Keluarga Relakan Mary Jane Dieksekusi Mati
A
A
A
YOGYAKARTA - Keluarga terpidana mati kasus penyelundupan narkotika jenis heroin 2,6 kilogram, telah merelakan Mary Jane Fiesta Veloso, dieksekusi mati. Keluarga tidak mengajukan keberatan atas vonis mati dan penolakan pemberian ampunan (grasi) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pihak keluarga menyatakan kerelaan tersebut saat berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta.
"Keluarga Mary Jane tidak keberatan. Mereka memahami aturan hukum di sini," ungkap Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) DIY, Tri Subardiman, Jumat (20/2/2015).
Dijelaskannya, keluarga Mary Jane berkunjung ke Lapas Wirogunan sejak Kamis 19 Februari hingga hari ini. Kehadiran mereka sengaja untuk melihat secara langsung kondisi Mary Jane pasca putusan grasi Presiden.
Saat itu juga keluarga menyatakan kerelaannya Mary Jane dieksekusi mati. "Mereka diantar jaksa ke Lapas," kata Tri.
Kepala Lapas Wirogunan Zaenal Arifin mengatakan, kehadiran keluarga Mary Jane bukan atas permintaan khusus. Namun hanya sebatas kunjungan biasa.
Menurutnya, terpidana mati bisa mengajukan permintaan khusus kepada pihak Lapas seandainya sudah ada surat perintah eksekusi. Dan permintaan khusus itu memang hak terpidana beberapa hari sebelum waktu eksekusi dilaksanakan.
"Tidak ada permintaan khusus, hanya kunjungan biasa seperti kunjungan keluarga terhadap warga binaan Lapas lainnya," jelasnya.
Tapi diakuinya, ada perlakuan berbeda terhadap keluarga Mary Jane yaitu soal waktu kunjungan yang tidak seperti waktu kunjungan biasanya terhadap warga binaan lain. "Karena dari jauh (Filipina). Secara manusiawi kami fasilitasi waktunya. Tapi untuk prosedur lain tetap sesuai aturan," kata Zaenal.
Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada bulan April 2010 karena kedapatan hendak menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 2,6 kilogram. Dia kemudian diproses hukum dan divonis mati oleh pengadilan. Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Keppres 31/G 2014 berisi penolakan grasi yang diajukan oleh Mary Jane.
Rencana eksekusi terhadap Mary Jane masih menunggu perintah dari Jaksa Agung HM Prasetyo. Di sisi lain, kejaksaan juga masih mempertimbangkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Mary Jane ke Mahkamah Agung. Mary Jane masih memiliki hak PK karena setelah putusan kasasi, dia tidak segera menempuh PK, namun langsung meminta grasi kepada Presiden. (ico)
Pihak keluarga menyatakan kerelaan tersebut saat berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta.
"Keluarga Mary Jane tidak keberatan. Mereka memahami aturan hukum di sini," ungkap Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) DIY, Tri Subardiman, Jumat (20/2/2015).
Dijelaskannya, keluarga Mary Jane berkunjung ke Lapas Wirogunan sejak Kamis 19 Februari hingga hari ini. Kehadiran mereka sengaja untuk melihat secara langsung kondisi Mary Jane pasca putusan grasi Presiden.
Saat itu juga keluarga menyatakan kerelaannya Mary Jane dieksekusi mati. "Mereka diantar jaksa ke Lapas," kata Tri.
Kepala Lapas Wirogunan Zaenal Arifin mengatakan, kehadiran keluarga Mary Jane bukan atas permintaan khusus. Namun hanya sebatas kunjungan biasa.
Menurutnya, terpidana mati bisa mengajukan permintaan khusus kepada pihak Lapas seandainya sudah ada surat perintah eksekusi. Dan permintaan khusus itu memang hak terpidana beberapa hari sebelum waktu eksekusi dilaksanakan.
"Tidak ada permintaan khusus, hanya kunjungan biasa seperti kunjungan keluarga terhadap warga binaan Lapas lainnya," jelasnya.
Tapi diakuinya, ada perlakuan berbeda terhadap keluarga Mary Jane yaitu soal waktu kunjungan yang tidak seperti waktu kunjungan biasanya terhadap warga binaan lain. "Karena dari jauh (Filipina). Secara manusiawi kami fasilitasi waktunya. Tapi untuk prosedur lain tetap sesuai aturan," kata Zaenal.
Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada bulan April 2010 karena kedapatan hendak menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 2,6 kilogram. Dia kemudian diproses hukum dan divonis mati oleh pengadilan. Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Keppres 31/G 2014 berisi penolakan grasi yang diajukan oleh Mary Jane.
Rencana eksekusi terhadap Mary Jane masih menunggu perintah dari Jaksa Agung HM Prasetyo. Di sisi lain, kejaksaan juga masih mempertimbangkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Mary Jane ke Mahkamah Agung. Mary Jane masih memiliki hak PK karena setelah putusan kasasi, dia tidak segera menempuh PK, namun langsung meminta grasi kepada Presiden. (ico)
(kur)