KPK-Polri Harus Lebih Tertib
A
A
A
JAKARTA - Penunjukan tiga pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan bisa memperbaiki hubungan lembaga antikorupsi tersebut dengan Polri.
Selama ini konflik KPK-Polri telah meresahkan dan berpotensi mengganggu agenda pemberantasan korupsi. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap hubungan KPK dan Polri lebih tertib dan baik setelah pengangkatan tiga orang pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK itu.
“Ya pastilah lebih tertib karena Pak Taufiequrachman (Ruki) juga latar belakangnya Polri, jadi pasti lebih mengerti,” kata JK di Jakarta kemarin. JK melihat waktu reses satu bulan DPR akan banyak membantu dalam proses penyelesaian konflik di KPK dan Polri. Untuk itu, dia berharap tidak ada komentar saling menyudutkan dengan mengatakan ada kriminalisasi.
“Siapa dikriminalisasi? Kalau memang ada kriminalnya ya nanti hukum berjalan. Tidak ada kriminalisasi sengaja-sengaja. Suatu hal yang perlu kita jalankan dengan baik,” tegasnya. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat keputusan atas polemik konflik KPK Polri. Pertama, Jokowi memberhentikan sementara dua pimpinan KPK. Mereka adalah Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua Bidang Penindakan Bambang Widjojanto.
Keduanya dinonaktifkan karena telah berstatus tersangka. Sebagai gantinya, Presiden menunjuk tiga orang untuk menjadi pimpinan sementara KPK, yakni mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, akademisi Indriyanto Seno Adji, dan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP. Sementara itu, Presiden juga membatalkan pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan dan menunjuk Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti menjadi calon kapolri untuk selanjutnya dimintakan persetujuan kepada DPR.
Ketua Tim Independen Syafii Maarif menilai keputusan Presiden Jokowi merupakan keputusan paling realistis. “Badrodin Haiti memiliki kemampuan sebagai kapolri dan dia juga bisa diterima semua pihak baik di institusi Polri sendiri maupun dari luar,” katanya. Dia mengatakan pemberhentian sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto serta penunjukan plt pimpinan KPK juga merupakan langkah yang tepat.
“Kami harapkan semua pihak dapat menerima dan mendukung apa yang telah menjadi keputusan Presiden ini agar upaya penegakan hukum di Indonesia bisa kembali berfungsi dengan baik,” katanya. Syafii juga mengimbau Jokowi agar ke depan dapat lebih tegas dalam mengambil sikap dan kebijakan. “Dengan sikap tegas Presiden, persoalan yang sepele tidak berkembang menjadi besar sehingga justru merugikan kehidupan rakyat Indonesia,” katanya.
Sementara pakar hukum Universitas Jember Nurul Ghufron mengatakan penunjukan Badrodin Haiti merupakan jalan tengah untuk mengatasi konflik KPK-Polri. “Kalau memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak lain baik itu Budi Gunawan maupun Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, maka akan menimbulkan perseteruan yang tidak kunjung selesai di antara dua institusi itu,” katanya.
Sementara itu, Johan Budi tidak menyangka ditunjuk sebagai plt pimpinan KPK. Rabu (18/2) dia mengaku dihubungi ajudan Presiden Jokowi sekitar pukul 13.00 WIB. Ajudan menyampaikan bahwa Wapres Jusuf Kalla ingin bicara. “Pak JK membuka dengan bilang, ‘nih Pak Johan dari pagi kita kontak tidak bisa.’ Saya bilang ‘Mohon maaf Pak, saya baru pulang jam 5 pagi dari kantor terus jam 6 baru tidur.
Ada apa Pak?’ Saya kaget. Terus disampaikan (oleh JK) ‘Anda ditunjuk sebagai plt pimpinan KPK, Anda siap tidak?’ Saya jawab, ‘Untuk lembaga saya siap Pak,” kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari. Ternyata setelah dilihat di ponselnya ada 53 misscall dari banyak orang, termasuk Menteri SekretarisNegara Pratikno, SMS dari ajudan Presiden, dan dari orang KPK juga.
