Gobel Diuji Mafia Beras
A
A
A
Pemerintah menahan diri untuk tidak membuka keran impor beras dalam waktu dekat meski terjadi lonjakan harga beras yang cukup tinggi sejak awal Februari ini.
Alasannya,selain stok beras tersedia untuk beberapa bulan ke depan, pada Maret dan April mulai panen raya.Menyikapi kenaikan harga beras agar tidak menjadi bola liar, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memilih kebijakan operasi pasar dengan memanfaatkan stok cadangan beras milik Bulog. Sayangnya, kebijakan operasi beras disalahgunakan pedagang yang melibatkan orang dalam Bulog, sebagaimana diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel.
Benarkah ada kolaborasi antara pedagang dan orang Bulog yang mempermainkan harga beras—yang belakangan dijuluki mafia beras dibalik meroketnya harga beras di Jakarta dan sekitarnya? Yang pasti,selama dua pekan dalam bulan ini harga beras untuk semua jenis di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur mencatat kenaikan sekitar 30%.
Para pedagang mengklaim untuk pertama kalinya kenaikan harga beras dipasar induk memecahkan rekor dalam sejarah. Bulog sudah menggelar operasi pasar dengan menggandeng pasukan dari Kodam Jaya untuk pengamanan.
Sementara secara nasional Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SPPKP)Kemendag memantau kenaikan harga beras hanya 2% selama dua pekan ini.Dari hasil monitor SPPKP harga rata-rataberas secara nasional yang terbentuk pada 1 Februari sebesar Rp9.629 per kilogram(kg), lalu sepuluh hari kemudian terjadi kenaikan harga walau tidak signifikan menjadi sebesar Rp9.789 per kg.
Pada 18 Februari harga beras naik lagi yang mencapai Rp9.837 per kg. Pemerintah mengakui panen pada sejumlah sentra produksi beras memang masih rendah pada awal tahun ini sebagai salah satu pemicu kenaikan harga beras.
Lalu,mengapa harga beras di Jakarta dan sekitarnya bisa meroket? Untuk menjelaskan kenaikan harga beras yang fenomenal itu, pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memakai empat pendekatan.
Pertama,keterlambatan musim panen dan saat ini periode transisi antara musim paceklik dan panen raya yang diperkirakan mulai berlangsung pada bulan depan sehingga pemerintah tak perlu membuka keran impor.Hanya,kenaikan harga beras di Jakarta yang mencapai 30% dipertanyakan karena kenaikan harga beras yang wajar seharusnya pada kisaran 10% hingga15%.
Kedua,pada periode November dan Desember 2014,Bulog tidak menyalurkan beras untuk masyarakat miskin. Itu berpengaruh pada permintaan beras yang melonjak signifikan.
Ketiga,perubahan operasi beras yang digelar Bulog.Selama inioperasi pasar kepedagang besar di Pasar Induk Cipinang,namun pemerintah menilai salah sasaran sebab harga beras tetap tinggi, yang terjadi justru melahirkan praktik pengoplosan. Sejak Februari operasi pasar tidak melalui pedagang, tetapi berdampak pada kenaikan harga.
Keempat ,permainan dalam perdagangan beras yang oleh mendag diistilahkan sebagai mafia beras. Sebelumnya istilah mafia beras dipopulerkan Mendag Rachmat Gobel terkait distribusi ilegal beras operasi pasar Bulog. Pada pertengahan Januari lalu,muncul kasus beras operasi pasar Bulog yang dioplos di Cakung,Jakarta Timur.
Modusnya dengan cara mengoplos berasoperasi pasar Bulog seharga Rp7.400 perkg dengan beras jenis medium yang lebih baik lalu dikemas ulang dengan harga di atas Rp8.000 per kg. Praktik curang tersebut membuat pemerintah mengubah mekanisme operasi pasar.
Sejak awal Februari operasi beras tak lagi melalui pedagang di Pasar Induk Cipinang,namun langsung ke pasar tradisional dan masyarakat. Jadi, kesimpulan dari pemerintah bahwa terjadi kenaikan harga beras yang mencapai sekitar 30% di wilayah Jakarta terutama di pasar induk beras lebih karena dipicu ulah pedagang.
Mafia beras tidak bisa lagimengoplos beras dari operasi pasar Bulog.Dengan perubahan sasaran operasi pasar yang langsung ke pasar tradisional dan masyarakat telah mengurangi pasokan beras di pedagang besar, terutama di Pasar Induk Cipinang.
Dengan memahami pokok masalah penyebab kenaikan harga beras tersebut, sekarang tinggal menunggu aksi nyata dari pemerintah bagaimana menstabilkan harga beras. Dan, meringkus para mafia beras yang jelas sudah meresahkan masyarakat.
