selisih hingga lebih dari Rp12 triliun. Seperti diberitakan, belakangan hubungan Ahok dengan DPRD DKI Jakarta memanas. Rapat paripurna DPRD DKI Jakarta pada Kamis (26/2) bahkan menyetujui usulan penggunaan hak angket terhadap Ahok.
Awal mula hak angket ini mengemuka setelah Ahok dan DPRD DKI Jakarta bersitegang terkait APBD DKI Jakarta 2015 sebesar Rp73,08 triliun yang telah disepakati dan disahkan pada 27 Januari 2015. Draf APBD 2015 yang telah disahkan tersebut langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta ke Kemendagri tanpa kembali dibahas bersama DPRD.
Sepekan kemudian, draf APBD tersebut dikembalikan Kemendagri lantaran dinilai kurang memenuhi syarat teknis perihal rincian nomenklatur. Kalangan DPRD mensinyalir draf APBD yang dikirim tersebut bukan APBD yang disahkan pada 27 Januari 2015.
Ancaman penggunaan hak angket oleh Dewan itu sebelumnya direspons keras oleh Pemprov DKI Jakarta. Ahok berencana melaporkan sejumlah anggota Dewan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Bareskrim Mabes Polri. Dia mengklaim memiliki bukti permainan anggaran yang telah dicoretcoret DPRD seusai APBD DKI Jakarta yang disahkan pada 27 Januari 2015.
Kemarin Ahok menegaskan, laporan dan bukti-bukti yang disampaikan ke KPK tidak ada hubungannya dengan hak angket yang digulirkan DPRD. Kedatangannya ke KPK baru bisa kemarin lantaran Pemprov DKI perlu memasukkan data-data dulu ke sistem. Semua angka yang tidak jelas mesti dicari dan disisir. Menurutnya, APBD 2015 tidak main-main karena mencapai Rp73 triliun.
”Ini (dana siluman) sebenarnya sudah mau kita laporkan (ke KPK) sejak zamannya Pak Jokowi. Tapi buktinya tidak pernah ada karena selama ini SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang isi. Setelah ada e-budgeting, SKPD tidak bisa isi, ini DPRD yang membuatnya. Ini baik untuk kami laporkan. Jadi ini sudah sejak minggu lalu saya mau lapor,” imbuhnya.
Ahok mengklaim telah menjelaskan secara detail kepada KPK dugaan keterlibatan oknum DPRD, termasuk modus yang dilakukan. Bagi Ahok, langkah selanjutnya merupakan kewenangan KPK untuk memastikan dugaan keterlibatan oknum DPRD beserta modusnya.
Johan Budi Sapto Pribowo mengungkapkan, KPK tidak bisa langsung menyimpulkan ada unsur tindak pidana korupsi dalam kasus APBD DKI Jakarta. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan, seperti menelaah bukti-bukti terlebih dulu. ”Tapi dari gambaran yang disampaikan Pak Ahok dan jajaran, bisa disimpulkan ada indikasi adanya ”dana siluman”. Biar kami di tim pengaduan masyarakat yang akan menindaklanjuti,” ungkapnya.
Johan hanya tersenyum saat disinggung apakah oknum DPRD akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Dia juga belum memastikan apakah tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) akan jemput bola dengan turun ke DPRD. Johan menilai terlalu dini bila langsung disimpulkan berapa kerugian negara, pihak yang diduga terlibat, dan unsur mana yang bisa memenuhi. ”Kan baru telaah,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung langkah Ahok yang saat ini tengah menghadapi hak angket terkait pelaksanaan program ebudgeting. Menurut Ahok, program e-budgeting sudah dijalankan sejak Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI.
Ahok diterima Presiden di Istana Merdeka Jakarta selama hampir dua jam. Dalam pertemuan itu Presiden menanyakan kepada Ahok tentang hak angket yang digulirkan DPRD DKI. Presiden Jokowi, menurut Ahok, meminta untuk dicarikan format penyelesaian kasus ini mengingat usulan APBD juga berasal dari Pemda.
