Dua Dokter Terancam Tiga Tahun Penjara
A
A
A
GRESIK - Dua dokter yang diduga melakukan malapraktik terhadap M Gahtfan Habibi, 5, terancam kurungan penjara tiga tahun.
Operasi biopsi yang dilakukan dr Yanuar Syam dan dr Diki Tampubolon di RSIA Nyai Ageng Pinatih dinilai melanggar UU Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Keduanya tidak memiliki surat izin praktik (SIP) di RSIA Nyai Ageng Pinatih sejak 2008. Dengan demikian, operasi yang dilakukan kedua dokter terhadap korban Habibi ilegal. Pada Pasal 76 UU Nomor 29/2004, yang tidak memiliki SIP terancam hukuman pidana tiga tahun plus denda Rp100 juta.
“Sesuai UU Nomor 29/2004, dokter yang tidak memiliki SIP ada sanksinya sebagaimana tertulis,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik Soegeng Widodo kemarin. Menurut Soegeng, hingga kini dinasnya tidak pernah menerima rekomendasi SIP Yanuar maupun Diki dari IDI. Jadi, tidak benar bila dia sengaja mempersulit atau menahan proses perizinan praktik keduanya di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
“Andaikan saat itu keduanya langsung datang mengurus SIP dan persyaratannya lengkap, bisa langsung jadi,” katanya. Karena itu, lanjut Soegeng, bila memang Yanuar dan Diki tidak memiliki SIP dari RSIA Nyai Ageng Pinatih, saat operasi biopsi kepada korban Habibi termasuk dalam kategori tidak sah karena melanggar ketentuan dan keduanya terancam pidana.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Gresik juga membenarkan bila Yanuar yang ahli bedah maupun Diki yang ahli anestesi belum pernah mengurus perpanjangan SIP di RSIA Nyai Ageng Pinatih. Padahal, dalam Pasal 36 UU 29/2004 disebutkan, SIP hanya bisa digunakan untuk satu tempat praktik. Sedangkan setiap dokter maksimal memiliki tiga SIP di tiga tempat praktik berbeda.
“Selama saya menjabat ketua IDI Cabang Gresik sejak 2009 hingga sekarang, saya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi SIP dr Yanuar dan dr Diki ke Dinkes Gresik,” kata Bambang Priadi, Ketua IDI Cabang Gresik. Padahal, kewenangan IDI adalah merekomendasi setiap dokter mendapat SIP. Prosesnya, sebelum memberikan rekomendasi IDI melakukan penilaian terhadap kesehatan pemohon, etika, dan jumlah tempat praktik setiap pemohon.
Menyikapi hal itu, Yanuar justru mengambinghitamkan manajemenRSIA Nyai Ageng Pinatih. Dalam pandangannya, SIP yang diajukannya tidak keluar karena izin HO RSIA Nyai Ageng Pinatih bermasalah. Padahal, SIP dia kedaluwarsa sejak 2013. Di lain pihak, kondisi korban, Habibi, masih belum ada perubahan. Putra kedua pasangan Pitono-Lilik Setyawati itu masih terbaring di ICU Ibnu Sina dengan bantuan ventilator dan alat medis lain. Sampai saat ini tercatat korban mengalami koma selama 53 hari.
“Kondisi pasien tetap belum ada perubahan. Selain itu, kami akan segera melaporkan ke polisi, tetapi masih menunggu konfirmasi pihak keluarga,” ancam pengacara keluarga korban, Dewi Murniati.
Ashadi ik
Operasi biopsi yang dilakukan dr Yanuar Syam dan dr Diki Tampubolon di RSIA Nyai Ageng Pinatih dinilai melanggar UU Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Keduanya tidak memiliki surat izin praktik (SIP) di RSIA Nyai Ageng Pinatih sejak 2008. Dengan demikian, operasi yang dilakukan kedua dokter terhadap korban Habibi ilegal. Pada Pasal 76 UU Nomor 29/2004, yang tidak memiliki SIP terancam hukuman pidana tiga tahun plus denda Rp100 juta.
“Sesuai UU Nomor 29/2004, dokter yang tidak memiliki SIP ada sanksinya sebagaimana tertulis,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik Soegeng Widodo kemarin. Menurut Soegeng, hingga kini dinasnya tidak pernah menerima rekomendasi SIP Yanuar maupun Diki dari IDI. Jadi, tidak benar bila dia sengaja mempersulit atau menahan proses perizinan praktik keduanya di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
“Andaikan saat itu keduanya langsung datang mengurus SIP dan persyaratannya lengkap, bisa langsung jadi,” katanya. Karena itu, lanjut Soegeng, bila memang Yanuar dan Diki tidak memiliki SIP dari RSIA Nyai Ageng Pinatih, saat operasi biopsi kepada korban Habibi termasuk dalam kategori tidak sah karena melanggar ketentuan dan keduanya terancam pidana.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Gresik juga membenarkan bila Yanuar yang ahli bedah maupun Diki yang ahli anestesi belum pernah mengurus perpanjangan SIP di RSIA Nyai Ageng Pinatih. Padahal, dalam Pasal 36 UU 29/2004 disebutkan, SIP hanya bisa digunakan untuk satu tempat praktik. Sedangkan setiap dokter maksimal memiliki tiga SIP di tiga tempat praktik berbeda.
“Selama saya menjabat ketua IDI Cabang Gresik sejak 2009 hingga sekarang, saya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi SIP dr Yanuar dan dr Diki ke Dinkes Gresik,” kata Bambang Priadi, Ketua IDI Cabang Gresik. Padahal, kewenangan IDI adalah merekomendasi setiap dokter mendapat SIP. Prosesnya, sebelum memberikan rekomendasi IDI melakukan penilaian terhadap kesehatan pemohon, etika, dan jumlah tempat praktik setiap pemohon.
Menyikapi hal itu, Yanuar justru mengambinghitamkan manajemenRSIA Nyai Ageng Pinatih. Dalam pandangannya, SIP yang diajukannya tidak keluar karena izin HO RSIA Nyai Ageng Pinatih bermasalah. Padahal, SIP dia kedaluwarsa sejak 2013. Di lain pihak, kondisi korban, Habibi, masih belum ada perubahan. Putra kedua pasangan Pitono-Lilik Setyawati itu masih terbaring di ICU Ibnu Sina dengan bantuan ventilator dan alat medis lain. Sampai saat ini tercatat korban mengalami koma selama 53 hari.
“Kondisi pasien tetap belum ada perubahan. Selain itu, kami akan segera melaporkan ke polisi, tetapi masih menunggu konfirmasi pihak keluarga,” ancam pengacara keluarga korban, Dewi Murniati.
Ashadi ik
(ars)