Alasannya,selain stok beras tersedia untuk beberapa bulan ke depan, pada Maret dan April mulai panen raya.Menyikapi kenaikan harga beras agar tidak menjadi bola liar, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memilih kebijakan operasi pasar dengan memanfaatkan stok cadangan beras milik Bulog. Sayangnya, kebijakan operasi beras disalahgunakan pedagang yang melibatkan orang dalam Bulog, sebagaimana diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel.
Benarkah ada kolaborasi antara pedagang dan orang Bulog yang mempermainkan harga beras—yang belakangan dijuluki mafia beras dibalik meroketnya harga beras di Jakarta dan sekitarnya? Yang pasti,selama dua pekan dalam bulan ini harga beras untuk semua jenis di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur mencatat kenaikan sekitar 30%.
Para pedagang mengklaim untuk pertama kalinya kenaikan harga beras dipasar induk memecahkan rekor dalam sejarah. Bulog sudah menggelar operasi pasar dengan menggandeng pasukan dari Kodam Jaya untuk pengamanan.
Sementara secara nasional Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SPPKP)Kemendag memantau kenaikan harga beras hanya 2% selama dua pekan ini.Dari hasil monitor SPPKP harga rata-rataberas secara nasional yang terbentuk pada 1 Februari sebesar Rp9.629 per kilogram(kg), lalu sepuluh hari kemudian terjadi kenaikan harga walau tidak signifikan menjadi sebesar Rp9.789 per kg.
Pada 18 Februari harga beras naik lagi yang mencapai Rp9.837 per kg. Pemerintah mengakui panen pada sejumlah sentra produksi beras memang masih rendah pada awal tahun ini sebagai salah satu pemicu kenaikan harga beras.
Lalu,mengapa harga beras di Jakarta dan sekitarnya bisa meroket? Untuk menjelaskan kenaikan harga beras yang fenomenal itu, pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memakai empat pendekatan.
Pertama,keterlambatan musim panen dan saat ini periode transisi antara musim paceklik dan panen raya yang diperkirakan mulai berlangsung pada bulan depan sehingga pemerintah tak perlu membuka keran impor.Hanya,kenaikan harga beras di Jakarta yang mencapai 30% dipertanyakan karena kenaikan harga beras yang wajar seharusnya pada kisaran 10% hingga15%.
Kedua,pada periode November dan Desember 2014,Bulog tidak menyalurkan beras untuk masyarakat miskin. Itu berpengaruh pada permintaan beras yang melonjak signifikan.
Ketiga,perubahan operasi beras yang digelar Bulog.Selama inioperasi pasar kepedagang besar di Pasar Induk Cipinang,namun pemerintah menilai salah sasaran sebab harga beras tetap tinggi, yang terjadi justru melahirkan praktik pengoplosan. Sejak Februari operasi pasar tidak melalui pedagang, tetapi berdampak pada kenaikan harga.
Keempat ,permainan dalam perdagangan beras yang oleh mendag diistilahkan sebagai mafia beras. Sebelumnya istilah mafia beras dipopulerkan Mendag Rachmat Gobel terkait distribusi ilegal beras operasi pasar Bulog. Pada pertengahan Januari lalu,muncul kasus beras operasi pasar Bulog yang dioplos di Cakung,Jakarta Timur.
Modusnya dengan cara mengoplos berasoperasi pasar Bulog seharga Rp7.400 perkg dengan beras jenis medium yang lebih baik lalu dikemas ulang dengan harga di atas Rp8.000 per kg. Praktik curang tersebut membuat pemerintah mengubah mekanisme operasi pasar.
Sejak awal Februari operasi beras tak lagi melalui pedagang di Pasar Induk Cipinang,namun langsung ke pasar tradisional dan masyarakat. Jadi, kesimpulan dari pemerintah bahwa terjadi kenaikan harga beras yang mencapai sekitar 30% di wilayah Jakarta terutama di pasar induk beras lebih karena dipicu ulah pedagang.
Mafia beras tidak bisa lagimengoplos beras dari operasi pasar Bulog.Dengan perubahan sasaran operasi pasar yang langsung ke pasar tradisional dan masyarakat telah mengurangi pasokan beras di pedagang besar, terutama di Pasar Induk Cipinang.
Dengan memahami pokok masalah penyebab kenaikan harga beras tersebut, sekarang tinggal menunggu aksi nyata dari pemerintah bagaimana menstabilkan harga beras. Dan, meringkus para mafia beras yang jelas sudah meresahkan masyarakat.
(ftr)