PTUN Tolak Pengajuan Gugatan Duo Bali Nine
A
A
A
JAKARTA - Pengajuan gugatan penolakan grasi terpidana mati atas kasus narkotika Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ketua PTUN menganggap pengajuan itu salah alamat.
Menurut Kepala Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Hendro Puspito, penolakan itu merujuk pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Kewenangan PTUN. "Kasus ini bukan objek yang harus diselesaikan di ranah PTUN," kata Hendro kepada wartawan, Selasa (24/2/2015).
Hendro menjelaskan apa yang digugat oleh pengacara Duo Bali Nine itu sama dengan yang diajukan Corby pada tahun 2012 lalu. "Pada 2012 terdapat perkara serupa dengan nomor registrasi 92/G/2012/PTUN-JKT atas kasus Corby. Saat itu, majelis hakim juga menolak gugatan terhadap Kepres tidak dikabulkannya grasi terpidana narkotika," tambahnya.
Meskipun begitu, penggugat bisa mengajukan gugatan perlawanan di pengadilan yang sama dalam tempo 14 hari berdasarkan pasal 62 UU Nomor 51 Tahun 2009. (Baca: Dua Anggota Bali Nine Berharap Eksekusi Batal)
Sementara itu menurut salah satu kuasa hukum Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Todung Mulya Lubis, pemberian grasi sebagai hak diskresi presiden patut dipertanyakan. Terutama soal kajian sebelum presiden memutuskan untuk menolak.
"Secepatnya akan kami ajukan gugatan perlawanan, penolakan grasi (oleh presiden) itu dilakukan komprehensif apa tidak, didasarkan pertimbangan matang atau tidak," kata Todung, Selasa (24/2/2015).
Todung mengaskan, pengajuan gugatan tidak hanya memperjuangkan nasib dua warga negara Australia. Namun jika gugatan tersebut dikabulkan, para terpidana mati lainnya yang grasinya ditolak, juga akan terselamatkan. (Baca: Jokowi Tolak Grasi 11 Terpidana Mati Ini)
"Kedua klien itu telah menunjukkan perubahan signifikan. Dalam proses rehabilitasi misalnya, baik Andrew maupun Myuran telah berkarya dengan membuka kursus komputer, membuka sekolah lukisan serta mendalami agama," tutup Todung.
Hari ini Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta Timur menggelar sidang pemeriksaan gugatan atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32/G tertanggal 30 Desember 2014 dan Keppres nomor 9/G tertanggal 17 Januari 2015.
Menurut Kepala Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Hendro Puspito, penolakan itu merujuk pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Kewenangan PTUN. "Kasus ini bukan objek yang harus diselesaikan di ranah PTUN," kata Hendro kepada wartawan, Selasa (24/2/2015).
Hendro menjelaskan apa yang digugat oleh pengacara Duo Bali Nine itu sama dengan yang diajukan Corby pada tahun 2012 lalu. "Pada 2012 terdapat perkara serupa dengan nomor registrasi 92/G/2012/PTUN-JKT atas kasus Corby. Saat itu, majelis hakim juga menolak gugatan terhadap Kepres tidak dikabulkannya grasi terpidana narkotika," tambahnya.
Meskipun begitu, penggugat bisa mengajukan gugatan perlawanan di pengadilan yang sama dalam tempo 14 hari berdasarkan pasal 62 UU Nomor 51 Tahun 2009. (Baca: Dua Anggota Bali Nine Berharap Eksekusi Batal)
Sementara itu menurut salah satu kuasa hukum Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Todung Mulya Lubis, pemberian grasi sebagai hak diskresi presiden patut dipertanyakan. Terutama soal kajian sebelum presiden memutuskan untuk menolak.
"Secepatnya akan kami ajukan gugatan perlawanan, penolakan grasi (oleh presiden) itu dilakukan komprehensif apa tidak, didasarkan pertimbangan matang atau tidak," kata Todung, Selasa (24/2/2015).
Todung mengaskan, pengajuan gugatan tidak hanya memperjuangkan nasib dua warga negara Australia. Namun jika gugatan tersebut dikabulkan, para terpidana mati lainnya yang grasinya ditolak, juga akan terselamatkan. (Baca: Jokowi Tolak Grasi 11 Terpidana Mati Ini)
"Kedua klien itu telah menunjukkan perubahan signifikan. Dalam proses rehabilitasi misalnya, baik Andrew maupun Myuran telah berkarya dengan membuka kursus komputer, membuka sekolah lukisan serta mendalami agama," tutup Todung.
Hari ini Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta Timur menggelar sidang pemeriksaan gugatan atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32/G tertanggal 30 Desember 2014 dan Keppres nomor 9/G tertanggal 17 Januari 2015.
(hyk)