Presiden juga menyadari kecilnya penyerapan anggaran karena banyaknya SKPD yang tidak berani melakukan eksekusi akibat adanya titipan dari oknum DPRD. ”Solusinya (dari Presiden) ya harus laporkan ke yang berwajib,” tambahnya.
Sebelumnya Ahok mengaku Pemprov DKI kecolongan anggaran untuk perbelanjaan yang dinilainya tidak masuk akal. Salah satunya pembelian Uninterruptible Power Supply (UPS) di seluruh sekolah negeri di Jakarta Barat yang nilainya mencapai Rp5-6 miliar per unit. Dia menilai hal itu dilakukan oleh oknum melalui SKPD. Dia pun meminta penegak hukum untuk memeriksa mereka.
Ahok kemudian membandingkan dengan UPS di kantor temannya yang bergerak dalam bisnis luar negeri melalui komputerisasi. Berdasarkan informasi, UPS di kantor temannya yang mampu menyuplai 60 unit komputer saat listrik mati, hanya dibeli seharga Rp163 juta per unit. Karena itu, dia bersikeras menerapkan e-budgeting pada 2015.
Di bagian lain, anggota Panitia Hak Angket, M Syarif, enggan berdebat kusir melalui media perihal polemik APBD tersebut. Dalam pandangannya, semua itu akan dijawab setelah penggunaan hak angket selesai dilakukan paling lama 60 hari ke depan.
Saat ini, Panitia Hak Angket sedang mengumpulkan dokumen-dokumen sebagai pelengkap sebelum pemanggilan Tim Perumus Anggaran Daerah (TPAD), yakni Saefullah, yang juga Sekda DKI Jakarta. ”Lihat saja nanti hasilnya. Kami akan buktikan siapa yang telah menyalahi aturan. Ini teguran keras kepada Ahok agar tidak semena- mena menjadi pemimpin,” ungkapnya.
Selama proses hak angket dilakukan, Syarif berharap agar Kemendagri melakukan moratorium evaluasi APBD yang telah dikirimkan oleh Pemprov DKI Jakarta. ”Lebih baik dihentikan dulu sampai ada titik temu perihal APBD tersebut. Kalau sudah ada titik temu, hak angket tetap terus berjalan untuk menyelidiki etika dan norma Ahok,” ungkapnya.
Di lain pihak, Kemendagri menyatakan tidak akan mencampuri hak angket yang dilakukan DPRD DKI. Hal itu karena hak angket ada dan diatur di dalam undang-undang. ”Hak angket itu kan sesuatu yang melekat pada fungsi DPRD. Jadi apa yang apa yang harus dikomentari? Kita itu menjaga stabilitas pemerintahan daerah, tapi fungsi pengawasan itu hak atributif DPRD,” tutur Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik dan Hubungan Antarlembaga Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh.
Kemendagri lebih fokus pada penyelesaian polemik APBD DKI Jakarta. Apalagi kisruh antara DPRD dan Gubernur DKI Jakarta dimulai dari permasalahan APBD. ”Pak Menteri kan bilang akan mempertemukan (Ahok-DPRD). APBD-nya dulu, biar selesai. Kita juga kan memproses APBD-nya. Awalnya kan semua dari situ,” katanya.
Alasan Kemendagri fokus pada penuntasan masalah APBD karena berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Jika masalah ini tidak diselesaikan, jalannya pemerintahan di Jakarta akan terganggu. ”Ini sudah mengganggu,” paparnya.
Sabir laluhu/ Dita angga/ Rarasati syarief/ Bima setiyadi
Mantan Bupati Belitung Timur itu tiba di Gedung KPK pukul 16.56 WIB dengan Toyota Land Cruiser hitam B 1966 RFR. Kedatangannya ke KPK selepas bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka. Beberapa saat kemudian hadir sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, termasuk Sekretaris Daerah Saefullah.
Mereka menenteng dokumen yang bertumpuk-tumpuk. Ahok sempat melayani pertanyaan media beberapa saat sebelum memasuki Gedung KPK. ”Mau melaporkan temuan kami mengenai APBD DKI. Ini yang kita bawa bukti yang ditandatangani DPRD semua. Kami temukan ini menyimpang dari KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang kami tanda tangani. Ini bukti sangat jelas. Biar KPK saja yang melakukan penyidikan semua buktibukti ini,” kata Ahok kemarin.
