Dana Desa Rentan Disalahgunakan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyatakan dana desa sangat rentan disalahgunakan oleh oknum tertentu. Tidak mudah mengontrol 74.000 desa yang akan menerima dana bulan depan.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih khawatir terhadap efek penggunaan dana desa, meski diakui telah menyiapkan segala antisipasinya.
“Kami sudah menerbitkan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis ataupun surat-menyurat terkait pengelolaan dana desa. Tapi belum tentu seluruh kepala desa itu mengerti bagaimana pemakaiannya,” katanya dalam diskusi Politik Dana Desa, yang diselenggarakan Institut Peradaban di Jakarta kemarin. Menurut Marwan, meski bukan sebagai pejabat pengguna anggaran, dirinya khawatir jika dana desa ini disalahkelolakan.
“Uangnya memang langsung dari Kemenkeu ke desa, bukan ke saya. Tapi ya saya khawatir juga karena memang tidak mudah mengontrol 74.000 kepala desa yang akan menerima dana desa itu,” beber Marwan. Lebih lanjut politikus PKB itu mengungkapkan, keterbatasan anggaran di APBN juga menyebabkan proyeksi satu desa satu pendamping juga akan mempersulit pengawasan.
Kondisi sekarang, terangnya, tersedia mantan fasilitator PNPM Mandiri yakni pendamping ahli ada di 3-4 kabupaten telah tersedia 1.386 orang hanya untuk 434 kabupaten. Sementara operator komputer untuk data dan pelaporan ada 868 orang. Pendamping desa bergelar sarjana untuk dua orang per kecamatan, dengan jumlah 12.764 orang untuk 6,384 kabupaten.
Sementara pendamping lokal, baru mampu disediakan satu orang per kecamatan dengan jumlah 5.301 orang. “Baru sebagian kecil mantan fasilitator PNPM itu yang terlatih sesuai dengan substansi UU Desa,” kata Marwan. Menurut dia, meski kepala desa di Pulau Jawa relatif sudah banyak pengalaman, tetap saja masih butuh pendampingan terus-menerus.
“Lalubagaimana kepala desa di ujung Republik ini seperti di Papua ataupun di Indonesia bagian timur lainnya, pasti butuh pemahaman serius,” ungkap Marwan. Oleh karena itu, ujarnya, interaksi langsung dan dialog dengan seluruh kepala desa pun akan dimaksimalkan pada satu tahun ini. “Dalam setahun ini, kita memang harus berkunjung ke desa dan menjelaskan ke mereka dengan dialog. Saya pun tidak bisa leha-leha di Jakarta karena ini PR yang berat juga bagi saya dan kementerian desa ini,” ungkap Marwan.
Marwan mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan solusi untuk pendampingan desa, seperti penyiapan manajemen untuk rekrutmen ulang terhadap mantan fasilitator PNPM. Lalu penyiapan materi, dan kemudian menyelenggarakan pelatihan secara berjenjang bagi mereka. Selain itu, kementerian akan bekerja sama dengan pihak luar untuk mempersiapkan pendampingan desa, termasuk pelatihan pendamping.
Kementerian juga akan bekerja sama dengan perguruan tinggi, LSM, dan organisasi masyarakat di mana mereka akan menyiapkan dana dan sumber daya secara mandiri. Sosiolog IPB Ivanovic Agusta dalam paparannya menyebutkan, yang menarik dari UU Desa adalah urusan pemerintah pusat terbagi dua antara aturan dan anggarannya. Namun, yang mendesak dilakukan pemerintah pusat adalah segera membuat peraturan menteri sebagai peraturan dasar (rule of the game ) tahun ini.
Peraturan ini, ujarnya, akan memudahkan pemaduan berbagai pembangunan di tingkat desa. “Saya kira perlu ada kerja sama antara Kemendes dengan kementerian lain lintas sektoral,” ujarnya di diskusi tersebut. Agusta menjelaskan, jika Kemendes PDTT mengajukan suatu instruksi presiden (inpres) mengenai pemaduan pengelolaan desa lintas sektoral maka akan menjadi terobosan bagus. Pasalnya, di Pasal 79 UU Desa disebutkan program pemerintah berskala lokal didelegasikan ke setiap desa.
Ini menjadi mandat untuk, misalnya, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kemen LH dan Kehutanan untuk melakukan integrasi dengan Kemendes. Menurut dia, UU Desa memberikan panduan bagi pemerintah pusat hingga daerah untuk melakukan pengaturan dan penganggaran. Namun, konsep pembangunan desa harus diarahkan ke keterpaduan pembangunan sektoral di wilayah desa dan perdesaan. Sebelumnya, mantan Wakil Ketua RUU Pansus Desa Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa kehadiran UU Desa menjadi momentum penguatan desa. Saat ini desa menjadi subjek pembangunan.
Dia tidak khawatir soal kemungkinan pengelolaan dana desa yang bisa menimbulkan efek hukum bagi kepala desa. Menurut Budiman, semua pihak harus ikut menyukseskan dan membantu kepala desa agar bisa mengelola anggaran dengan maksimal.