Meski sudah ditunjuk sebagai plt, Johan tidak bisa membicarakan tindak lanjut penanganan kasus-kasus di KPK sebelum lima pimpinan seluruhnya berkumpul. Karena kerja di KPK harus ada semua pimpinan. Johan mengaku siap berkoordinasi dengan calon kapolri Badrodin Haiti. Anggota DPD I Gede Pasek Suardika berpendapat penetapan tersangka Abraham Samad dan Bambang Widjojanto oleh Polri bukan bentuk kriminalisasi atau pelemahan terhadap KPK.
“Tidak benar isu pelemahan KPK atau penghancuran KPK, yang ada adalah membersihkan KPK dari komisioner bermasalah karena ambisius kekuasaan dan suka melanggar prosedur,” kata Pasek. Dia menilai isu kriminalisasi yang terus berembus sebagai bukti takut terbongkar di pengadilan. Jika keberatan, dia menyarankan yang bersangkutan mengajukan praperadilan.
“Kriminalisasi itu kalau orang diproses atas kasus pidana yang tidak ada. Kalau memang ada, tinggal dibuktikan terlibat atau tidak,” imbuhnya. Mantan anggota Komisi III DPR itu menyarankan supaya Bambang Widjojanto dan Abraham Samad fokus menghadapi kasus hukum yang dituduhkan. “Berhentilah keliling mengiba-iba. Fokus saja dengan masalah hukumnya. Siapkan alat bukti bahwa benar. Masak penegak hukum takut dengan pengadilan,” tegasnya.
Masih Pro-Kontra
Meski banyak yang mengapresiasi, kebijakan Jokowi tersebut juga menuai kontra di masyarakat. Ahli hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin, misalnya. Menurutnya langkah Presiden yang tidak melantik BG dan mengangkat Badrodin Haiti menjadi kapolri tidak tepat. “Presiden tidak boleh begitu saja mengusulkan kapolri baru karena kapolri sudah ada. Kalau DPR tidak setuju dan ingin menggunakan hak menyatakan pendapat, DPR punya kedudukan konstitusional,” ujarnya.
Begitu juga dengan keputusan Presiden Jokowi yang akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) mengenai penonaktifan dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. “Tidak ada kegentingan memaksa untuk keluarnya perppu karena KPK masih bisa berjalan dengan pimpinan tersisa,” ucapnya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro memprediksi, DPR belum tentu langsung menyetujui Badrodin Haiti sebagai kapolri. Menurutnya DPR juga mempunyai hak untuk menerima atau sebaliknya menolak usulan Jokowi tersebut. “Presiden memerlukan pengabsahan atau persetujuan DPR,” kata Siti Zuhro.
Bahkan, dia menilai keputusan Jokowi tidak melantik BG bisa memunculkan konflik baru antara Jokowi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Akankah proses politikdiDPRnantilancar-lancar saja atau sebaliknya,” ucapnya. Budi Gunawan adalah mantan ajudan Megawati Soekarnoputri ketika menjabatsebagaipresiden. Bahkan, disebut-sebut Megawati orang yang paling berkepentingan agar BG menjadi kapolri.
BG juga sudah melalui proses fit and proper test di DPR sebagai calon kapolri atas usulan dari Presiden Jokowi. Sementara Komisi III DPR akan mengkaji pertimbangan hukum atas usulan calon kapolri baru, Badrodinhaiti, olehPresiden Jokowi. Jika ada aturan hukum yang dilanggar dalam usulan tersebut, Komisi III akan ambil langkah hukum lainnya yang menjadi kewenangan Dewan.
“Jadi tahapannya sederhana, apakah kita bisa memproses ini sesuai prosedur? Kalau surat itu tidak sesuai dengan prosedur UU Kepolisian kita akan mengembalikan bahwa kami tidak akan memproses Badrodin Haiti karena dasar hukumnya enggak ada,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa kemarin.
Menurut dia, untuk saat ini dirinya sulit menilai usulan calon kapolri tersebut. Pasalnya, dia belum membaca surat yang menjelaskan alasan Presiden atas pergantian calon kapolri tersebut, apakah pengusulannya lewat perppu, keppres atau lainnya.