Ahok diterima empat pimpinan KPK, termasuk Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Satu jam berselang, Ahok terlihat keluar dengan didampingi Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi. Ahok menuturkan, kedatangan jajaran Pemprov DKI Jakarta dengan membawa bukti-bukti perbedaan APBD yang diajukan pemprov lewat ebudgeting yang disepakati di paripurna dengan yang dibuat oleh DPRD.
Dia menegaskan ada selisih hingga lebih dari Rp12 triliun. Seperti diberitakan, belakangan hubungan Ahok dengan DPRD DKI Jakarta memanas. Rapat paripurna DPRD DKI Jakarta pada Kamis (26/2) bahkan menyetujui usulan penggunaan hak angket terhadap Ahok.
Awal mula hak angket ini mengemuka setelah Ahok dan DPRD DKI Jakarta bersitegang terkait APBD DKI Jakarta 2015 sebesar Rp73,08 triliun yang telah disepakati dan disahkan pada 27 Januari 2015. Draf APBD 2015 yang telah disahkan tersebut langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta ke Kemendagri tanpa kembali dibahas bersama DPRD.
Sepekan kemudian, draf APBD tersebut dikembalikan Kemendagri lantaran dinilai kurang memenuhi syarat teknis perihal rincian nomenklatur. Kalangan DPRD mensinyalir draf APBD yang dikirim tersebut bukan APBD yang disahkan pada 27 Januari 2015.
Ancaman penggunaan hak angket oleh Dewan itu sebelumnya direspons keras oleh Pemprov DKI Jakarta. Ahok berencana melaporkan sejumlah anggota Dewan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Bareskrim Mabes Polri. Dia mengklaim memiliki bukti permainan anggaran yang telah dicoretcoret DPRD seusai APBD DKI Jakarta yang disahkan pada 27 Januari 2015.
Kemarin Ahok menegaskan, laporan dan bukti-bukti yang disampaikan ke KPK tidak ada hubungannya dengan hak angket yang digulirkan DPRD. Kedatangannya ke KPK baru bisa kemarin lantaran Pemprov DKI perlu memasukkan data-data dulu ke sistem. Semua angka yang tidak jelas mesti dicari dan disisir. Menurutnya, APBD 2015 tidak main-main karena mencapai Rp73 triliun.
”Ini (dana siluman) sebenarnya sudah mau kita laporkan (ke KPK) sejak zamannya Pak Jokowi. Tapi buktinya tidak pernah ada karena selama ini SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang isi. Setelah ada e-budgeting, SKPD tidak bisa isi, ini DPRD yang membuatnya. Ini baik untuk kami laporkan. Jadi ini sudah sejak minggu lalu saya mau lapor,” imbuhnya.
Ahok mengklaim telah menjelaskan secara detail kepada KPK dugaan keterlibatan oknum DPRD, termasuk modus yang dilakukan. Bagi Ahok, langkah selanjutnya merupakan kewenangan KPK untuk memastikan dugaan keterlibatan oknum DPRD beserta modusnya.
Johan Budi Sapto Pribowo mengungkapkan, KPK tidak bisa langsung menyimpulkan ada unsur tindak pidana korupsi dalam kasus APBD DKI Jakarta. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan, seperti menelaah bukti-bukti terlebih dulu. ”Tapi dari gambaran yang disampaikan Pak Ahok dan jajaran, bisa disimpulkan ada indikasi adanya ”dana siluman”. Biar kami di tim pengaduan masyarakat yang akan menindaklanjuti,” ungkapnya.
Johan hanya tersenyum saat disinggung apakah oknum DPRD akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Dia juga belum memastikan apakah tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) akan jemput bola dengan turun ke DPRD. Johan menilai terlalu dini bila langsung disimpulkan berapa kerugian negara, pihak yang diduga terlibat, dan unsur mana yang bisa memenuhi. ”Kan baru telaah,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung langkah Ahok yang saat ini tengah menghadapi hak angket terkait pelaksanaan program ebudgeting. Menurut Ahok, program e-budgeting sudah dijalankan sejak Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI.