Neneng zubaidah
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih khawatir terhadap efek penggunaan dana desa, meski diakui telah menyiapkan segala antisipasinya.
“Kami sudah menerbitkan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis ataupun surat-menyurat terkait pengelolaan dana desa. Tapi belum tentu seluruh kepala desa itu mengerti bagaimana pemakaiannya,” katanya dalam diskusi Politik Dana Desa, yang diselenggarakan Institut Peradaban di Jakarta kemarin. Menurut Marwan, meski bukan sebagai pejabat pengguna anggaran, dirinya khawatir jika dana desa ini disalahkelolakan.
“Uangnya memang langsung dari Kemenkeu ke desa, bukan ke saya. Tapi ya saya khawatir juga karena memang tidak mudah mengontrol 74.000 kepala desa yang akan menerima dana desa itu,” beber Marwan. Lebih lanjut politikus PKB itu mengungkapkan, keterbatasan anggaran di APBN juga menyebabkan proyeksi satu desa satu pendamping juga akan mempersulit pengawasan.
Kondisi sekarang, terangnya, tersedia mantan fasilitator PNPM Mandiri yakni pendamping ahli ada di 3-4 kabupaten telah tersedia 1.386 orang hanya untuk 434 kabupaten. Sementara operator komputer untuk data dan pelaporan ada 868 orang. Pendamping desa bergelar sarjana untuk dua orang per kecamatan, dengan jumlah 12.764 orang untuk 6,384 kabupaten.
Sementara pendamping lokal, baru mampu disediakan satu orang per kecamatan dengan jumlah 5.301 orang. “Baru sebagian kecil mantan fasilitator PNPM itu yang terlatih sesuai dengan substansi UU Desa,” kata Marwan. Menurut dia, meski kepala desa di Pulau Jawa relatif sudah banyak pengalaman, tetap saja masih butuh pendampingan terus-menerus.
“Lalubagaimana kepala desa di ujung Republik ini seperti di Papua ataupun di Indonesia bagian timur lainnya, pasti butuh pemahaman serius,” ungkap Marwan. Oleh karena itu, ujarnya, interaksi langsung dan dialog dengan seluruh kepala desa pun akan dimaksimalkan pada satu tahun ini. “Dalam setahun ini, kita memang harus berkunjung ke desa dan menjelaskan ke mereka dengan dialog. Saya pun tidak bisa leha-leha di Jakarta karena ini PR yang berat juga bagi saya dan kementerian desa ini,” ungkap Marwan.
Marwan mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan solusi untuk pendampingan desa, seperti penyiapan manajemen untuk rekrutmen ulang terhadap mantan fasilitator PNPM. Lalu penyiapan materi, dan kemudian menyelenggarakan pelatihan secara berjenjang bagi mereka. Selain itu, kementerian akan bekerja sama dengan pihak luar untuk mempersiapkan pendampingan desa, termasuk pelatihan pendamping.
Kementerian juga akan bekerja sama dengan perguruan tinggi, LSM, dan organisasi masyarakat di mana mereka akan menyiapkan dana dan sumber daya secara mandiri. Sosiolog IPB Ivanovic Agusta dalam paparannya menyebutkan, yang menarik dari UU Desa adalah urusan pemerintah pusat terbagi dua antara aturan dan anggarannya. Namun, yang mendesak dilakukan pemerintah pusat adalah segera membuat peraturan menteri sebagai peraturan dasar (rule of the game ) tahun ini.
Peraturan ini, ujarnya, akan memudahkan pemaduan berbagai pembangunan di tingkat desa. “Saya kira perlu ada kerja sama antara Kemendes dengan kementerian lain lintas sektoral,” ujarnya di diskusi tersebut. Agusta menjelaskan, jika Kemendes PDTT mengajukan suatu instruksi presiden (inpres) mengenai pemaduan pengelolaan desa lintas sektoral maka akan menjadi terobosan bagus. Pasalnya, di Pasal 79 UU Desa disebutkan program pemerintah berskala lokal didelegasikan ke setiap desa.
Ini menjadi mandat untuk, misalnya, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kemen LH dan Kehutanan untuk melakukan integrasi dengan Kemendes. Menurut dia, UU Desa memberikan panduan bagi pemerintah pusat hingga daerah untuk melakukan pengaturan dan penganggaran. Namun, konsep pembangunan desa harus diarahkan ke keterpaduan pembangunan sektoral di wilayah desa dan perdesaan. Sebelumnya, mantan Wakil Ketua RUU Pansus Desa Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa kehadiran UU Desa menjadi momentum penguatan desa. Saat ini desa menjadi subjek pembangunan.
Dia tidak khawatir soal kemungkinan pengelolaan dana desa yang bisa menimbulkan efek hukum bagi kepala desa. Menurut Budiman, semua pihak harus ikut menyukseskan dan membantu kepala desa agar bisa mengelola anggaran dengan maksimal.
Neneng zubaidah
(ars)