Sucipto/Kiswondari/Sabir laluhu/Sindonews/Ant
Selama ini konflik KPK-Polri telah meresahkan dan berpotensi mengganggu agenda pemberantasan korupsi. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap hubungan KPK dan Polri lebih tertib dan baik setelah pengangkatan tiga orang pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK itu.
“Ya pastilah lebih tertib karena Pak Taufiequrachman (Ruki) juga latar belakangnya Polri, jadi pasti lebih mengerti,” kata JK di Jakarta kemarin. JK melihat waktu reses satu bulan DPR akan banyak membantu dalam proses penyelesaian konflik di KPK dan Polri. Untuk itu, dia berharap tidak ada komentar saling menyudutkan dengan mengatakan ada kriminalisasi.
“Siapa dikriminalisasi? Kalau memang ada kriminalnya ya nanti hukum berjalan. Tidak ada kriminalisasi sengaja-sengaja. Suatu hal yang perlu kita jalankan dengan baik,” tegasnya. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat keputusan atas polemik konflik KPK Polri. Pertama, Jokowi memberhentikan sementara dua pimpinan KPK. Mereka adalah Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua Bidang Penindakan Bambang Widjojanto.
Keduanya dinonaktifkan karena telah berstatus tersangka. Sebagai gantinya, Presiden menunjuk tiga orang untuk menjadi pimpinan sementara KPK, yakni mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, akademisi Indriyanto Seno Adji, dan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP. Sementara itu, Presiden juga membatalkan pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan dan menunjuk Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti menjadi calon kapolri untuk selanjutnya dimintakan persetujuan kepada DPR.
Ketua Tim Independen Syafii Maarif menilai keputusan Presiden Jokowi merupakan keputusan paling realistis. “Badrodin Haiti memiliki kemampuan sebagai kapolri dan dia juga bisa diterima semua pihak baik di institusi Polri sendiri maupun dari luar,” katanya. Dia mengatakan pemberhentian sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto serta penunjukan plt pimpinan KPK juga merupakan langkah yang tepat.
“Kami harapkan semua pihak dapat menerima dan mendukung apa yang telah menjadi keputusan Presiden ini agar upaya penegakan hukum di Indonesia bisa kembali berfungsi dengan baik,” katanya. Syafii juga mengimbau Jokowi agar ke depan dapat lebih tegas dalam mengambil sikap dan kebijakan. “Dengan sikap tegas Presiden, persoalan yang sepele tidak berkembang menjadi besar sehingga justru merugikan kehidupan rakyat Indonesia,” katanya.
Sementara pakar hukum Universitas Jember Nurul Ghufron mengatakan penunjukan Badrodin Haiti merupakan jalan tengah untuk mengatasi konflik KPK-Polri. “Kalau memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak lain baik itu Budi Gunawan maupun Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, maka akan menimbulkan perseteruan yang tidak kunjung selesai di antara dua institusi itu,” katanya.
Sementara itu, Johan Budi tidak menyangka ditunjuk sebagai plt pimpinan KPK. Rabu (18/2) dia mengaku dihubungi ajudan Presiden Jokowi sekitar pukul 13.00 WIB. Ajudan menyampaikan bahwa Wapres Jusuf Kalla ingin bicara. “Pak JK membuka dengan bilang, ‘nih Pak Johan dari pagi kita kontak tidak bisa.’ Saya bilang ‘Mohon maaf Pak, saya baru pulang jam 5 pagi dari kantor terus jam 6 baru tidur.
Ada apa Pak?’ Saya kaget. Terus disampaikan (oleh JK) ‘Anda ditunjuk sebagai plt pimpinan KPK, Anda siap tidak?’ Saya jawab, ‘Untuk lembaga saya siap Pak,” kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari. Ternyata setelah dilihat di ponselnya ada 53 misscall dari banyak orang, termasuk Menteri SekretarisNegara Pratikno, SMS dari ajudan Presiden, dan dari orang KPK juga.