Ahok diterima Presiden di Istana Merdeka Jakarta selama hampir dua jam. Dalam pertemuan itu Presiden menanyakan kepada Ahok tentang hak angket yang digulirkan DPRD DKI. Presiden Jokowi, menurut Ahok, meminta untuk dicarikan format penyelesaian kasus ini mengingat usulan APBD juga berasal dari Pemda.
Presiden juga menyadari kecilnya penyerapan anggaran karena banyaknya SKPD yang tidak berani melakukan eksekusi akibat adanya titipan dari oknum DPRD. ”Solusinya (dari Presiden) ya harus laporkan ke yang berwajib,” tambahnya.
Sebelumnya Ahok mengaku Pemprov DKI kecolongan anggaran untuk perbelanjaan yang dinilainya tidak masuk akal. Salah satunya pembelian Uninterruptible Power Supply (UPS) di seluruh sekolah negeri di Jakarta Barat yang nilainya mencapai Rp5-6 miliar per unit. Dia menilai hal itu dilakukan oleh oknum melalui SKPD. Dia pun meminta penegak hukum untuk memeriksa mereka.
Ahok kemudian membandingkan dengan UPS di kantor temannya yang bergerak dalam bisnis luar negeri melalui komputerisasi. Berdasarkan informasi, UPS di kantor temannya yang mampu menyuplai 60 unit komputer saat listrik mati, hanya dibeli seharga Rp163 juta per unit. Karena itu, dia bersikeras menerapkan e-budgeting pada 2015.
Di bagian lain, anggota Panitia Hak Angket, M Syarif, enggan berdebat kusir melalui media perihal polemik APBD tersebut. Dalam pandangannya, semua itu akan dijawab setelah penggunaan hak angket selesai dilakukan paling lama 60 hari ke depan.
Saat ini, Panitia Hak Angket sedang mengumpulkan dokumen-dokumen sebagai pelengkap sebelum pemanggilan Tim Perumus Anggaran Daerah (TPAD), yakni Saefullah, yang juga Sekda DKI Jakarta. ”Lihat saja nanti hasilnya. Kami akan buktikan siapa yang telah menyalahi aturan. Ini teguran keras kepada Ahok agar tidak semena- mena menjadi pemimpin,” ungkapnya.
Selama proses hak angket dilakukan, Syarif berharap agar Kemendagri melakukan moratorium evaluasi APBD yang telah dikirimkan oleh Pemprov DKI Jakarta. ”Lebih baik dihentikan dulu sampai ada titik temu perihal APBD tersebut. Kalau sudah ada titik temu, hak angket tetap terus berjalan untuk menyelidiki etika dan norma Ahok,” ungkapnya.
Di lain pihak, Kemendagri menyatakan tidak akan mencampuri hak angket yang dilakukan DPRD DKI. Hal itu karena hak angket ada dan diatur di dalam undang-undang. ”Hak angket itu kan sesuatu yang melekat pada fungsi DPRD. Jadi apa yang apa yang harus dikomentari? Kita itu menjaga stabilitas pemerintahan daerah, tapi fungsi pengawasan itu hak atributif DPRD,” tutur Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik dan Hubungan Antarlembaga Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh.
Kemendagri lebih fokus pada penyelesaian polemik APBD DKI Jakarta. Apalagi kisruh antara DPRD dan Gubernur DKI Jakarta dimulai dari permasalahan APBD. ”Pak Menteri kan bilang akan mempertemukan (Ahok-DPRD). APBD-nya dulu, biar selesai. Kita juga kan memproses APBD-nya. Awalnya kan semua dari situ,” katanya.
Alasan Kemendagri fokus pada penuntasan masalah APBD karena berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Jika masalah ini tidak diselesaikan, jalannya pemerintahan di Jakarta akan terganggu. ”Ini sudah mengganggu,” paparnya.
Sabir laluhu/ Dita angga/ Rarasati syarief/ Bima setiyadi
(ftr)