Sarung Kekayaan Budaya Nusantara
A
A
A
JAKARTA - Pergelaran Indonesia Fashion Week (IFW) 2015 dimanfaatkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk meluncurkan buku “Sarung Gaya, Gaya Sarung”.
Apindo bekerja sama dengan penulis buku Retno Murti. Peluncuran buku yang turut didukung oleh Confederation of Norwegian Enterprise (NHO) ini juga sebagai upaya mengangkat budaya dan produk lokal. Hal ini menjadi acuan tren fashion yang berkesinambungan bagi usaha kecil menengah (UKM) dan industri kecil menengah (IKM) seluruh provinsi di Indonesia.
“Ketika diminta membuat buku ini, saya merasa sangat tertarik karena biasanya sarung dipakai untuk acara tertentu saja. Saat membuat buku ini, saya menemukan banyak hal yang bisa dijadikan inspirasi,” ungkap Retno Murti saat peluncuran buku di Jakarta kemarin. Selain itu, Retno menjelaskan ada banyak cerita di balik sarung yang ada di seluruh Tanah Air. Ini lantaran kekayaan budaya yang melahirkan banyak motif pada sarung di Indonesia.
“Siapa yang tidak mengenal sarung? Di luar negeri, sarung juga begitu dikenal. Karena itu, di dalam buku ini selain cerita tersebut, ada juga panduan bagi UKMIKM untuk membuat sarung menjadi desain yang apik,” imbuhnya. Ketua Bidang UKM Apindo Nina Tursinah mengungkapkan, pembuatan buku “Sarung Gaya, Gaya Sarung” terinspirasi dari kekayaan sarung di Indonesia.
Dari sekitar 400 kabupaten/kota dan 33 provinsi, mempunyai sarung beragam dengan keunikan tersendiri. Masing-masing daerah ini juga memiliki UKM-IKM sendiri. Buku ini diharapkan dapat memotivasi industri kecil menengah. “Jadi, industri yang menciptakan lapangan kerja ini bisa terinspirasi dan teredukasi bagaimana memakai sarung sehingga bisa dipakai untuk ekspor menciptakan gaya dan bisa bersaing lewat sarung di dunia internasional,” ungkap Nina.
Dia mengatakan, Apindo sangat mengapresiasi sarung sebagai kekayaan Nusantara. Sarung juga sangat fleksibel digunakan baik secara tradisional maupun modern. Oleh karena itu, buku ini juga menjadi bagian promosi keanekaragaman sarung di seluruh Indonesia. Ke depan, tambahnya, akan dibuat buku seri selanjutnya. Sementara itu, mulai kemarin perhelatan IFW kembali digelar. Acara yang berlangsung hingga 1 Maret 2015 ini dihelat di Jakarta Convention Center.
“Fashionable People Sustainable Planet” menjadi tema yang diusung pada IFW tahun ini. Sinergitas dari cetak biru industri mode pun semakin diperkuat lewat kekayaan warisan budaya. Pembukaan IFW 2015, kemarin, dihadiri Ketua DPD RI Irman Gusman, Menteri Pariwisata Arif Yahya, Menteri Perindustrian Saleh Husein, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.
“Saya melihat fashion sebagai sumber uang yang di dalamnya kolaborasi antara kreatif dan desain bergabung,” ujar Triawan. Ketua DPD Irman Gusman mengungkapkan, kreativitas dan inovasi di dunia fashion terus mendapat tempat dan semakin maju. “Kekayaan warisan budaya di tiap daerah melahirkan banyak ide untuk inspirasi fashion,” paparnya.
“Kita dukung usul payung hukum untuk ekonomi kreatif, dengan mengusung RUU Ekonomi Kreatif yang tahun depan jadi prioritas, sehingga Badan Ekonomi Kreatif yang baru terbentuk bisa maksimal berkontribusi,” imbuh Irman.
Dyah ayu pamela
Apindo bekerja sama dengan penulis buku Retno Murti. Peluncuran buku yang turut didukung oleh Confederation of Norwegian Enterprise (NHO) ini juga sebagai upaya mengangkat budaya dan produk lokal. Hal ini menjadi acuan tren fashion yang berkesinambungan bagi usaha kecil menengah (UKM) dan industri kecil menengah (IKM) seluruh provinsi di Indonesia.
“Ketika diminta membuat buku ini, saya merasa sangat tertarik karena biasanya sarung dipakai untuk acara tertentu saja. Saat membuat buku ini, saya menemukan banyak hal yang bisa dijadikan inspirasi,” ungkap Retno Murti saat peluncuran buku di Jakarta kemarin. Selain itu, Retno menjelaskan ada banyak cerita di balik sarung yang ada di seluruh Tanah Air. Ini lantaran kekayaan budaya yang melahirkan banyak motif pada sarung di Indonesia.
“Siapa yang tidak mengenal sarung? Di luar negeri, sarung juga begitu dikenal. Karena itu, di dalam buku ini selain cerita tersebut, ada juga panduan bagi UKMIKM untuk membuat sarung menjadi desain yang apik,” imbuhnya. Ketua Bidang UKM Apindo Nina Tursinah mengungkapkan, pembuatan buku “Sarung Gaya, Gaya Sarung” terinspirasi dari kekayaan sarung di Indonesia.
Dari sekitar 400 kabupaten/kota dan 33 provinsi, mempunyai sarung beragam dengan keunikan tersendiri. Masing-masing daerah ini juga memiliki UKM-IKM sendiri. Buku ini diharapkan dapat memotivasi industri kecil menengah. “Jadi, industri yang menciptakan lapangan kerja ini bisa terinspirasi dan teredukasi bagaimana memakai sarung sehingga bisa dipakai untuk ekspor menciptakan gaya dan bisa bersaing lewat sarung di dunia internasional,” ungkap Nina.
Dia mengatakan, Apindo sangat mengapresiasi sarung sebagai kekayaan Nusantara. Sarung juga sangat fleksibel digunakan baik secara tradisional maupun modern. Oleh karena itu, buku ini juga menjadi bagian promosi keanekaragaman sarung di seluruh Indonesia. Ke depan, tambahnya, akan dibuat buku seri selanjutnya. Sementara itu, mulai kemarin perhelatan IFW kembali digelar. Acara yang berlangsung hingga 1 Maret 2015 ini dihelat di Jakarta Convention Center.
“Fashionable People Sustainable Planet” menjadi tema yang diusung pada IFW tahun ini. Sinergitas dari cetak biru industri mode pun semakin diperkuat lewat kekayaan warisan budaya. Pembukaan IFW 2015, kemarin, dihadiri Ketua DPD RI Irman Gusman, Menteri Pariwisata Arif Yahya, Menteri Perindustrian Saleh Husein, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.
“Saya melihat fashion sebagai sumber uang yang di dalamnya kolaborasi antara kreatif dan desain bergabung,” ujar Triawan. Ketua DPD Irman Gusman mengungkapkan, kreativitas dan inovasi di dunia fashion terus mendapat tempat dan semakin maju. “Kekayaan warisan budaya di tiap daerah melahirkan banyak ide untuk inspirasi fashion,” paparnya.
“Kita dukung usul payung hukum untuk ekonomi kreatif, dengan mengusung RUU Ekonomi Kreatif yang tahun depan jadi prioritas, sehingga Badan Ekonomi Kreatif yang baru terbentuk bisa maksimal berkontribusi,” imbuh Irman.
Dyah ayu pamela
(ars)