Meski sudah ditunjuk sebagai plt, Johan tidak bisa membicarakan tindak lanjut penanganan kasus-kasus di KPK sebelum lima pimpinan seluruhnya berkumpul. Karena kerja di KPK harus ada semua pimpinan. Johan mengaku siap berkoordinasi dengan calon kapolri Badrodin Haiti. Anggota DPD I Gede Pasek Suardika berpendapat penetapan tersangka Abraham Samad dan Bambang Widjojanto oleh Polri bukan bentuk kriminalisasi atau pelemahan terhadap KPK.
“Tidak benar isu pelemahan KPK atau penghancuran KPK, yang ada adalah membersihkan KPK dari komisioner bermasalah karena ambisius kekuasaan dan suka melanggar prosedur,” kata Pasek. Dia menilai isu kriminalisasi yang terus berembus sebagai bukti takut terbongkar di pengadilan. Jika keberatan, dia menyarankan yang bersangkutan mengajukan praperadilan.
“Kriminalisasi itu kalau orang diproses atas kasus pidana yang tidak ada. Kalau memang ada, tinggal dibuktikan terlibat atau tidak,” imbuhnya. Mantan anggota Komisi III DPR itu menyarankan supaya Bambang Widjojanto dan Abraham Samad fokus menghadapi kasus hukum yang dituduhkan. “Berhentilah keliling mengiba-iba. Fokus saja dengan masalah hukumnya. Siapkan alat bukti bahwa benar. Masak penegak hukum takut dengan pengadilan,” tegasnya.
Masih Pro-Kontra
Meski banyak yang mengapresiasi, kebijakan Jokowi tersebut juga menuai kontra di masyarakat. Ahli hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin, misalnya. Menurutnya langkah Presiden yang tidak melantik BG dan mengangkat Badrodin Haiti menjadi kapolri tidak tepat. “Presiden tidak boleh begitu saja mengusulkan kapolri baru karena kapolri sudah ada. Kalau DPR tidak setuju dan ingin menggunakan hak menyatakan pendapat, DPR punya kedudukan konstitusional,” ujarnya.
Begitu juga dengan keputusan Presiden Jokowi yang akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) mengenai penonaktifan dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. “Tidak ada kegentingan memaksa untuk keluarnya perppu karena KPK masih bisa berjalan dengan pimpinan tersisa,” ucapnya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro memprediksi, DPR belum tentu langsung menyetujui Badrodin Haiti sebagai kapolri. Menurutnya DPR juga mempunyai hak untuk menerima atau sebaliknya menolak usulan Jokowi tersebut. “Presiden memerlukan pengabsahan atau persetujuan DPR,” kata Siti Zuhro.
Bahkan, dia menilai keputusan Jokowi tidak melantik BG bisa memunculkan konflik baru antara Jokowi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Akankah proses politikdiDPRnantilancar-lancar saja atau sebaliknya,” ucapnya. Budi Gunawan adalah mantan ajudan Megawati Soekarnoputri ketika menjabatsebagaipresiden. Bahkan, disebut-sebut Megawati orang yang paling berkepentingan agar BG menjadi kapolri.
BG juga sudah melalui proses fit and proper test di DPR sebagai calon kapolri atas usulan dari Presiden Jokowi. Sementara Komisi III DPR akan mengkaji pertimbangan hukum atas usulan calon kapolri baru, Badrodinhaiti, olehPresiden Jokowi. Jika ada aturan hukum yang dilanggar dalam usulan tersebut, Komisi III akan ambil langkah hukum lainnya yang menjadi kewenangan Dewan.
“Jadi tahapannya sederhana, apakah kita bisa memproses ini sesuai prosedur? Kalau surat itu tidak sesuai dengan prosedur UU Kepolisian kita akan mengembalikan bahwa kami tidak akan memproses Badrodin Haiti karena dasar hukumnya enggak ada,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa kemarin.
Menurut dia, untuk saat ini dirinya sulit menilai usulan calon kapolri tersebut. Pasalnya, dia belum membaca surat yang menjelaskan alasan Presiden atas pergantian calon kapolri tersebut, apakah pengusulannya lewat perppu, keppres atau lainnya.
Sucipto/Kiswondari/Sabir laluhu/Sindonews/Ant
(bbg)