Abaikan Australia, Eksekusi Tetap Jalan

Sabtu, 21 Februari 2015 - 11:15 WIB
Abaikan Australia, Eksekusi Tetap Jalan
Abaikan Australia, Eksekusi Tetap Jalan
A A A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyatakan tidak akan menanggapi pernyataan Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott yang bersifat mengancam terkait rencana eksekusi hukuman mati dua anggota Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

Sebaliknya, pemerintah justru tetap teguh pada pendirian untuk melaksanakan eksekusi mati dua warga Australia tersebut. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai, pernyataan yang disampaikan oleh Pemerintah Australia beberapa waktu lalu sebagai ungkapan emosional.

“Kita tetap pada kebijakan bahwa ini masalah hukum dan Indonesia tetap berkeinginan hubungan dengan Australia berdasarkan saling menghargai dan menguntungkan. Saya tetap sampaikan, statement kita konsisten secara diplomatis menyampaikan pesan penegak hukum,” tandas Retno di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Terkait mundurnya pelaksanaan hukuman mati Myuran dan Andrew Chan, Retno menyatakan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan semua proses eksekusi dengan cermat. Mantan Duta Besar RI untuk Belanda ini membantah ditundanya eksekusi karena protes yang dilayangkan Pemerintah Australia.

“Kan ada pemindahan (narapidana), jadi semua proses dari awal kita lakukan dengan cermat. Karena itu, kita juga tidak pernah bermain dengan tenggat waktu karena semuanya ingin kita lakukan secara teliti,” tandasnya. Senada diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut presiden, protes Australia kepada Indonesia tidak akan berpengaruh pada pelaksanaan hukuman mati. Presiden mengingatkan, Australia tidak bisa melakukan intervensi kedaulatan hukum Pemerintah Indonesia.

“Tidak ada (protes Australia yang menunda eksekusi), karena ini kedaulatan hukum kita,” tandas Jokowi. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pun menyatakan telah berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop pada Kamis (19/2). Dalam komunikasi tersebut dijelaskan bahwa hubungan Indonesia dan Australia sangat baik, termasuk saat berpartisipasi dalam penanganan bencana tsunami.

Atas dasar itu, maka hubungan kedua negara saat ini harus ditingkatkan dalam bidang ekonomi, pertahanan, termasuk memerangi kejahatan narkoba. “Dia (Julie Bishop) mau mengerti bahwa hukum Indonesia adalah hukum Indonesia yang harus dilaksanakan seperti itu. Dan jangan lupa, bukan presiden yang memutuskan seperti itu (hukuman mati), ini mahkamah pengadilan yang independen dan objektif,” tandas JK.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, eksekusi mati terpidana narkoba tidak ada hubungannya dengan bantuan tsunami. Menurut dia, harus dibedakan antara kegiatan sosial atau humanity dengan penegakan hukum. “Saya katakan, bantuan tsunami itu kaitannya dengan humanity , kemanusiaan. Eksekusi ini ada hubungannya dengan humanity juga, tetapi untuk menyelamatkan demikian banyak manusia yang menjadi korban narkotika.

Jadi, tentunya semua pihak harus menghargai,” tandas Prasetyo di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, kemarin. Prasetyo tidak ingin mengomentari masalah pantas atau tidaknya pernyataan PM Tony Abbott. Yang jelas, hukum di Indonesia harus dihormati. “Yang pasti satu hal yang berbeda tidak perlu dipermasalahkan. Ini negara hukum. Setiap perkara harus ada akhirnya,” tegasnya.

Mengenai pemindahan para terpidana yang tertunda, Prasetyo menyatakan hanya terbentur persoalan teknis semata. Pelaksanaan pemindahan yang sedianya selesai pekan ini menjadi molor. Menurut dia, ada beberapa hal yang harus disiapkan sebelum para terpidana itu dipindahkan.

“Pemindahan akan dilakukan setelah persiapan sudah matang. Waktunya nanti kalau sudah matang. Yang harus disiapkan banyak hal seperti tempat isolasi dan sebagainya. Tempat para terpidana saat ini menyebar, jadi harus dikumpulkan dulu, tentu memerlukan teknis seperti apa pelaksanaannya,” tandasnya.

Prasetyo menyatakan bahwa jaksa adalah eksekutor. Namun, semua persiapan membutuhkan dukungan dari pihak lain. Karena itu, persiapan haruslah matang sebelum pelaksanaan eksekusi dilakukan. “Pihak Polri yang akan menyiapkan regu tembak. Dari Kanwil Agama menyiapkan rohaniwan. Dari Kanwil Kumham untuk kesiapan lapas, dan sebagainya,” ungkapnya.

Sementara, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menegaskan, TNI akan menyiapkan rencana emergency dan contingency untuk mengantisipasi adanya gangguan jelang pelaksanaan eksekusi terpidana mati. “Saya akan memimpin rapat untuk menyiapkan rencana- rencana emergency dan kontingensi apabila terjadi gangguan dalam bentuk apapun atas pelaksanaan hukuman mati.

Untuk itu, saya bersama komandan-komandan satuan khusus akan membuat sebuah perencanaan yang detail bersama Kejaksaan dan Menkumham atas pelaksanaan hukuman mati terhadap pelaku pelanggaran narkoba, khususnya yang telah disiapkan,” tandas Panglima di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, kemarin.

Panglima menandaskan, sikap TNI jelas mendukung penuh Presiden Jokowi untuk mengambil langkah-langkah hukum dalam pemberantasan narkoba. Termasuk, pelaksanaan hukuman mati terhadap pelaku narkoba. Menurut Moeldoko, TNI sangat memahami risiko atas lost generation akibat narkoba.

Rarasati syarief/Alfian faisal/Sucipto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8092 seconds (0.1#10.140)